Minggu, 17 Mei 2009

KONSEP PENDIDIKAN INKLUSI

A. Landasan Yuridis

UUD 45 pasal 31 : tentang hak setiap warga Negara untuk mendapat pendidikan

UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 32 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Pernyataan Salamanca pasal 4 dan pasal 7

Pendidikan kebutuhan khusus berasumsi bahwa perbedaan-perbedaan manusia itu normal adanya dan bahwa oleh karenanya pembelajaran itu harus disesuaikan dengan kebutuhan anak bukannya anak yang disesuaikan dengan kecepatan dan hakikat proses belajar. Pedagogik yang berpusat pada anak itu menguntungkan bagi semua siswa dan pada gilirannya menguntungkan bagi masyarakat secara keseluruhan […] hal tersebut dapat sangat mengurangi angka droup-out dan tinggal kelas […] dan sekali gus juga menjamin tercapainya tingkat prestasi rata-rata yang lebih tinggi. […] Lebih jauh sekolah yang berpusat pada diri anak merupakan tempat berlatih yang baik bagi masyarakat yang berorientasi pada orang, yang menghargai adanya perbedaan-perbedaan serta menjunjung harga diri semua umat manusia.

Prinsip mendasar dari sekolah inkluisif adalah bahwa, selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa memandang kesulitan ataupun perbedan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusif harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda dari pada siswanya, […]

B. Landasan filosofis : Nilai ideal negara indonesia

Nilai Religius

( Berbagai Ayat suci Al Qur’an yang bernuansa Inklusi )

Nilai religius yang dapat digali pada ayat suci Allah di dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa Tuhan menyatakan semua makhluk itu sama.

Beberapa ayat yang dapat dijadikan pedoman antara lain :

At Tin ayat 4 yang berbunyi :

..sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Al Hujarat ayat 11, 13 yang berbunyi :

..hai orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) … manusia diciptakan berbagai bangsa untuk kenal mengenal … (ayat 13)

Nilai Negara Pancasila

Indonesia yang memiliki nilai ideal yaitu Pancasila yang dibangun di atas nilai-nilai religius dan materialis percaya bahwa Tuhan itu maha pencipta dengan segala keberadaannya. Termasuk dalam menciptakan anak berkebutuhan khusus. Setiap makhluk hidup memiliki kesamaan derajat dengan makhluk ciptaan lainnya walaupun pada dasarnya seluruh ciptaan tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan.

Dalam Pancasila anak luar biasa dipandang sebagai ciptaan yang suci, mulia dan sama derajatnya dengan ciptaan Tuhan yang lain. Mereka harus mendapat perlakuan yang adil, baik dalam keluarga, masyarakat, atau di sekolah. Oleh sebab itu anak yang berkebutuhan khusus perlu mendapat perlindungan, pemeliharaan dan kasih sayang, karena itulah tugas serta tanggung jawab dari setiap manusia di dunia ini.

Menurut Befring ( Menuju Inklusi, 68 ), kunci dasar pendidikan adalah penghargaan bagi setiap siswa dan variasi dipandang sebagai sumber daya bukannya sebuah masalah. Pada sekolah inklusi anak berkebutuhan khusus akan berkembang melalui pengajaran dan dukungan dari teman sebayanya. Jadi pendidikan inklusi merupakan refleksi pandangan moral yang memberikan penghargaan atas perbedaan. Sehingga siswa dapat belajar satu sama lain karena hal itu akan mereka lakukan pada dunia nyata.

TEORI PENDIDIKAN INKLUSI

Pengertian “Inklusi” dan “Ramah terhadap Pembelajaran”

A. Inklusi

Selama ini, istilah “inklusi” diartikan dengan memasukkan anak berkebutuhan khusus di kelas “umum /biasa” dengan anak-anak lainnya. Secara luas “inklusi” berarti mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus di kelas “umum /biasa” dengan anak-anak lainnya (melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali), dengan kata lain “Inklusi” berarti mengikutsertakan anak berkelainan seperti anak yang memiliki kesulitan melihat atau mendengar, yang tidak dapat berjalan atau lebih lamban dalam belajar dan juga :

Anak yang menggunakan bahasa ibu, dan bahasa minoritas yang berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di dalam kelas;

Anak yang berisiko putus sekolah karena korban bencana, konflik, bermasalah dalam sosial ekonomi, daerah terpencil, atau tidak berprestasi dengan baik;

Anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda;

Anak yang sedang hamil;

Anak yang berisiko putus sekolah karena kesehatan tubuh yang rentan/penyakit kronis seperti asma, kelainan jantung bawan, alergi, terinfeksi HIV dan AIDS;

Anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.
B. Pembelajaran yang Ramah

Sekolah yang ramah terhadap anak merupakan sekolah di mana semua anak memiliki hak untuk belajar, mengembangkan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin di dalam lingkungan yang nyaman dan terbuka. Menjadi “ramah” apabila keterlibatan dan partisipasi dalam pembelajaran itu tercipta secara alami dengan baik.

Sekolah bukan hanya tempat untuk anak belajar, tapi guru pun juga ikut belajar dari keberagaman anak didiknya. Misalnya guru memperoleh hal yang baru tentang cara mengajar yang lebih efektif dan menyenangkan dari keunikan serta potensi masing-masing anak.

Lingkungan pembelajaran yang ramah ialah ramah kepada anak dan guru, berarti :

anak dan guru belajar bersama sebagai suatu komunitas belajar;

guru menempatkan anak sebagai pusat pembelajaran;

guru mendorong partisipasi aktif anak dalam belajar; dan

guru memiliki minat untuk memberikan layanan pendidikan yang terbaik.

C. Perbedaan pembelajaran inklusi dengan pembelajaran

convensional

Dimensi


Kelas tradisional


Kelas inklusif, ramah terhadap pembelajaran *)

Hubungan


Ada jarak dengan anak, contoh: guru sering memanggil anak tanpa kontak mata (miskin bahasa tubuh).


Ramah dan hangat, contoh untuk anak tunarungu:

Guru selalu berada di dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum.

Berbicara dengan jelas agar anak dapat membaca bibir.

Pendamping kelas (orangtua/ relawan) memuji anak tunarungu dan membantu anak lainnya

Bagaimana mereka di kelas


Guru dan anak tidak kreatif, pasif dan monoton. Kelas yang baik adalah kelas diam patuh, dan hening.


Guru menghargai perbedaan setiap latar belakang dan kemampuan anak dan orangtuanya.

Guru kreatif dan selalu memiliki gagasan yang mendukung kebutuhan dan minat anak yang berbeda dan unik.

Pengaturan tempat duduk


Pengaturan tempat duduk berbaris dengan arah yang sama dari belakang ke depan.


Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di lantai membentuk tapal kuda, atau duduk di bangku bersama-sama melingkar sehingga dapat melihat satu sama lainnya.

Media belajar


Buku teks, buku latihan, lembar kerja, kapur dan papan tulis.


Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh:

Pembelajaran matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menantang, menarik, dan menyenangkan melalui bermain peran, atau kegiatan di luar kelas.

Menggunakan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa.

Sumber Belajar


Guru membelajarkan anak tanpa menggunakan sumber belajar yang lain. Guru sebagai pengabar isi buku pelajaran atau operator kurikulum.


Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh: meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah ke sekolah untuk dimanfaatkan dalam mata pelajaran tertentu.

Evaluasi


Ujian tertulis terstandardisasi sebagai tes formatif dan sumatif.


Ujian tertulis terstandardisasi sebagai tes formatif dan sumatif: kemajuan belajar anak berdasarkan pada observasi, dan portofolio terhadap hasil karya anak dalam kurun waktu tertentu sebagai sebuah proses penilaian.
*) Kondisi di atas banyak terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia
Catatan:

Mengubah kelas tradisional menjadi inklusif, ramah terhadap pembelajaran merupakan suatu proses dan bukan suatu kejadian yang seketika. Proses ini tidak akan terjadi dalam semalam seperti membalik telapak tangan, karena memerlukan waktu dan kesunggguhan kerja kelompok yang intensif dan berkelanjutan. Hal ini tentu akan menghasilkan banyak manfaat bagi kita secara profesional dan yang paling penting bermanfaat untuk anak didik kita, keluarga, dan masyarakatnya.

D. Karakteristik Lingkungan Inklusif, ramah terhadap Pembelajaran

berbasis pada visi dan nilai-nilai

Melindungi SEMUA anak dari kekerasan, pelecehan, dan penyiksaan

Melibatkan SEMUA anak tanpa memandang perbedaan

Peka budaya, menghargai perbedaan, dan menstimulasi pembelajaran untuk SEMUA anak

Lingkungan Inklusif, Ramah terhadap Pembelajaran

’LIRP’

Keadilan jender dan Nondiskriminasi

Meningkatkan partisipasi dan kerjasama

Menerapkan pola hidup sehat

Keluarga, guru, dan masyarakat terlibat dalam pembelajaran anak

Belajar disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari anak;

Anak bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri

Memberikan kesempatan bagi guru untuk belajar, dan mengambil manfaat dari pembelajaran itu

Profil Pembelajaran

Salah satu karakteristik sekolah inklusi adalah satu komunitas yang kohesif, menerima dan responsif terhadap kebutuhan individual siswa.

Menurut Sapon-Shevin ada lima profil pembelajaran di sekolah inklusi.

Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan. Guru bertanggung jawab untuk menciptakan suasana dan prilaku sosial di kelas pada semua murid dengan menghargai perbedaan baik dalam akademis, fisik, ekonomi, agama dan sebagainya.

Mengajar kelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar. Dalam kelas inklusif pendekatan pembelajaran kompetitif akan berubah menjadi pembelajaran yang kooperatif sehingga terlihat akan terjadi kerjasama antar siswa dengan lingkungan yang ramah.

Pendidikan inklusi berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif. Guru dalam kelas ini dapat memotivasi siswa untuk dapat bekerja sama, saling belajar dan mengajar dengan yang lain sehingga peran guru tidak terlalu mendominasi kelas secara sendirian layaknya kelas konvensional.

Pendidikan inklusi berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. Dalam kelas inklusi kerja sama antara guru dengan profesi lain dalam suatu tim sangat diperlukan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran siswa di sekolah, sekurang-kurangnya guru kelas dapat berkolaborasi dengan guru pembimbing khusus yang ada di sekolah atau di Pusat Sumber (sekolah basis).

Pendidikan inklusi berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan. Pendidikan inklusi akan sangat berarti jika orang tua dapat terlibat aktif untuk membantu pendidikan anaknya, hal ini kelihatan sekali pada saat penyusunan rencana individual ( PPI ).

I. APAKAH SEKOLAH SAYA TELAH INKLUSIF/LIRP

Berilah cek list untuk jawaban dalam lembaran kerja ini.

Kebijakan sekolah dan dukungan administrasi:

____ Memiliki misi dan/atau visi tentang pendidikan inklusif, ramah terhadap pembelajaran, termasuk sebuah kebijakan melawan diskriminasi;

_____Memiliki data anak usia sekolah di masyarakat, baik yang sudah maupun belum bersekolah;

_____Melaksanakan sosialisasi secara terus-menerus kepada orangtua yang menekankan bahwa semua anak harus masuk sekolah dan akan diterima;

_____Memiliki data atau dokumen penting mengenai pendidikan inklusif untuk anak dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam dari tingkat nasional sampai dengan daerah;

_____Mengetahui organisasi profesional, kelompok advokasi, dan organisasi masyarakat yang menawarkan sumber dayanya untuk pendidikan inklusif;

_____Menunjukkan dengan cara khusus bahwa pengelola sekolah dan guru memahami sifat dan kepentingan pendidikan inklusif;

_____Memiliki data daftar hambatan yang dialami sekolah untuk mengembangkan LIRP dan cara mengatasi hambatan tersebut;

_____Menyadari dan mengubah kebijakan sekolah dan pelaksanannya – dalam hal biaya dan jadwal harian dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas;

_____Memberikan keleluasaan kepada guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang kreatif, inovatif dalam membantu anak belajar;

_____Mempunyai hubungan dengan masyarakat, tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, dan memberikan kesempatan untuk bertukar gagasan dengan masyarakat untuk terciptanya perubahan positif dalam menerapkan inklusi;

_____Merespon kebutuhan staf; dan

_____Memiliki mekanisme pendukung, supervisi dan monitoring yang efektif bagi setiap orang agar dapat berpartisipasi dan mendokumentasikan perubahan dalam penerapan inklusi serta membuat keputusan untuk masa yang akan datang.

Lingkungan sekolah:

_____Memiliki fasilitas yang memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam, seperti toilet khusus bagi anak yang berkebutuhan khusus dan jalur khusus untuk kursi roda untuk peserta didik tunadaksa;

_____Memiliki lingkungan yang bersih, sehat, dan terbuka;

_____Mempunyai persediaan air minum yang bersih, terjamin kesehatannya, dan menyediakan atau menjual makanan yang sehat serta bergizi;

_____Mempunyai staf, seperti konselor dan guru bilingual (selain bahasa Indonesia termasuk bahasa isyarat), yang dapat mengidentifikasi dan membantu semua anak ;

_____Memiliki tata cara dan prosedur yang sesuai untuk membantu para guru, staf pengajar, orangtua, dan anak untuk bekerjasama dalam mengidentifikasi semua anak;

_____Memfokuskan pada kerja TIM;

_____Menjalin kerjasama dengan PUSKESMAS setempat untuk memberikan pemeriksaan kesehatan secara periodik bagi semua anak.

Keterampilan, pengetahuan, dan sikap guru:

_____Dapat menjelaskan makna pendidikan inklusif, ramah terhadap pembelajaran, dan memberikan contoh pelaksanaan LIRP;

_____Meyakini bahwa semua anak perempuan, baik dari keluarga mampu ataupun tidak, anak minoritas bahasa dan etnis, serta anak penyandang cacat – memiliki kesempatan belajar yang sama;

_____Terlibat dalam menjaring anak usia sekolah yang tidak bersekolah untuk memastikan mereka akan mendapatkan pelayanan pendidikan;

_____Mengetahui tentang penyakit yang menyebabkan kelainan fisik, emosi, dan belajar, dan dapat membantu untuk mendapatkan layanan yang tepat;

_____Mendapat pemeriksaan medis tahunan, bersama dengan staf sekolah yang lain;

_____Mempunyai harapan yang tinggi terhadap SEMUA anak dan mendorong mereka menyelesaikan pendidikannya;

_____Menyadari sumber daya yang ada untuk membantu anak dengan kebutuhan khusus;

_____Mengidentifikasi bias jender dan budaya dalam materi ajar, lingkungan sekolah, dan pembelajaran yang mereka lakukan sendiri, serta dapat memperbaikinya;

_____Mengadaptasi kurikulum, pembelajaran dan aktifitas sekolah terhadap kebutuhan peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam;

_____Mampu mengasses pembelajaran anak dalam berbagai cara agar patut dan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak;

_____Merefleksi dan terbuka terhadap pembelajaran, dan perubahan; dan

_____Mampu bekerja sama dalam tim.

Peningkatan kompetensi guru:

_____Mengikuti secara aktif berbagai lokakarya dan pelatihan tentang pengembangan kelas dan sekolah LIRP;

_____Memberikan penjelasan kepada guru lain, orangtua, dan anggota masyarakat tentang pengembangan kelas LIRP;

_____Meningkatkan pengetahuannya dalam memahami isi mata pelajaran (seperti matematika);

_____Meningkatkan kemampuan pengetahuan guru untuk mengembangkan bahan pembelajaran yang berkaitan dengan LIRP;

_____Memiliki ruang kerja agar mereka dapat menyiapkan materi pelajaran dan bertukar gagasan; dan

_____Melaksanakan studi banding pada “model” sekolah LIRP.

Peserta didik:

_____SEMUA anak usia sekolah di masyarakat bersekolah secara reguler;

_____SEMUA peserta didik mempunyai buku teks dan bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya;

_____SEMUA peserta didik menerima informasi penilaian secara berkala mengenai perkembangan kemampuannya;

_____ANAK dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam mempunyai kesempatan yang sama untuk belajar dan mengekspresikan diri di kelas dan sekolah;

_____SEMUA anak diperhatikan jika kehadiran mereka lain daripada biasanya;

_____SEMUA anak mempunyai kesempatan yang sama untuk berpatisipasi pada semua aktifitas sekolah; dan

_____SEMUA peserta didik membantu membuat peraturan kelas di sekolah mengenai inklusi, nondiskriminasi, kekerasan dan pelecehan.

Isi kurikulum dan penilaian:

_____Kurikulum memperkenankan metode pembelajaran dan gaya belajar yang berbeda, seperti diskusi, permainan atau bermain peran;

_____Isi kurikulum memuat pengalaman sehari-hari SEMUA peserta didik di sekolah dengan latar belakang atau kemampuan yang beragam;

_____Kurikulum mengintegrasikan baca, tulis, hitung dan kecakapan hidup ke seluruh mata pelajaran;

_____Guru menggunakan lingkungan dan sumber daya yang tersedia (mudah dan murah) untuk membantu peserta didik dalam belajar;

_____Materi kurikulum perlu memuat gambar, contoh dan informasi tentang berbagai hal, termasuk anak perempuan dan laki-laki, minoritas etnis, latar belakang sosial ekonomi yang berbeda serta anak berkebutuhan khusus;

_____Kurikulum diadaptasikan menurut tingkat dan gaya belajar yang berbeda, khususnya anak yang berkesulitan belajar;

_____Anak berkesulitan belajar mempunyai kesempatan meninjau kembali pelajarannya dan memperbaikinya atau mendapatkan pengulangan penjelasan materi;

_____Kurikulum mengembangkan sikap, seperti saling menghormati, toleransi dan pengetahuan tentang latar belakang budaya yang beragam; dan

_____Guru memiliki berbagai instrumen penilaian untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik dan tidak hanya mengandalkan nilai ujian.

Bidang pelajaran khusus/aktifitas ekstrakurikuler:

_____Anak tunadaksa mempunyai kesempatan yang sama untuk bermain dan berkembang secara fisik sesuai dengan kondisinya;

_____Anak perempuan mempunyai akses dan kesempatan yang sama untuk bermain secara fisik dan aktifitas ekstrakurikuler lainnya seperti anak laki-laki;

_____Semua peserta didik mempunyai kesempatan belajar dalam bahasa mereka sendiri;

_____Sekolah menerima dan menghargai semua peserta didik dari berbagai agama; dan

_____Sekolah mempunyai kesempatan untuk mempelajari tradisi budaya yang berbeda dari peserta didik.

Masyarakat:

_____Orangtua dan masyakarat mengetahui dan siap membantu sekolah menjadi LIRP;

_____Masyarakat membantu sekolah untuk memberikan penyuluhan kepada SEMUA anak untuk bersekolah;

_____Orangtua dan masyarakat menawarkan gagasan dan sumber daya tentang implementasi LIRP; dan

_____Orangtua menerima informasi tentang kehadiran anak dan perkembangan kemampuannya.

Ceklis penilaian diri ini akan membantu Anda dan rekan untuk mulai merencanakan dan menciptakan LIRP di sekolah Anda.

II. SANGGUPKAH KITA MELAKUKAN PERUBAHAN?
Apa Aspek penting dalam LIRP?

SEMUA anak memiliki hak untuk belajar, tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa atau kondisi lainnya seperti yang ditetapkan dalam Konvensi Hak Anak yang telah ditandatangani semua pemerintah di dunia. Termasuk anak yang mengalami gangguan, cerdas dan berbakat. Kondisi lain termasuk juga anak jalanan, pekerja anak, anak-anak nomadik, anak-anak dengan bahasa lokal yang beragam, suku-suku minoritas, anak yang mengidap HIV dan AIDS, anak dari kelompok yang kurang beruntung, dan terpinggirkan. Keberagaman kondisi tersebut, perlu dipahami oleh guru, agar pelayanan pendidikan dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan keunikan anak.

Mengajar anak dengan beragam latar belakang merupakan sebuah tantangan yang menarik. Jadi, kita membutuhkan pemahaman yang dalam bagaimana memberikan pelayanan pendidikan yang patut kepada semua anak didik. Tidak ada manusia lahir dengan pengetahuan yang utuh, tetapi ia dilahirkan dengan naluri belajar. Namun, seringkali naluri belajar anak dengan keingintahuannya yang besar terbunuh pelan-pelan dalam sistem pendidikan yang ada. Oleh karena itu kita butuh membelajarkan diri terus-menerus melalui pengamatan, berbagi pengalaman, mengikuti workshop, membaca buku, dan menggali informasi dari berbagai sumber lainnya. Inilah yang senantiasa kita latihkan di kelas dan di sekolah.

Dalam pendidikan inklusi, setiap orang diharapkan dapat berbagi visi tentang bagaimana belajar, bekerja, dan bermain bersama. Yakinkan mereka, bahwa pendidikan hendaknya adil dan tidak diskriminatif, serta peka terhadap semua budaya dan relevan dengan kehidupan sehari-hari anak. Pendidik, tenaga kependidikan, dan semua anak sebagai masyarakat sekolah menghargai berbagai perbedaan.
Kemungkinan tatangan

Guru di sekolah

Merasa tidak memiliki ilmu untuk mendidik anak berkebutuhan khusus karena bukan berlatar belakang Pendidikan Luar BIasa

Jumlah guru kurang di sekolah sehingga tidak ada tenaga yang bisa untuk membantu anak secara individual dalam memberi layanan bimbingan.

Tidak memiliki pengalaman sebelumnya sehingga guru takut seandainya anak berkebutuhan khusus tidak akan sukses belajar di sekolah regular

Takut akan prestasi sekolah dalam bidang akademik menjadi rendah.

Merasa sekolah regular menjadi penyelenggara sekolah Luar Biasa.

Kurikulum yang tidak fleksibel

Kurikulum Nasional yang menghendaki agar ketuntasan belajar sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh pemerintah, sehinga sekolah tidak dapat meraih nilai sesuai dengan kompetisi yang dilakukan.

Dana

Tidak punya dana untuk membayar gaji guru PLB jika guru PLB akan dijadikan sebagai guru pembimbing khusus.

Tidak ada dana untuk membeli alat peraga khusus

Tidak ada dana untuk program keterampilan.
C. Keuntungan pendidikan inklusi

1. Bagi Siswa
1. Sejak dini siswa memiliki pemahaman yang baik terhadap adanya perbedaan dan keberagaman
2. Munculnya sikap emphatic pada siswa terdorong secara alamiah
3. Munculnya budaya saling menghargai dan menghormati pada siswa
4. Menurunkan terjadinya stigma dan labeling kepada semua anak dan khususnya pada anak tertentu.
5. Timbulnya budaya koperatif dan kolaboratif pada siswa sehingga memungkinkan adanya saling bantu satu sama lain.

2. Bagi Guru
1. Lebih tertantang untuk mengembangkan berbagai metode dalam mensiasati pembelajaran
2. Bertambahnya kemampuan dan pengetahuan guru tentang keberagaman siswa termasuk keunikan, karakteistik, dan sekaligus kebutuhannya.
3. Terjalinnya komunikasi dan kolaborasi kemiteraan antar guru ( guru regular dan guru khusus ) dan dengan ahli lainnya.
4. Bertambahnya pemahaman bahwa siswa memberikan informasi kepada guru.
5. Berkurangnya stigma dan labeling terhadap ABK yang dilakukan oleh guru
6. Menumbuhkembangkan sikap emphatic guru terhadap siswa yang didalamnya termasuk siswa berkebutuhan khusus.

3. Bagi Otoritas Pendidikan
1. Memberikan kontribusi yang sangat besar bagi program penuntasan wajar dikdas 9 tahun
2. Memberikan peluang terjadinya pemerataan pendidikan bagi semua kelompok masyarakat
3. Menggunakan biaya yang relative lebih efisien
4. Mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan
5. Meningkatkan kualitas layanan pembelajaran yang lebih aktif kreatif serta menyenangkan.

III. BAGAIMANAKAH KOMPETENSI GURU YANG

DIHARAPKAN PADA SEKOLAH INKLUSI?

Pengertian Kompetensi

Istilah kompetensi berhubungan dengan dunia pekerjaan. Kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu (Rustyah, 1982). Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan (Herry, 1998).

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh dari pendidikan pra-jabatan dan/atau latihan.

Dalam bidang keguruan, kompetensi mengajar dapat dikatakan merupakan kemampuan dasar yang mengimplikasikan apa yang seharusnya dilaksanakan guru dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya.

Kompetensi Guru Umum

Seorang guru, senantiasa dituntut untuk mengembangkan pribadi dan profesinya secara terus menerus, juga dituntut untuk mampu dan siap berperan secara profesional dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu mengembangkan tiga aspek kompetensi bagi dirinya, yaitu : (1) kompetensi pribadi, (2) kompetensi profesi, dan (3) kompetensi kemasyarakatan.

Kompetensi Pribadi

Memiliki sikap kepribadian yang mantap atau matang sehingga mampu berfungsi sebagai tokoh identitas bagi siswa, serta dapat menjadi panutan bagi siswa dan masyarakatnya.

Kompetensi Profesi

Memiliki pengetahuan yang luas dan dalam mata pelajaran yang diajarkan, serta menguasai metodologi pengajaran, baik teoritis maupun praktis.

Kompetensi profesi guru di Indonesia yang dikenal dengan istilah 10 Kompetensi Guru adalah sebagai berikut :

Menguasai bahan, dalam bentuk bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi.

Mengelola program belajar-mengajar, dalam bentuk merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar, memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat, melaksanakan program belajar-mengajar, mengenal kemampuan (entry behavior) anak didik, serta merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial.

Mengelola kelas, dalam bentuk mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran, menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.

Menggunakan media/sumber, dalam bentuk mengenal, memilih, dan menggunakan media, membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar-mengajar, mengembangkan laboratorium, menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar.

Menguasai landasan-landasan kependidikan.

Mengelola interaksi belajar-megajar.

Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.

Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, dalam bentuk mengenal fungsi dan program layanan dan penyuluhan di sekolah, dan menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah.

Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dalam bentuk mengenal fungsi dan program administrasi sekolah, serta menyelenggarakan administrasi sekolah, dan

Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

Sebagai pembanding, berikut dikemukakan 15 (lima belas) kompetensi yang perlu dikembangkan oleh guru di Amerika, yaitu :

Dapat mendiagnosis kebutuhan intelektual, emosi, sosial, dan fisik siswa.

Dapat merumuskan tujuan-tujuan instruksional yang didasarkan atas kebutuhan siswa.

Dapat merancang pengajaran sesuai dengan tujuan.

Dapat melaksanakan pengajaran sesuai dengan rancangan/desain.

Dapat melakukan evaluasi untuk menilai hasil belajar siswa dan efektivitas pengajaran.

Mampu mengintegrasikan pengajaran sesuai dengan latar belajar siswa.

Mampu melaksanakan model-model pengajaran, dan dapat mengajar keterampilan menurut tujuan tertentu bagi siswa tetentu.

Memperlihatkan komunikasi yang lebih efektif dalam kelas.

Mampu menggunakan sumber-sumber yang sesuai untuk mencapai tujuan pengajaran.

Mampu memonitor proses dan hasil belajar serta mampu mengadakan perbaikan pengajaran.

Menguasai bidang studi yang akan diajarkannya.

Memiliki keterampilan dalam pengelolaan kelas/manajemen dan organisasi dalam mendorong siswa tumbuh secara menyeluruh (sosial, emosi, fisik, dan intelek)

Sensitif atau peka terhadap kebutuhan dan perasaan diri sendiri dan kebutuhan serta perasaan orang lain.

Mampu bekerja secara efektif dalam kelompok profesional.

Mampu menganalisis efektifitas keprofesionalannya dan terus berusaha memperluas efektivitas tersebut.

Tampak bahwa kompetensi guru di Amerika sudah mengakomodasikan pula pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, karena memang di Amerika pelaksanaan pendidikan terpadu sudah lama berlangsung. Oleh karena itu, guru di sana disamping dituntut mampu mengajar anak normal juga harus mampu mengajar anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler.

Kompetensi Kemasyarakatan/Sosial

Mampu membangun komunikasi yang efektif dengan lingkungan sekitarnya, termasuk dengan para siswa, teman sejawat, atasan, dengan pegawai sekolah, dan dengan masyarakat luas.

4. Kompetensi Guru Pendidikan Khusus (Guru PLB)

Kompetensi Guru Pendidikan Khusus dilandasi oleh tiga kemampuan (ability) utama, yaitu : (1) kemampuan umum (general ability), (2) kemampuan dasar (basic ability), dan (3) kemampuan khusus (specific ability).

Kemampuan umum adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik pada umumnya (anak normal), sedangkan kemampuan dasar adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus, kemudian kemampuan khusus adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik perserta didik berkebutuhan khusus jenis tertentu (spesialis).

Berkenaan dengan hal tersebut, Guru Pendidikan Khusus diharapkan memiliki kompetensi sebagai berikut :

1. Kemampuan Umum (general ability) :

Memiliki ciri warga negara yang religius dan berkepribadian.

Memiliki sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri sebagai warga negara.

Memiliki sikap dan kemampuan mengembangkan profesi sesuai dengan pandangan hidup bangsa.

Memahami konsep dasar kurikulum dan cara pengembangannya.

Memahami disain pembelajaran kelompok dan individual.

Mampu bekerja sama dengan profesi lain dalam melaksanakan dan mengembangkan profesinya.

2. Kemampuan Dasar (basic ability)

Memahami dan mampu mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus.

Memahami konsep dan mampu mengembangkan alat asesmen serta melakukan asesmen anak berkebutuhan khusus.

Mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus.

Mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi program bimbingan dan konseling anak berkebutuhan khusus.

Mampu melaksanakan manajemen ke-PLB-an.

Mampu mengembangkan kurikulum PLB sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus serta dinamika masyarakat.

Memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek medis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan PLB.

Memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek psikologis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan PLB.

Mampu melakukan penelitian dan pengembangan di bidang ke-PLB-an.

Memiliki sikap dan perilaku empati terhadap anak berkebutuhan khusus.

Memiliki sikap profesional di bidang ke-PLB.

Mampu merancang dan melaksanakan program kampanye kepedulian PLB di masyarakat.

Mampu merancang program advokasi.

3. Kemampuan Khusus (specific ability)

Kemampuan khusus merupakan kemampuan keahlian yang dipilih sesuai dengan minat masing-masing tenaga kependidikan. Pada umumnya masing-masing guru memiliki satu kemampuan khusus (spesific ability). Kemampuan tersebut adalah sebagai berikut :

Mampu melakukan modifikasi perilaku.

Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan penglihatan.

Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan pendengaran/komunikasi.

Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan intelektual,

Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan anggota tubuh dan gerakan,

Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan perilaku dan social.

Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan belaja

IV. PERANAN GURU PEMBIMBING KHUSUS DI

SEKOLAH INKLUSI

Pada sekolah inklusi seyogyanya terdapat tiga jenis tenaga pendidik seperti guru kelas, guru mata pelajaran ( agama, olah raga ) dan guru pembimbing khusus. Guru pembimbing khusus bisa berstatus sebagai guru tetap di sekolah atau guru yang didatangkan dari Pusat Sumber (SLB) terdekat.

A. Tugas guru pembimbing khusus antara lain :

Menyusun instrument asesmen pendidikan dengan guru kelas dan guru mata pelajaran.

Mengkoordinasikan hubungan antara guru, pihak sekolah dengan orang tua siswa.

Memberikan bimbingan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga anak mampu mengatasi hambatan atau kesulitan dalam belajar.

Memberikan bantuan kepada guru kelas/guru mata pelajaran dalam bentuk diskusi agar mereka pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus.

Memberikan saran dan dukungan pada peserta didik dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah

Bersama dengan guru di sekolah, guru pembimbing khusus dapat merancang kurikulum individual bagi anak berkebutuhan khusus

Sebagai fasilitator.

B. Mekanisme kerja Guru Pembimbing Khusus

Membuat jadwal kunjungan ke sekolaht

Berdiskusi dengan wali kelas anak berkebutuhan khusus terutama dalam penjelasan tentang kondisi anak termasuk menyampaikan implikasi pendidikannya seperti: metode mengajar, alat bantu belajar, atau spesifikasi lainnya.

Membuat kesepakatan antara guru pembimbing khusus dengan anak berkebutuhan khusus tentang program layanan yang akan diberikan

Membuat agenda kegiatan (administrasi) yang akan dijadikan sebagai laporan kepada yang berkepentingan.

Mengevaluasi kerja setiap akhir semester.






Baca selengkapnya...

Sabtu, 16 Mei 2009

ADA SEKOLAH INKLUSIF DAN TIDAK INKLUSIF Merangkul Perbedaan dalam Mewujudkan Lingkungan Ramah terhadap Pembelajaran


Oleh. Drs Tarmansyah, Sp.Th, M.Pd

Pendidikan inklusif adalah falsafah dalam perubahan paradigma pendidikan yaitu dengan melibatkan semua anak untuk mendapatkan layanan pendidikan di sekolah. Berdasarkan kesepakatan internasional, bahwa semua sekolah dapat menerima semua anak tanpa diskriminasi. Indonesia telah meratifikasa dan mendeklarasikan hal tersebut di Bandung pada loka karya Nasional yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2004, Indonesia menuju pendidikan inklusif.

Falsafah pendidikan inklusif mengacu kepada semua anak mempunyai hak untuk belajar dan semua anak dapat belajar : “ Tanpa memandang kondisi fisik, sosial, emosional, linguistik atau kondisi lainnya : anak penyandaang kecacatan dan berbakat, anak jalanan dan pekerja, anak dari populasi terpisah atau nomadik, anak dari minoritas linguistik, etnis atau budaya dan anak dari area atau kelompok kurang beruntung atau termajinalisasi “ UNESCO, Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus, 1994, p.6.

Kompendium : Perjanjian, Hukum dan Peraturan Manjamin Semua Anak Memperoleh Kesamaan Hak untuk Kualitas Pendidikan dalam seting Inklusif, yang dikembangkan oleh Braillo Norway dan IDP Norway atas nama UNESCO Jakarta dan PLAN Indonesia.

Konvensi Hak Anak, PBB. Hak Setiap Anak : Untuk dilahirkan, untuk memiliki nama dan kewarganegaraan; Untuk memiliki keluarga yang menyayangi dan mengasihi; Untuk hidup dalam komunitas yang aman, damai dan lingkungan yang sehat; Untuk mendapatkan makanan yang cukup dan tubuh yang sehat dan aktif; Untuk mendapat pendidikan yang baik dan mengembangkan potensinya; Untuk diberikan kesempatan bermain waktu santai; Untuk dilindungi dari penyiksaan, eksploitasi, penyiasiaan, kekerasan dan dari mara bahaya; Untuk dipertahankan dan diberikan bantuan oleh pemerinrtah; Agar bias mengekspresikan pendapat sendiri.

Pasal 2 : Non-diskriminasi : Semua hak-hak berlaku bagi semua anak tanpa pengecualian. Ini merupakan kewajiban negara untuk melindungi anak dari bentuk diskriminasi apapun dan untuk mengambil tindakan positif untuk mempromosikan hak-hak mereka. Pasal 12 : Pendapat anak : Anak mempunyai hak untuk mengungkapkan pendapatnya secara bebas dan untuk pendapatnya tersebut dipertimbangan dalam hal-hal atau prosedur yang mempengruhi anak. Pasal 13 : Anak mempunyai hak untuk mengungkapkan pandangannya, memperoleh informasi, membuat ide-ide atau informasi yang diketahua tanpa batasan. Pasal 23 : Seorang anak cacat mempunyai hak atas perawatan, pendidikan dan pelatihan khusus untuk membantunya menikmati kehidupan yang penuh dan layak dengan martabat dan memperoleh tingkat terbesar atas kepercayaan diri dan kemungkinan integrasi sosial. Pasal 28 : Anak mempunyai hak atas pendidikan dan tugas negara adalah untuk menjamin bahwa pendidikan dasar adalah bebas biaya dan wajib, untuk mendorong brntuk-bentuk berbeda dari pendidikan menengah yan aksesibel bagi setiap anak dan untuk membuat pendidikan tinggi tersedia bagi semua menurut dasar kapasitasnya. Mata pelajaran sekolah harus konsisten dengan hak-hak dan martabat anak. Negara mengikutsertakan kerjasama internasional untuk melaksanakan hak ini.

Semua anak di Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan, hal ini telah kita fahami bersama seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945. Pasal 31: (1) Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sitem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurngnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Berdasarkan ketentuan peraturan dan perundang-undangan, maka tidak ada lagi alasan untuk melakukan diskriminasi, baik terhadap sekolah maupun terhadap anak dan guru yang terlibat dalam seting pendidikan inklusif.

Sering kita dengar di lapangan ada label “sekolah inklusif”, “anak inklusi”, atau kepada guru pembimbing khusus dengan sebutan “guru inklusi”. Jadi masih adanya labelisasi dalam sekolah dengan seting inklusi, sehingga nampaknya masih ekslusif. Seperti di bagian depan dijelaskan bahwa inklusi adalah falsafah atau konsep dalam pendidikan yang melibatkan semua anak (education for all).

Memang untuk menghadapi suatu perubahan memerlukan waktu yang cukup panjang. Dengan adanya perubahan dalam paradigma pendidikan menuju inklusi, tidak serta merta dapat diterima oleh semua pihak, ada yang menerima perubahan dengan positif, ada pula yang menilai perubahan sebagai ancaman.

Ada pandangan sementara masyarakat, bahwa dengan dikembang luaskannya pendidikan seting inklusi, maka keberadaan SLB akan kehilangan peranannya sebagai suatu lembaga pendidikan. Sesunguhnya dengan dikembangkanya paradigma pendidikan untuk semua, peran SLB menjadi lebih luas dan spesifik, yaitu menjadi pusat sumber bagi sekolah-sekolah reguler yang ada disekitarnya. Secara operasional SLB berfungsi sebagai pusat asesmen bagi anak berkebutuhan khusus, kesulitan belajar, penyimpangan perilaku dan pendidikan usia dini bagi anak berkebutuhan khusus.

Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan ,menyebutkan bahwa SDLB, SMPLB, SMALB, masih tercantum di dalamnya dan keberadaanya setara dengan standarisasi jenjang pendidikan reguler.

Sebagai informasi di negara-negara yang sudah maju seperti Norwegia, Jepang, Singapura, sekolah khusus atau SLB masih sangat berperan dalam mengembangkan pendidikan untuk semua.

Kembali kepada topik permasalahan di atas, bagaimana kita harus mengantisipasi kondisi tersebut ? Sebenarnya kurang tepat apabila kita memberikan label “sekolah inklusi, guru inklusi atau anak inklusi”. Hal ini dikhawatiran timbul istilah baru yaitu; SD Inklusi, SMP Inkusi, SMA Inklusi, padahal seharusnya tidak demikian.

Mengapa hal tersebut diangkat ke permukaan ? Pasalnya, kewajiban yang tercantum dalam salah satu pasal PP. No 19 Tahun 2005, yaitu Pasal 59, yang mengamanatkan “wajib belajar” merupakan prioritas utama program pemerintah daerah. Saat ini wajib belajar telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah, maka semua anak akan terjaring wajib belajar, termasuk di dalamnya anak-anak berkebutuhan khusus atau anak yang termarjinalisasi dimanapun mereka berada. Mereka bukan “anak inklusi”, mereka adalah anak bangsa yang mempunyai hak sama seperti halnya hak bagi semua anak. Konsekwensinya permerintah daerah harus menyediakan “guru pembimbing khusus”/ bukan guru inklusi.

Bagaimana upaya sekolah untuk mengantisipasi pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, dimana semua anak harus diterima di sekolah-sekolah terdekat ?.

Dalam upaya mewujudkan percepatan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun untuk semua anak (education for all). Semua anak harus diterima di sekolah terdekat dimana anak tersebut berada, termasuk anak-anak yang termajinalisasi atau berkebutuhan khusus. Bagaimana sekolah mempersiapkan program tersbut ?

Strategi pengembangan lingkungan sekolah untuk semua yang ramah terhadap pembelajaran, dalam mewujudkan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mewujud strategi tersebut :

Mengembangkan pemahaman yang jelas tentang implementasi pendidikan untuk semua : Mengembangkan sekolah yang dapat memenuhi kebutuhan semua siswa. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pada serangkaian prinsip yang dinyatakan secara jelas, mengacu kepada visi, misi dan tujuan yang dirumuskan secara bersama oleh warga sekolah.

Melakukan identifikasi terhadap semua sumber daya manusia yang ada, dan pembiayaan yang dibutuhkan. Membangun kemitraan dengan semua stakeholder yang terkait, dalam mendukung terwujudnya lingkungan sekolah untuk semua yang ramah terhadap pembelajaran.

Inisiatif untuk merancang strategi dalam mengelola perubahan dimulai dari sekolah masing-masing, karena setiap sekolah mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain: Dimulai dengan apapun yang tersedia di sekolah dan mendukung program strategi perubahan yang akan dilakukan. Menampung berbagai pendapat dari berbagai fihak yang terkait, guru, orang tua, komite, masyarakat, instansi/lembaga terkait yang ada dilingkungan sekolah.

Selanjutnya warga sekolah melakukan analisis situasional sekolah, atau evaluasi diri untuk menganalisis aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam melakukan rencana perubahan. Pimpinan sekolah membangun hubungan pendukung dengan sumber yang ada dan para akhli dari berbagi institusi/lembaga.

Memang diperlukan pedoman dan kebijakan yang jelas dari pemerintah pusat maupun daerah: Mengadakan diskusi atau rapat kerja mengenai pendidikan untuk semua (inklusi) untuk membangun konsensus dengan pihak birokrat pengambil keputusan. Prinsip-prinsip inklusi yang ada perlu diinterpretasikan dalam konteks masing-masing daerah. Inkusi sulit untuk distandarisasi, dengan demikian pelaksanaanya akan berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, bahkan antara satu sekolah dengan sekolah lain bisa saja berbeda, tergantung komitmen yang dibangun di masing-masing daerah atau sekolah.

Melibatkan semua sumber daya warga sekolah untuk bekerja dalam formulasi kebijakan yang telah dirumuskan bersama : Melibatkan semua anak merumuskan kebijakan, perencanaan dan perkembangan program. Diharapkan untuk melibatkan berbagai akhli dalam berbagai spesialisasi (ortopedagog, konselor, psikolog, terapis). Merumuskan kebijakan yang pleksibel untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan semua anak.

Tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah, dalam hal ini dinas pendidikan. Adanya alur struktur yang jelas dan koordinasi yang sinergis antara dinas pendidikan propinsi dan dinas pendidikan kota atau kabupaten. Inklusi juga harus dicerminkan oleh kinerja personal manajemen birokrasi, yaitu pelayanan manajerial yang ramah dan menyenangkan bagi semua pihak, berkolaborasi dalam kesetaraan dan kesamaan visi, misi serta tujuan.

Kemitraan harus dipupuk sehingga menjadi bermakna: Kemitraan difokuskan kepada orang tua dan masyarakat dalam pendidikan anak-anak mereka. Bahwa pendidikan merupakan hak yang mendasar bagi semua anak. Mendukung formasi kemitraan antara sekolah, komite sekolah, alim ulama, ninik mamak, LSM dan kelompok profesional serta akademisi.

Secara berkesinambungan para pejabat pemerintah meningkatkan pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan dalam perkembangan pendidikan untuk semua, baik perkembangan di tingkat regional, nasional, maupun internasional.

Melakukan survey internal : Melaksanakan survey yang komprehensif secara periodik untuk mengidentifikasi semua anak baik yang berada di sekolah maupun yang lebih luas, tingkat kota/kabupaten atau tingkat propinsi, untuk memberikan database yang diperlukan. Dalam hal ini harus melibatkan personal yang profesional dan terlatih.

Membangun kesadaran dan menciptakan sikap positif terhadap pendidikan untuk semua: Kampanye penyadaran tentang hak anak harus terus menerus dilakukan. Melaksanakan program penyadaran dengan partisipasi aktif dari semua fihak, termesuk mereka yang membutuhkan layanan pendidikan khusus.

Mengawali perubahan menuju pendidikan untuk semua dengan mobilisasi opini, membangun konsensus diantara masyarakat umum melalui seminar, lokakarya dan proyeksi. Memanfatkan media cetak dan elektronik untuk mempersiapkan persepsi masyarakat yang pro-aktif, termasuk para orangua.

Menata ulang fungsi SLB : Mendesain ulang semua sekolah luar biasa atau praktek-praktek layanan pendidikan kebutuhan khusus, dengan tujuan mendukung pendidikan untuk semua (pendidikan inklusif)

Membuat kurikulum pendukung dan bahan ajar untuk semua anak : Rencanakan untuk mengakomodasi berbagai cakupan gaya belajar anak. Mempersiapkan system yang responsife dan menerima keragaman. Kurikulum fleksibel memenuhi kebutuhan belajar kepada semua anak.

Melaksanakan pelatihan untuk guru : Mendesain ulang pelatihan guru, untuk beberapa guru regular pada level pra-servic dan in-service. Mengalihkan peranan guru PLB menjadi guru sumber atau konsultan utuk semua anak di sekolah. Membentuk tim pendukung guru pada setiap sekolah untuk menyediakan dukungan di tempat.

Mendorong partisipasi orangtua dalam proses pembelajaran : Organisasi orangtua perlu dibentuk dengan hubungan terstuktur dengan para professional. Orangtua perlu dilatih dalam perkembangan dan evaluasi program anak sedini mungkin untuk anak mereka sendiri.

Simpulan, bahwa inklusi merupakan falsafah pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak untuk mengikuti pendidikan pada semua jenjang. Tidak ada istilah sekolah inklusi, guru inklusi, tetapi yang ada adalah lingkungan sekolah yang ramah dalam pembelajaran, dan guru yang ramah dalam pembelajaran. Adapun institusinya atau sekolahnya, maupun gurunya tidak mengalami perubahan nama atau label, yang berubah adalah cara pandang warga sekolah terhadap pelaksanaan pendidikan, dan cara pandang guru terhadap pembalajaran.

.

Penulis naskah,

Drs. Tarmansyah,Sp.Th, M.Pd

Dosen:Jurusan PLB FIP UNP Padang

Komp. PLB. Jl. Limau Manis Kec. Pauh Padang 25164

Tlp. (075) 791422/791425 /081267806150



Baca selengkapnya...

BIMBINGAN PERKEMBANGAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA

Oleh : Tarmansyah *)

LATAR BELAKANG

Secara umum layanan bimbingan dan konseling adalah membantu siswa menemukan pribadinya, dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.

Bimbingan juga membantu siswa dalam rangka mengenal lingkungan dengan maksud agar peserta didik mengenal secara obyektif lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai kondisi lingkungan tersebut secara positif dan dinamis.

Pengenalan lingkungan tersebut meliputi lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan alam, dan masyarakat sekitar serta lingkungan yang lebih luas. Diharapkan dapat menunjang sebesar-besarnya untuk mengembangkan diri secara mantap dan berkesinambungan.

Samapai saat ini belum banyak literatur tentang layanan bimbingan dan konseling bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Ditinjau dari segi pencegahan dan perbaikan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, layanan diarahkan untuk penyembuhan dan memperbaiki perilaku-perilaku menyimpang yang terjadi pada individu anak.

Anak-anak berkebutuhan khusus dengan karakteristik yang unik, memerlukan penanganan secara terpadu melalui berbagai pendekatan, baik secara medis, pedagogis, psikologis.

Layanan bimbingan merupakan salah satu teknik yang dilakukan oleh guru maupun psikolog, untuk merubah perilaku individu anak berkebutuhan khusus, Teknik ini sering digunakan karena keberhasilannya mudah diamati dan mudah diterapkan. Misalnya ketika ada karakteristik perilaku yang akan dirubah, melalui bimbingan dengan perilaku yang telah berhasil dirubah.

Bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus secara mendasar bertujuan: Pertama; mendukung dan mempromosikan perilaku anak yang sesuai dengan situasi dan kondisi, yaitu perilaku yang diterima oleh lingkungan dan bermanfaat untuk perkembangan individu anak. Kedua; menekan atau menghilangkan munculnya perilaku yang tidak sesuai, yaitu perilaku yang cenderung tidak diterima oleh masyarakat dan akan merugikan perkembangan individu anak

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan kemampuan dan keterampilan guru pendidikan khusus dalam membarikan layanan bimbingan kepada siswa binaannya agar mereka dapat menunjukkan perilaku yang kondusif.

Salah satu upaya untuk memberikan wawasan dan keterampilan kepada guru-guru pendidikan khusus, terutama guru-guru yang menangani anak tunagrahita, yaitu dengan mengadakan Seminar dan Lokakarya Layanan Bimbingan bagi Anak Tunagrahita yang diikuti oleh guru-guru SLB di Padang

TUJUAN

Seminar Lokakarya ini bertujuan memberikan salah satu alternatif layanan bimbingan kepada anak berkebutuhan khusus :

1. Menambah alternatif referensi bagi guru-guru SLB, khususnya guru yang mengajar anak tunagrahita
2. Membantu memahami konsep penyimpangan perilaku khusus bagi anak luar biasa
3. Membantu memahami prinsip-prinsip dasar perilaku yang dapat dibimbing oleh guru
4. Membantu memahami dan menguasai cara-cara memberikan layanan bimbingan kepada siswa tunagrahita
5. Membantu memahami dan menguasai cara-cara mengevaluasi layanan bimbingan

RUANG LINGKUP

Berbagai permasalahan yang sering dijumpai oleh guru-guru dalam menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah: Sunardi (1995) mengemukakan permasalahan anak-anak dengan gangguan penyesuaian emosi dan sosial :

Ketidak mampuan mengendalikan diri:

berkelahi, memukul, menyerang orang lain

pemarah

tidak patuh/menentang

merusak milik orang lain

tidak kooperatif

tidak pernah diam

menggaduh

tidak memperhatikan

perhatian mudah terganggu

bicara kasar

Problem kepribadian

1. cemas, takut, tegang
2. sangat pemalu
3. menyendiri, tak berteman
4. mudah tersinggung
5. terlalu perasa/sensitive
6. sedih depresi
7. rendah diri, tak berharga
8. kurang percaya diri
9. mudah bingung
10. menyembunyikan diri
11. sering menangis
12. sangat tertutup

Sikap kurang matang

1. perhatian pendek, tidak dapat konsentrasi
2. melamun/bengong
3. lemah koordinasi
4. kesulitan memperhatikan
5. pasif, tidak berinisiatif, mudah dipengaruhi
6. mengantuk
7. mudah bosan
8. ceroboh

Gangguan pemusatan perhatian

1. inattention (kurang perhatian), melamun, mudah bosan, tampak bodoh, mengulang-ulang tugas
2. impulsive ( cepat merespon dan tidak akurat, ambatan dalam mempertahankan respon, kurang dapat menunda kegembiraan)
3. hiperaktif (gerakan yang tidak konsisten, tidak mau tetap duduk, selalu seperti keadaan akan pergi…)

Prinsip dalam memberikan teknik layanan bimbingan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus yang beragam seperti:

Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ). Dengan teknik ini sebahagian anak akan menerima bimbingan melalui kata-kata, memori, mengingat kembali secara lisan atau tulisan.

Logika atau matematika, dengan teknik ini sebagian anak memanfaatkan kemampuan berpikir dan belajar melalui pemikiran dan penghitungan. Mereka dengan mudah bisa mengenali pola abstrak, dan melakukan pengukuran yang tepat.

Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian), dengan teknik ini sebagian anak dapat menerima pola bimbingan melalui seni seperti menggambar, lukisan atau patung. Mereka bisa membaca peta, grafik, dan diagram degan mudah.

Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang), dengan teknik ini sebagian anak dapat menerima bimbingan melalui gerakan tubuh, permainan, dan drama.

Musik atau irama, pada alur ini anak lebih mudah menerima bimbingan melalui bunyi atau irama.

Antar pribadi, pada teknik ini anak lebih mudah dibimbing secara bersamaan atau kelompok. Mereka menyenangi kerja kelompok, mudah memahami situasi sosial dan mereka bisa menjalin hubungan dengan orang lain dengan mudah.

Belajar sendiri, pada tipe ini anak lebih senang belajar sendiri. Mereka lebih terkonsentrasi dan mudah memahami layanan bimbingan n dalam keadaan sepi.

Jika seorang guru mampu memberikan bimbingan kepada semua anak dengan memperhatikan tipe belajar mereka, maka guru tersebut akan melihat hasil pembelajaran yang lebih bermutu.

TEKNIK LAYANAN BIMBINGAN INTERAKTIF

1. Tunjukkan perasaan positif

Tunjukkan bahwa guru berminat pada siswa, bahwa kita bertanggung jawab untuk mengurusnya, akan bekerjasama dengannya, dan akan membantunya untuk memperoleh kesenangan belajar di sekolah.

2. Beradaptasi dengan siswa.

Sesuaikan cara bekerja kita sebagai guru dengan siswa, misalnya akui dan perhatikan inisiatif mereka, sedapat mungkin kita harus memperhatikan cara belajar mereka secara individual.

3. Berbicaralah dengan siswa

Kaitkan pengajaran kita dengan minat siswa, dan ajaklah mereka untuk berpartisipasi dalam dialog dan isi serta tema yang kita sajikan sehingga mereka terlibat secara pribadi.

4. Berikan pujian dan penghargaan

Berilah pujian dan penghargaan kepada setiap siswa dan kepada seluruh siswa apabila apabila siswa berupaya untuk bekerja sama atau berusaha untuk lebih baik.

5. Bantu siswa untuk memfokuskan perhatiannya

Pastikan bahwa siswa anda merasakan mendapat perhatian penuh dari anda, berikan saran dan bekerjasamalah dengan mereka. Perhatian dan pengalaman bersama merupakan sebuah prasyarat untuk berkomunikasi.

6. Buatlah pengalaman siswa lebih bermakna.

Buatlah pembelajaran lebih bermakna tidak hanya yang terkait dengan apa yang kita bahas tetapi juga dengan menunjukkan keterlibatan kita dengan subjek secara pribadi. Ini lebih menanamkan pemahaman kepada siswa, bahwa ada hal yang lebih penting dari hal lainnya seperti; nilai-nilai, norma-norma dan tradisi.

7. Jabarkan dan jelaskan

Bantu siswa mengaitkan mata pelajaran yang mereka pelajari dengan pelajaran dan aktivitas lainnya.

8. Bantu siswa mencapai disiplin diri.

Bantu siswa beradaptasi secara akademik dan pribadi terhadap lingkungan dan aktivitas sekolah dengan membuat

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN INTERAKTIF

ANTARA GURU DENGAN SISWA

NO


KOMPETENSI BIMBINGAN


PROGRAM BIMBINGAN


METODA/TEKNIK LAYANAN

1


Anak mempunyai kepercayaan sepenuhnya kepada guru.


Guru memberikan kasih sayang kepada anak

Guru memperlihatkan tanggung jawabnya kepada anak

Guru selalu mengadakan kerjasama dengan anak dalam berbagai kegiatan

Guru senantiasa memberikan bantuan kepada anak

Guru menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, baik di kelas maupun di lingkungan sekolah.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

2


Anak dapat beradaptasi dengan guru


Guru menyesuaikan cara bekerjanya dengan kemampuan siswa

Guru mengakui inisiatif siswa

Guru memperhatikan cara belajar siswa secara individu


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

3


Anak merasa bebas dan menyenangkan berbicara dengan guru


Guru mengkaitkan cara pembelajaran dengan minat siswa

Guru mengajak anak untuk berpartisipasi dalam dialog

Guru mengupayakan membuat tema yang disajikan dengan melibatkan semua anak

Guru melibatkan anak secara pribadi


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

4


Anak merasa dihargai oleh guru dan teman-temannya


Guru selalu memberikan pujian/penghargaan kepada anak yang berbuat “baik/positif”

Guru selalu memberikan pengertian kepada semua anak, bahwa semua anak harus menghargai pekerjaan teman yang lain

Guru mendorong anak agar selalu berkerjasama dalam kebaikan


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

5


Anak dapat memfokuskan perhatiannya kepada pelajaran, atau obyek tertentu


Guru senantiasa harus memperhatikan semua anak secara penuh saat pembalajaran

Guru selalu memberikan saran/arahan kepada anak

Guru selalu mengajak bekerjasama dengan anak dalam kegiatan pembelajaran

Guru menjadikan pengalaman-pengalaman belajar bersama menjadi bahan dalam berkomunikasi dengan anak


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

6


Harga diri anak merasa lebih meningkat (Percaya diri)


Guru menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan

Guru mengemukakan pengalaman pribadi berkaitan dengan materi pembelajaran

Guru senantiasa menyampaikan hal-hal yang menyangkut : nilai-nilai, norma dan tradisi dalam kehidupan masyarakat.


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

7


Anak merasakan bahwa pelajaran yang diterima bermanfaat dalam kehidupannya


Guru membantu siswa mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan anak-anak

Guru menjelaskan bahwa semua kehidupan di masyarakat dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan diri dalam kehidupan.


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

8


Anak mempunyai disiplin diri dalam melakukan kegiatan, baik perorangan maupun kelompok


Guru membantu siswa untuk membuat aturan/tata tertib dalam kehidupannya

Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk berpendapat tentang disiplin

Guru mengupayakan disiplin sekolah dibuat oleh siswa secara bersama-sama

Guru membimbing anak untuk membuat disiplin dalam keluarga


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

LAYANAN BIMBINGAN INTERAKTIF ANTARA SISWA DENGAN SISWA

Tunjukkan perasaan positif

Perhatikan perasaan positif yang diungkapkan oleh satu siswa kepada siswa lain.

Berikan komentar dan pengakuan yang fositif bila siswa menunjukkan perasaan fositif dan menerima satu sama lain.

Bahaslah tema “ menunjukkan perasaan positif “ di kelas.

Kemukakan bagaimana rasanya bila mengungkapkan perasaan negatif atau penolakan

Minta siswa untuk menciptakan iklim emosional yang menyenangkan di kelas melalui diskusi kelompok, dramatisasi, permainan dan lain-lain.

Bantu siswa saling menyesuaikan diri

Bantu siswa saling menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keadaan satu sama lain dengan berdiskusi dalam kelompok dengan menyesuaikan diri.

Bantu mereka berkerjasama dengan membuat mereka sadar demikian pentingnya menyesuaikan diri dengan cara orang lain bekerja, minat, dan karakter. Empati dan saling menyesuaikan diri merupakan prasyarat untuk bekerjasama.

Bantu siswa menyadari bagaimana kerjasama terganggu jika semua orang bertindak sesuka hati dan bagaimana kerjasama berjalan bila semua orang menyesuaikan diri dan saling berbagi.

Bahas tema “ kerjasama “ dalam diskusi kelas.

3. Bantu siswa membicarakan pengalaman bersama.

Aturlah agar para siswa dapat membicarakan tentang apa yang sedang diajarkandan dan apa yang mereka alami bersama. Cara termudah untuk melibatkan semua siswa adalah dengan cara membagi mereka dalam kelompok-kelompok kecil sehingga setiap pribnadi punya kesempatan untuk berbicara.

Bantu siswa agar bergiliran membantu pengalaman atau pendapatnya satu sama lain. Ini juga lebih mudah dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil.

Juga beberapa siswa lebih aktif dari yang lain, maka guru harus menjadi moderator, sehingga siswa yang pendiam dan pemalu juga diarahkan untuk mengemukakan pendapat dan pengalamannya.

Bantu siswa memahami bahwa mengemukakan pendapat itu penting dan jangan diam saja atau mengekor saja.

4. Dorong siswa untuk mengekpresikan penerimaan, pujian dan penghargaan.

Penerimaan dan penghargaan dari guru adalah contoh penting, mengingat siswa beragam dan berbeda-beda.

Penting untuk mengkomunikasikan mengapa sesuatu itu positif dan berhak atas penghargaan dan pujian

Bahas dengan siswa tentang pentingnya mengenai saling memberikan dorongan untuk mengungkapkan penghargaan dalam interaksi di sekolah.

Bantu siswa memahami bagaimana rasanya mendapat respon positif dari seseorang dibanding mendapat respon negatif.

Dramatisasi merupakan cara yang terbaik untuk mengilustrasikan.

5. Bantu siswa memfokuskan perhatiannya pada kegiatan bersama

Bantu siswa mengarahkan perhatiannya pada apa yang sedang mereka lakukan.

Bantu siswa untuk saling mendengarkan dan mencoba dan memahami yang sedang dikomunikasikan oleh siswa lain.

6. Bantu siswa berbagi pengalaman dengan cara yang bermakna

Dorong siswa untuk menceritakan apa yang telah dialaminya atau ingin mereka ceritakan kepada kelompoknya serta menceritakan perasaannya tentang pengalamannya itu.

Gunakan dramtisasi atau bermain peran, agar makna verbal dan emosional yang diekpresikannya menjadi hidup.

7. Bantu siswa saling mengungkapkan dan menjelaskan pendapat dan pengalamannya.

Bantu siswa memperluas cakupan caranya berkomunikasi dengan menceritakan minatnya dan mengaitkan minat tersebut pada orang lain, tempat lain dan kurun waktu lain.

8. Bantu siswa mengembangkan disiplin diri

Bahas dengan siswa pentingnya mematuhi peraturan tertentu dan rutinitas tertentu bila mereka berda dalam kelas dan di tempat laindi lingkungan sekolahnya.

Biarkan siswa sebagai suatu kelompok untuk ambil bagian dalam menentukan cara mereka bekerjasama.

Biarkan para siswa sebagai sebuah kelas, berkelompok atau berpasangan, merencanakan cara memecahkan masalah bersama, siapa yang akan melakukan apa, dan bagaimana mereka akan meraih keberhasilan bersama.

Berikan pujian dan pengakuan apabila mereka dapat bekerjasama, saling tenggang rasa, dan saling menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing dengan tujuan umum bersama

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN INTERAKTIF

ANTARA SISWA DENGAN SISWA

NO


KOMPETENSI BIMBINGAN


PROGRAM BIMBINGAN


METODA/TEKNIK LAYANAN

1


Siswa menujukkan perasaan positif terhadap siswa lain


Guru memperhatikan perasaan positif yang diungkapkan oleh satu siswa kepada siswa lain.

Guru memberikan komentar dan pengakuan yang fositif bila siswa menunjukkan perasaan fositif dan menerima satu sama lain.

Guru membahas tema “ menunjukkan perasaan positif “ di kelas.

Guru mengemukakan bagaimana rasanya bila mengungkapkan perasaan negatif atau penolakan

Guru meminta siswa untuk menciptakan iklim emosional yang menyenangkan di kelas melalui diskusi kelompok, dramatisasi, permainan dan lain-lain.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

2


Siswa mampu saling menyesuaikan diri dengan teman


Guru membantu siswa saling menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keadaan satu sama lain dengan berdiskusi dalam kelompok dengan menyesuaikan diri.

Guru membantu mereka berkerjasama dengan membuat mereka sadar demikian pentingnya menyesuaikan diri dengan cara orang lain bekerja, minat, dan karakter. Empati dan saling menyesuaikan diri merupakan prasyarat untuk bekerjasama.

Guru membimbing siswa agar menyadari bagaimana kerjasama terganggu jika semua orang bertindak sesuka hati dan bagaimana kerjasama berjalan bila semua orang menyesuaikan diri dan saling berbagi.

Guru membahas tema “ kerjasama “ dalam diskusi kelas.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

3


Siswa mampu menyampaikan pengalamannya secara bersama-sama


Guru mengatur agar para siswa dapat membicarakan tentang apa yang sedang diajarkandan dan apa yang mereka alami bersama. Cara termudah untuk melibatkan semua siswa adalah dengan cara membagi mereka dalam kelompok-kelompok kecil sehingga setiap pribadi punya kesempatan untuk berbicara.

Guru membantu siswa agar bergiliran mengungkapkan pengalaman atau pendapatnya satu sama lain. Ini juga lebih mudah dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil.

Apabila ada beberapa siswa lebih aktif dari yang lain, maka guru harus menjadi moderator, sehingga siswa yang pendiam dan pemalu juga diarahkan untuk mengemukakan pendapat dan pengalamannya.

Guru membimbing siswa memahami bahwa mengemukakan pendapat itu penting dan jangan diam saja atau mengekor saja.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

4


Siswa mampu mengekspresikan ketika menerima pujian dan penghargaan.


Guru menyampaikan bahwa penerimaan dan penghargaan dari guru adalah contoh penting, mengingat siswa beragam dan berbeda-beda.

Guru mengkomunikasikan mengapa sesuatu itu positif dan berhak atas penghargaan dan pujian

Guru membahas dengan siswa tentang pentingnya saling memberikan dorongan untuk mengungkapkan penghargaan dalam interaksi di sekolah.

Guru membimbing siswa agar memahami bagaimana rasanya mendapat respon positif dari seseorang dibanding mendapat respon negatif.

Guru bersama siswa mendramatisasikan untuk mengilustrasikan mengekspresikan ketika menerima pujian dan penghargaan.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

5


Siswa mampu memfokuskan perhatiannya pada kegiatan bersama


Guru membimbing siswa mengarahkan perhatiannya pada apa yang sedang mereka lakukan.

Guru membimbing siswa untuk saling mendengarkan dan mencoba dan memahami yang sedang dikomunikasikan oleh siswa lain.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

6


Siswa mampu berbagi pengalaman dengan cara yang bermakna


Guru memberikan dorongan kepada siswa untuk menceritakan apa yang telah dialaminya atau ingin mereka ceritakan kepada kelompoknya serta menceritakan perasaannya tentang pengalamannya itu.

Guru mendramatisasikan atau bermain peran, agar makna verbal dan emosional yang diekpresikannya menjadi hidup.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

7


Siswa dapat saling mengungkapkan dan menjelaskan pendapat dan pengalamannya


Guru membimbing siswa untuk memperluas cakupan caranya berkomunikasi dengan menceritakan minatnya dan mengaitkan minat tersebut pada orang lain, tempat lain dan kurun waktu lain



8


Siswa mampu mengembangkan disiplin diri


Guru membimbing siswa tentang pentingnya mematuhi peraturan tertentu dan rutinitas tertentu bila mereka berda dalam kelas dan di tempat laindi lingkungan sekolahnya.

Guru memberi kesempatan kepada siswa sebagai suatu kelompok untuk ambil bagian dalam menentukan cara mereka bekerjasama.

Guru memberi kesempatan kepada para siswa sebagai sebuah kelas, berkelompok atau berpasangan, merencanakan cara memecahkan masalah bersama, siapa yang akan melakukan apa, dan bagaimana mereka akan meraih keberhasilan bersama.

Guru memberikan pujian dan pengakuan apabila mereka dapat bekerjasama, saling tenggang rasa, dan saling menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing dengan tujuan umum bersama


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

EVALUASI

1. Penilaian Unjuk Kerja ( Performance )

Penilaian unjuk kerja adalah penilian berdasarkan hasil pengamatam penilai tehadap aktivitas siswa. Penilaian dilakukan terhadap unjuk kerja, tingkah laku atau interaksi siswa. Cara penilaian ini lebih otentik dari pada tertulis, sebab apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Semakin sering guru mengamati unjuk kerja siswa, semakin terpercaya hasil penilaian kemampuan siswa.

Penilaian dengan cara ini lebih tepat digunakan untuk menilai kemampuan siswa, dalam berpidato, membaca puisi, diskusi, pemecahan masalah dalam satu kelompok, menari memainkan alat musik dan melakukan aktivitas berbagai cabang olah raga, menggunakan alat laboratorium dan mengoperasikan suatu alat.

Langkah-langkah Yang Diperlukan Dalam Membuat Instrument Penilaian Unjuk Kerja

Tuliskan kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.

Usahakan kemampuan yang dinilai tidak terlalu banyak sehingga semua dapat diamati

Urutkan kemampuan yang akan dinilai

Bila menggunakan skala rentang perlu disediakan kriteria untuk setiap pilihan ( sangat kompeten, kompeten, agak kompeten, tidak kompeten )

Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah cara mengamati dan memberikan skor terhadap unjuk kerja siswa. Penilaian sebaiknya dilakukan oleh dua orang sehingga hasilnya lebih akurat.

Penilaian yang menggunakan skala rentang memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu karena kategori nilai lebih dari dua.

2. Penilaian Produk

Penilaian produk tidak hanya melihat hasil akhirnya saja tetapi juga melihat proses pembuatannya. Contohnya dalam siswa mewarnai gambar, bagaimana ia menggunakan pensil warna, bagian mana yang lebih dulu diberi warna, bagaimana penyelesaian akhirnya. Pengembangan produk ada tiga tahap

Tahap persiapan meliputi; menilai kemampuan siswa merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan dan mendesain produk.

Tahap pembuatan produk meliputi, menilai kemampuan siswa menyeleksi dan menggunakan bahan, alat dan tehnik

Tahap penilaian meliputi, menilai kemampuan siswa membuat produk sesuai dengan kegunaan dan memenuhi kriteria keindahan.

Untuk produk penilaian biasanya menggunakan cara holistic, atau analitik. Cara holistic yang berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal. Cara analitik dilakukan mulai dari persiapan sampai pada tahap proses dan hasil akhir.

2. Penilaian portofolio

Portofolio merupakan kumpulan karya (hasil kerja) siswa dalam satu periode. Kumpulan karya ini menggambarkan taraf kemampuan/ kompetensi yang telah dicapai seorang siswa. Hal penting yang menjadi ciri portofolio adalah karya tersebut dapat diperbaiki jika siswa menghendakinya. Dengan demikian portofolio dapat digunakan melihatkan perkembangan kemajuan belajar siswa. Perkembangan tersebut tidak dapat dilihat dari hasil pengujian. Kumpulan karya siswa itu menggambarkan perkembangan berbagai kompetensi. Disamping itu, kumpulan karya yang berkelanjutan lebih memperkuat hubungan antar pembelajaran dengan penilaian. Pengumpulan dan penilaian karya siswa yang terus menerus sebaiknya dijadikan titik central program pengajaran, karena penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran. Karya tersebut diberi tanggal sehingga terlihat perbedaan kwalitas dari waktu ke waktu.

Portofolio dapat digunakan untuk melihat perkembangan siswa dalam ilmu-ilmu sosial seperti menganalisis masalah, pelajaran bahasa seperti menulis karangan dan matematika seperti pemecahan masalah matematika.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat fortofolio

Pastikan bahwa tiap siswa merasa memiliki portofolio, beri siswa penjelasan tentang kegunaan portofolio, yaitu tidak semata-mata merupakan kumpulan hasil karya siswa yang digunakan guru untuk penilaian akan tetapi juga digunakan oleh siswa itu sendiri untuk mengetahui kemampuan, ketrampilan dan minatnya. Proses ini tidak akan terjadi secara spontan tetapi membutuhkan waktu bagi siswa untuk belajar meyakini hasil penilaian mereka sendiri.

Tentukan sampel yang akan dikumpulkan bersama siswa. Kemungkinan sampel yang dikumpulkan masing-masing siswa akan berbeda.

Kumpulkan karya siswa dalam satu map atau folder.

Bahas dan tentukan kriteria penilaian karya siswa bersama mereka, sebaiknya dilakukan sebelum siswa membuat karya tersebut. Sehingga mereka tahu apa harapan guru dan mereka akan berusaha mencapai standar itu. Misalnya menilai karya karangan dalam pelajaran Bahasa, penggunaan tata bahasa, kosa kata, kelengkapan gagasan dan sistematika penulisan.

Mintalah siswa menilai karyanya secara berkesinambungan. Guru dapat membimbing siswa bagaimana cara menilai dengan memberi keterangan tentang kelebihan dan kekurangan karya tersebut, dan bagaimana cara memperbaikinya. Hal ini dapat dilakukan pada saat membahas portofolio.

Apabila nilainya jelek, siswa diberi kesempatan lagi untuk memperbaikinya. Tetapi harus ditentukan waktu berapa lama memperbaikinya.

Jadwalkan pertemuan untuk membahas portopolio. Akan lebih baik kalau orang tua ikut diundang dan beri penjelasan tentang maksud dan tujuan portofolio, sehingga mereka dapat membantu dan memotivasi anaknya.

Penilaian tunggal tidak cukup untuk memberikan gambaran tentang kemampuan, ketrampilan, pengetahuan dan sikap seseorang. Lagi pula hasil tes tidak mutlak dan abadi karena siswa terus berkembang sesuai dengan pengalaman belajar yang dialaminya.

Drs. Tarmansyah, M.Pd




Baca selengkapnya...

INKLUSI PARADIGMA PENDIDIKAN DALAM MENYUKSESKAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN (EDUCATION FOR ALL)

Oleh

Drs. Tarmansyah, Sp.Th, M.Pd*

Pendidikan untuk semua (Education for all) merupakan tindak lanjut kesepakatan masyarakat dunia dalam kerangka aksi Dakar di Senegal tahun 2000, bahwa pendidikan untuk semua merupakan program jangka panjang Internasional tahun 2002 – 2015. Indonesia sebagai negara yang ikut terlibat dalam kesepakatan tersebut, bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan untuk semua.

Paradigma pendidikan di Indonesia menuju pendidikan inklusif (pendidikan untuk semua) yang telah dideklarasikan di Bandung dalam Lokakarya Nasional Pendidikan Inklusif tanggal 8 – 14 Agustus 2004. Dalam deklarasi tersebut tertuang tujuh mandat yang menjadi komitmen bagi semua pihak agar peduli terhadap anak-anak yang mengalami kebutuhan khusus : 1) menjamin setiap anak berkelainan mendapat kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan, 2) menjamin semua anak untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu tanpa perlakuan yang diskriminatif, 3) menyelenggarakan pendidikan untuk semua (inklusi) yang ditunjang kerjasama yang sinergi, 4) menciptakan lingkungan yang mendukung, 5) menjamin kebebasan bagi anak berkebutuhan pendidikan khusus, berinteraksi dengan siapapun, kapanpun dan dilingkungan manapun dengan meminimalkan hambatan, 6) mensosialisasikan pendidikan untuk semua, 7) menyusun rencana aksi dan pembiayaan untuk pemenuhan aksesibilitas.

Penegasan kembali tentang pendidikan untuk semua (pendidikan inklusif) yang disepakati dalam Simposium Internasional tentang : Inclision and Removal of Barries to Learning Participastion and Development, tanggal 26 – 29 September 2005 di Bukittinggi. Simposium yang diikuti lebih dari 30 negara tersebut memberikan dukungan dan mendorong terwujudnya pendidikan untuk semua di seluruh dunia.

Angka partisipasi pendidikan bagi anak yang membutuhkan pendidikan khusus secara prespektif masih sangat rendah (Data Direktorat PSLB tahun 2004/2005. Jumlah siswa SLB seluruh Indonesia 57.449 anak). Jika prevalensi anak berkebutuhan pendidikan khusus 5 % saja ( di AS menggunakan angka prevalensi 11,1 %) dari anak usia sekolah di Indonesia tahun 2004 diperkirakan 40 juta, maka sekitar 2 juta dari mereka adalah anak berkebutuhan pendidikan khusus. Kalau yang bersekolah di SLB/SDLB berjumlah 57.449 anak, berarti baru sekitar 3 % anak ditangani di SLB/SDLB. Jadi sekitar 97 % anak berkebutuhan khusus berada dalam seting non SLB/SDLB (mungkin mereka berada di sekolah reguler atau dirumah sendiri tanpa sekolah). Mereka belum mendapatkan layanan pendidikan, dengan demikian pelaksanaan wajib belajar pendididikan dasar sembilan tahun untuk semua anak, perlu mendapat perhatian semua pihak.

Kaitannya dengan kebutuhan tenaga guru pendidikan kebutuhan khusus: Jumlah guru pendidikan kebutuhan khusus atau guru SLB/SDLB di Indonesia menurut data Direktorat PSLB (2004/2005) sebanyak 15.615 orang. Dari jumlah tersebut yang berkualifikasi DII (SGPLB) berjumlah 6.833 orang (sekitar 43 %), D.III/SM berjumlah 742 orang (sekitar 6 %), S1 PLB berjumlah 4.140 orang (sekitar 26 %), dan lain-lain 3.900 orang (sekitar 25 %). Dari gambaran tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan tenaga guru pendidikan kebutuhan khusus dengan kualifikasi minimal S1, masih cukup tinggi, sekurang-kurangnya masih dibutuhkan 4.140 orang guru pendidikan kebutuhan khusus, belum lagi kebutuhan guru pembimbing khusus di sekolah-sekolah reguler untuk jenjang SD/MI dan SMP/MTsn, dalam upaya mendukung suksesnya penuntasan pendidikan untuk semua (wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun)

Fenomena Pendidikan Inklusif merujuk pada kebutuhan pendidikan untuk semua anak (Education for All) dengan fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemisahan. Pendidikan untuk semua berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial-emosional, linguistik atau kondisi lainnya.

Sekolah reguler jenjang pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTsn) dengan orientasi inklusi adalah lembaga yang paling efektif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua. Perlunya perhatian bagaimana sekolah-sekolah dapat dimodifikasi atau disesuaikan untuk meyakinkan bahwa pendidikan inklusif relevan dengan konteks lokal, memasukkan dan mendidik semua peserta didik dengan ramah dan pleksibel, sehingga mereka dapat berpartisipasi.

Penerapan sisitem pendidikan untuk semua ditujukan dalam pengembangan kebijakan, pengembangan kurikulum, pelatihan guru, kapasitas bangunan atau lokal, dan keterlibatan masyarakat serta kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

Sebagai dasar pengembangan pendidikan untuk semua di Sumatera Barat mengacu kepada akar budaya “Adat basandi sara, sara basandi Kitabullah” dengan melibatkan unsur-unsur tokoh masyarakat yang tergabung dalam tiga tungku sajarangan. Ninik Mamak, Cerdik Pandai, dan Alim Ulama

Beberapa Surat dalam Al Qur’an yang memberikan konsep keyakinan dalam pelaksanaan sistem pendidikan untuk semua:

Dalam Alqur’an: Surat Abasa (bermuka masam)

“ (1) Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, (2) karena telah datang seorang buta kepaanya, (3) tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), (4) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaan itu bermanfaat kepadanya...”

Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasullah SAW meminta ajaran-ajaran tentang Islam, lalu Rasullah SAW berpaling dan bermuka masam daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengahrapan agar pembesar Quraisy tersebut masuk Islam. Maka turunlah surat tersebut sebagai teguran Allah kepada RasulNya.

Selanjutnya konsep hak azasi manusia yang tertuang dalam kitab suci Alqur’an, dengan tidak membeda-bedakan antara mereka yang cacat dengan yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Surat An Nur (cahaya): ayat 61:

“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula)bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu...., Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahami,”

Makna yang tersurat pada ayat tersebut, bahwa Allah tidak membedakan kondisi, keadaan dan kemampuan seseorang, yang Allah bedakan adalah keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Kadang kala rasa kawatir apabila menerima mereka yang lemah (cacat) di sekolah reguler karena dianggap merugikan ditinjau dari hakekeat duniawi, dengan alasan apabila sekolah normal menerima anak cacat, maka peringkat sekolah akan menjadi turun dan tidak populer.

Surat An Nisa, ayat 9:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah da hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”

Dalam hal ini sistem pendidikan inklusif sudah tidak diragukan lagi untuk dilaksanakan dan bagi personal yang melaksanakannya dengan ikhlas, tugas ini akan menjadi ladang ibadah insya Allah.

Pendidikan inklusif di Indonesia mengacu kepada kebutuhan belajar untuk semua (education for all), dengan suatu fokus spesifik yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemahaman. Prinsip pendidikan inklusif pertama kali diadopsi pada konverensi dunia di Salamanca tentang pendidikan kebtuhan khusus:

Hildegun Olsen (2002 : 3) mengemukakan : “ Inclusive education means that schools should accommodate all children regardless of physical, intelletual, social emotional, linguistic or other condition. This should include disabled and gifted children, street and working children, children from rewmote or nomadic population, children from linguistic, ethnic or cultural minorities and childen from other disavantage or marginalised areas or group “ (The Salamca Statement and Framework for Action on Special Need Education, para. 3)

Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kodisi lainnya. Ini harus menckup anak-anak penyandang cacat dan berbakat, anak-anak jalanan dan pekerja, anak yang berasal dari popolasi terpencil atau yang berpindah-pindah, anak dari kelompok etnis minoritas, linguistik atau buaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termarjinalisasi.

Inti pendidikan inklusif (pendidikan untuk semua) adalah hak azasi manusia atas pendidikan yang dituangkan pada Deklarasi Hak Azasi manusia tahun 1949 yang sama pentingnya adalah hak anak agar tidak didiskriminasikan, hal ini dimuat dalam artikel 2 Konvensi Hak Anak (PBB, 1989). Suatu konsekwensi logis dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak didiskriminasikan dengan dasar kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain lain.

Dokumen-dokumen tersebut menggambarkan konsensus masyarakat dunia mengenai arah masa depan pendidikan bagi individu yang membutuhkan layanan khusus.

Peranan sekolah dalam pendidikdn inklusif. Agar inklusi menjadi kenyataan, maka pendidikdn inklusif harus mampu merubah dan menjamin semua pihak untuk membuktikan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Maka tugas dan kewajiban sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah, seperti yang dikemukakan Anupan Ahuya (2003) :

Mengubah sikap siswa, guru, orang tua dan masyarakat

Menjamin semua siswa mempunyai akses terhadap pendidikan dan mengikutinya secara rutin

Menjamin semua siswa diberi kurikulum penuh yang relevan dan menantang

Membuat rencana kelas untuk seluruhny

Menjamin dukungan dan bantuan yang tersedia (teman sebaya, guru, spesialis, orang tua dan masyarakat)

Menjamin semua siswa menyelesaikan sekolah dan mereka yang putus sekolah diberikan kesempatan untuk meneruskan sekolah.

Memperbaiki pencapaian dan kesuksesan semua siswa pada semua level

Menjamin pelatihan aktif berbsis sekolah

Menggunakan metode yang pleksibel dan mengubah kelompok belajar

Menjamin terlaknanya pembelajaran yang aktif

Menjamin adanya skspektasi yang tinggi bagi semua siswa

Sekolah inklusif ramah terhadap pembelajaran harus didasari oleh keyakinan bahwa semua anak dapat belajar, semua anak berbeda satu sama lain. Perbedaan yang terjadi harus dihargai, dengan demikian dalam pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama guru, orang tua dan masyarakat.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan lingkungan inklusif yang ramah terhadap pembelajaran, khususnya guru yang ramah dalam pembelajaran “wellcoming teachers” dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, seperti yang dikemukakan Hildegum Olsen (2002):

Menghargai anak tidak dilihat dari kecacatan atau kebutuhan pendidikan khususnya, namun dilihat dari kemampuan ata potensi yang bisa dikembangkan pada diri anak.

Persamaan yang ada pada siswa lebih penting daripada perbedaan, hinga menggunakan pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Memberikan kurikulum utama termasuk sain dan sain terapan, kelas-kelas praktik, matematika dan bidang akademik lainnya dengan membuat modifikasi yang sederhana dan rendah biaya.

Hak yang sama untuk anak berkebutuhan khusus dengan tujuan konsist ensi karir, minat dan kemampuan

Menjediakan tempat yang sesuai di kelas untuk anak berkebutuhan khusus dan menjamin kondisi untuk mendengar dan melihat dengan baik, sehingga guru bisa dengan mudah membantu mereka.

Memelihara atmosfir tenang dan bermanfaat dimana guru dan anak tidak terbebani atau stres.

Menjamin anak berkebutuhan khusus untuk tidak diabaikan tapi menjadi bagian integral kelas tersebut.

Suatu kelas yang berjalan secara kooperatif dengan tingkat kompetensi yang sewajarnya

Menciptakan suatu atmosfir dimana semua anak menawarkan dan menerima bantuan satu sama lain. Anak yang berkebutuhan khusus juga memberi dan menerima bantuan.

Suatu komunikasi dimana semua anak berpartisipasi di kelas dan memberikan kontribusi kepada mata pelajaran dengan sewajarnya.

Adanya peng pengakuan dari perguruan tinggi/universitas bahwa beberapa anak yang diharuskan melaksanakan sejumlah tugas dengan standar yang berbeda. Perbandingan dengan anak lain tidak diberikan standar terlalu tinggi

Menggunakan bermacam-macam metode termasuk seluruh pekerjaan kelas dan jenis kerja kelompok yang berbeda-beda

Merespon dengan positif terhadap pembelajaran di kelas dan tidak mengikuti bahan kurikulum secara kaku.

Menawarkan bantuan tambahan jika diperlukan kepada tiap individu dan kelompok kecil, tetapi bantuan dibatasi hanya pada perubahan terkecil dan dengan cara yang tidak mengganggu dan menarik diri jika anak tidak memerlukan bantuan.

Menemukan cara kreatif untuk menjamin semua anak ambil bagian dalam semua aktifitas.

Menawarkan pilihan-pilihan jika diperlukan

Menawarkan berbagai pilihan jika diperlukan

Mengidentifikasi berbagai cara untuk menganalisis dan mencatat kemajuan anak

Merencanakan program bersama-sama

Mengetahui kekuatan satu sama lain

Bertindak sebagai moderator, saling berkonsultasi dan bernegoisasi

Membangun konsensus

Bergiliran ketika bekerja sama

Kurikulum dalam pendidikan inklusif hendaknya disesusikan dengan kebutuhan anak. Selama ini anak dipaksakan harus mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu sekolah hendaknya memberikan kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak yang memiliki berbagai kemampuan, bakan dan minat.

Bagi anak yang membutuhkan layanan khusus disediakan dukungan berkesinambungan yang berkisar dari bantuan minimal di kelas reguler hingga progam pelajaran tambahan di sekolah itu dan bila diperlukan diperluan dengan penyediaan bantuan guru pembimbing khusus.

Adaptasi Kurikulum :

Untuk mengadaptasi kurikulum antara lain didasarkan pada:

Kebutuhan siswa secara individual.

Pengetahuan tentang teori belajar secara umum.

Pengetahuan tentang perlunya interaksi dan komunikasi untuk pembelajaran.

Pengetahuan tentang apa yang harus dipertimbangkan ketika mebuat penyesuaian.

Pengatahuan bagaimana kondisi khusus dan kecacatan dapat mempengaruhi belajar

Pengetahuan tentang pentingnya melakuksn penysuaian lingkngan.etahuan yang diperoleh dari hasil penelitian

Kondisi lingkungan dan budaya setempat

Kompetensi Guru

Memahami visi, misi dan tujuan pendidikan untuk semua

Memahami dan terampil menenali karakteristik anak

Mampu dan terampil melaksanakan asesmen, diagnosis dan evaluasi bidang pendidikan dan pengajaran

Memahami, menguasai isi materi, dan terampil praktek mengajar

Memahami dan terampil menyusun perencanaan dan pengelolan pambelajaran

Terampil dalam pengelolaan perilaku dan interaksi sosial siswa

Mampu mengadakan komunikasi dan kemitraan kolaborasi

Peranan Orangtua

Memberikan kesadaran kepada orang tua akan efek positif, tentang bantuan yang diberikan orang tua di rumah, sehingga tidak ada perbedaan antara rumah dan sekolah

Bahwa apa yang dilakukan orang tua berperan penting dalam pembelajaran dan perkembangan anak di rumah dan di sekolah

Mengundang orang tua untuk berdiskusi dan berpartisipasi tentang pekerjaan di sekolah, pekerjaan rumah, dan cara yang dapat dilakukan orang tua, sehingga relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Membantu orang tua untuk melihat cara anak berinteraksi dengan lingkungan akan mempengaruhi perkembangan sosial dan akademik.

Mengembangkan wawasan guru dan sekolah tentang kehidupan anak sehari-hari, mengurangi masalah psikologis sehingga kerjasama orang tua, guru agar pengalaman anak terintegrasi serta brmakna.

Baru-baru ini, yaitu tanggal 18 s/d 21 Desember 2006, beberapa daerah tingkat II dari Propinsi Aceh Darusalam mengadakan studi banding ke kota Payakumbuh untuk melihat dari dekat bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusif di kota tersebut dan panyajian materi tentang konsep-konsep pendidikan inklusif yang disampaikan secara kolaborasi oleh para praktisi dan pihak akademisi dari Jurusan PLB FIP UNP Padang

Kota Payakumbuh adalah salah satu kota di Sumatera Barat yang telah melaksanakan pendidikan inklusif (pendidikan untuk semua) dan telah diakui baik di tingkat nasioal maupun internasional.

Salah satu kunci keberhasilan kota Payakumbuh dalam melaksanakan pendidikan inklusif adalah adanya komitmen mulai dari walikota, kepala dinas pendidikan, kepala pusat sumber, praktisi di lapangan, akademisi dan semua pihak terhadap visi, misi dan tujuan pendidikan inklusif. Kesan para peserta dari Aceh tersebut:“ Ternyata lingkung inklusif itu menciptakan nuansa yang ramah terhadap pembelajaran untuk semua anak “

*Tarmansyah : Dosen Jurusan PLB FIP UNP Padang

Penulis Naskah,

Drs. Tarmansyah, Sp.Th, M.Pd



Baca selengkapnya...