Sabtu, 16 Mei 2009

INKLUSI PARADIGMA PENDIDIKAN DALAM MENYUKSESKAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN (EDUCATION FOR ALL)

Oleh

Drs. Tarmansyah, Sp.Th, M.Pd*

Pendidikan untuk semua (Education for all) merupakan tindak lanjut kesepakatan masyarakat dunia dalam kerangka aksi Dakar di Senegal tahun 2000, bahwa pendidikan untuk semua merupakan program jangka panjang Internasional tahun 2002 – 2015. Indonesia sebagai negara yang ikut terlibat dalam kesepakatan tersebut, bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan untuk semua.

Paradigma pendidikan di Indonesia menuju pendidikan inklusif (pendidikan untuk semua) yang telah dideklarasikan di Bandung dalam Lokakarya Nasional Pendidikan Inklusif tanggal 8 – 14 Agustus 2004. Dalam deklarasi tersebut tertuang tujuh mandat yang menjadi komitmen bagi semua pihak agar peduli terhadap anak-anak yang mengalami kebutuhan khusus : 1) menjamin setiap anak berkelainan mendapat kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan, 2) menjamin semua anak untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu tanpa perlakuan yang diskriminatif, 3) menyelenggarakan pendidikan untuk semua (inklusi) yang ditunjang kerjasama yang sinergi, 4) menciptakan lingkungan yang mendukung, 5) menjamin kebebasan bagi anak berkebutuhan pendidikan khusus, berinteraksi dengan siapapun, kapanpun dan dilingkungan manapun dengan meminimalkan hambatan, 6) mensosialisasikan pendidikan untuk semua, 7) menyusun rencana aksi dan pembiayaan untuk pemenuhan aksesibilitas.

Penegasan kembali tentang pendidikan untuk semua (pendidikan inklusif) yang disepakati dalam Simposium Internasional tentang : Inclision and Removal of Barries to Learning Participastion and Development, tanggal 26 – 29 September 2005 di Bukittinggi. Simposium yang diikuti lebih dari 30 negara tersebut memberikan dukungan dan mendorong terwujudnya pendidikan untuk semua di seluruh dunia.

Angka partisipasi pendidikan bagi anak yang membutuhkan pendidikan khusus secara prespektif masih sangat rendah (Data Direktorat PSLB tahun 2004/2005. Jumlah siswa SLB seluruh Indonesia 57.449 anak). Jika prevalensi anak berkebutuhan pendidikan khusus 5 % saja ( di AS menggunakan angka prevalensi 11,1 %) dari anak usia sekolah di Indonesia tahun 2004 diperkirakan 40 juta, maka sekitar 2 juta dari mereka adalah anak berkebutuhan pendidikan khusus. Kalau yang bersekolah di SLB/SDLB berjumlah 57.449 anak, berarti baru sekitar 3 % anak ditangani di SLB/SDLB. Jadi sekitar 97 % anak berkebutuhan khusus berada dalam seting non SLB/SDLB (mungkin mereka berada di sekolah reguler atau dirumah sendiri tanpa sekolah). Mereka belum mendapatkan layanan pendidikan, dengan demikian pelaksanaan wajib belajar pendididikan dasar sembilan tahun untuk semua anak, perlu mendapat perhatian semua pihak.

Kaitannya dengan kebutuhan tenaga guru pendidikan kebutuhan khusus: Jumlah guru pendidikan kebutuhan khusus atau guru SLB/SDLB di Indonesia menurut data Direktorat PSLB (2004/2005) sebanyak 15.615 orang. Dari jumlah tersebut yang berkualifikasi DII (SGPLB) berjumlah 6.833 orang (sekitar 43 %), D.III/SM berjumlah 742 orang (sekitar 6 %), S1 PLB berjumlah 4.140 orang (sekitar 26 %), dan lain-lain 3.900 orang (sekitar 25 %). Dari gambaran tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan tenaga guru pendidikan kebutuhan khusus dengan kualifikasi minimal S1, masih cukup tinggi, sekurang-kurangnya masih dibutuhkan 4.140 orang guru pendidikan kebutuhan khusus, belum lagi kebutuhan guru pembimbing khusus di sekolah-sekolah reguler untuk jenjang SD/MI dan SMP/MTsn, dalam upaya mendukung suksesnya penuntasan pendidikan untuk semua (wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun)

Fenomena Pendidikan Inklusif merujuk pada kebutuhan pendidikan untuk semua anak (Education for All) dengan fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemisahan. Pendidikan untuk semua berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial-emosional, linguistik atau kondisi lainnya.

Sekolah reguler jenjang pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTsn) dengan orientasi inklusi adalah lembaga yang paling efektif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua. Perlunya perhatian bagaimana sekolah-sekolah dapat dimodifikasi atau disesuaikan untuk meyakinkan bahwa pendidikan inklusif relevan dengan konteks lokal, memasukkan dan mendidik semua peserta didik dengan ramah dan pleksibel, sehingga mereka dapat berpartisipasi.

Penerapan sisitem pendidikan untuk semua ditujukan dalam pengembangan kebijakan, pengembangan kurikulum, pelatihan guru, kapasitas bangunan atau lokal, dan keterlibatan masyarakat serta kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

Sebagai dasar pengembangan pendidikan untuk semua di Sumatera Barat mengacu kepada akar budaya “Adat basandi sara, sara basandi Kitabullah” dengan melibatkan unsur-unsur tokoh masyarakat yang tergabung dalam tiga tungku sajarangan. Ninik Mamak, Cerdik Pandai, dan Alim Ulama

Beberapa Surat dalam Al Qur’an yang memberikan konsep keyakinan dalam pelaksanaan sistem pendidikan untuk semua:

Dalam Alqur’an: Surat Abasa (bermuka masam)

“ (1) Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, (2) karena telah datang seorang buta kepaanya, (3) tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), (4) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaan itu bermanfaat kepadanya...”

Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasullah SAW meminta ajaran-ajaran tentang Islam, lalu Rasullah SAW berpaling dan bermuka masam daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengahrapan agar pembesar Quraisy tersebut masuk Islam. Maka turunlah surat tersebut sebagai teguran Allah kepada RasulNya.

Selanjutnya konsep hak azasi manusia yang tertuang dalam kitab suci Alqur’an, dengan tidak membeda-bedakan antara mereka yang cacat dengan yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Surat An Nur (cahaya): ayat 61:

“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula)bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu...., Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahami,”

Makna yang tersurat pada ayat tersebut, bahwa Allah tidak membedakan kondisi, keadaan dan kemampuan seseorang, yang Allah bedakan adalah keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Kadang kala rasa kawatir apabila menerima mereka yang lemah (cacat) di sekolah reguler karena dianggap merugikan ditinjau dari hakekeat duniawi, dengan alasan apabila sekolah normal menerima anak cacat, maka peringkat sekolah akan menjadi turun dan tidak populer.

Surat An Nisa, ayat 9:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah da hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”

Dalam hal ini sistem pendidikan inklusif sudah tidak diragukan lagi untuk dilaksanakan dan bagi personal yang melaksanakannya dengan ikhlas, tugas ini akan menjadi ladang ibadah insya Allah.

Pendidikan inklusif di Indonesia mengacu kepada kebutuhan belajar untuk semua (education for all), dengan suatu fokus spesifik yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemahaman. Prinsip pendidikan inklusif pertama kali diadopsi pada konverensi dunia di Salamanca tentang pendidikan kebtuhan khusus:

Hildegun Olsen (2002 : 3) mengemukakan : “ Inclusive education means that schools should accommodate all children regardless of physical, intelletual, social emotional, linguistic or other condition. This should include disabled and gifted children, street and working children, children from rewmote or nomadic population, children from linguistic, ethnic or cultural minorities and childen from other disavantage or marginalised areas or group “ (The Salamca Statement and Framework for Action on Special Need Education, para. 3)

Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kodisi lainnya. Ini harus menckup anak-anak penyandang cacat dan berbakat, anak-anak jalanan dan pekerja, anak yang berasal dari popolasi terpencil atau yang berpindah-pindah, anak dari kelompok etnis minoritas, linguistik atau buaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termarjinalisasi.

Inti pendidikan inklusif (pendidikan untuk semua) adalah hak azasi manusia atas pendidikan yang dituangkan pada Deklarasi Hak Azasi manusia tahun 1949 yang sama pentingnya adalah hak anak agar tidak didiskriminasikan, hal ini dimuat dalam artikel 2 Konvensi Hak Anak (PBB, 1989). Suatu konsekwensi logis dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak didiskriminasikan dengan dasar kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain lain.

Dokumen-dokumen tersebut menggambarkan konsensus masyarakat dunia mengenai arah masa depan pendidikan bagi individu yang membutuhkan layanan khusus.

Peranan sekolah dalam pendidikdn inklusif. Agar inklusi menjadi kenyataan, maka pendidikdn inklusif harus mampu merubah dan menjamin semua pihak untuk membuktikan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Maka tugas dan kewajiban sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah, seperti yang dikemukakan Anupan Ahuya (2003) :

Mengubah sikap siswa, guru, orang tua dan masyarakat

Menjamin semua siswa mempunyai akses terhadap pendidikan dan mengikutinya secara rutin

Menjamin semua siswa diberi kurikulum penuh yang relevan dan menantang

Membuat rencana kelas untuk seluruhny

Menjamin dukungan dan bantuan yang tersedia (teman sebaya, guru, spesialis, orang tua dan masyarakat)

Menjamin semua siswa menyelesaikan sekolah dan mereka yang putus sekolah diberikan kesempatan untuk meneruskan sekolah.

Memperbaiki pencapaian dan kesuksesan semua siswa pada semua level

Menjamin pelatihan aktif berbsis sekolah

Menggunakan metode yang pleksibel dan mengubah kelompok belajar

Menjamin terlaknanya pembelajaran yang aktif

Menjamin adanya skspektasi yang tinggi bagi semua siswa

Sekolah inklusif ramah terhadap pembelajaran harus didasari oleh keyakinan bahwa semua anak dapat belajar, semua anak berbeda satu sama lain. Perbedaan yang terjadi harus dihargai, dengan demikian dalam pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama guru, orang tua dan masyarakat.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan lingkungan inklusif yang ramah terhadap pembelajaran, khususnya guru yang ramah dalam pembelajaran “wellcoming teachers” dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, seperti yang dikemukakan Hildegum Olsen (2002):

Menghargai anak tidak dilihat dari kecacatan atau kebutuhan pendidikan khususnya, namun dilihat dari kemampuan ata potensi yang bisa dikembangkan pada diri anak.

Persamaan yang ada pada siswa lebih penting daripada perbedaan, hinga menggunakan pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Memberikan kurikulum utama termasuk sain dan sain terapan, kelas-kelas praktik, matematika dan bidang akademik lainnya dengan membuat modifikasi yang sederhana dan rendah biaya.

Hak yang sama untuk anak berkebutuhan khusus dengan tujuan konsist ensi karir, minat dan kemampuan

Menjediakan tempat yang sesuai di kelas untuk anak berkebutuhan khusus dan menjamin kondisi untuk mendengar dan melihat dengan baik, sehingga guru bisa dengan mudah membantu mereka.

Memelihara atmosfir tenang dan bermanfaat dimana guru dan anak tidak terbebani atau stres.

Menjamin anak berkebutuhan khusus untuk tidak diabaikan tapi menjadi bagian integral kelas tersebut.

Suatu kelas yang berjalan secara kooperatif dengan tingkat kompetensi yang sewajarnya

Menciptakan suatu atmosfir dimana semua anak menawarkan dan menerima bantuan satu sama lain. Anak yang berkebutuhan khusus juga memberi dan menerima bantuan.

Suatu komunikasi dimana semua anak berpartisipasi di kelas dan memberikan kontribusi kepada mata pelajaran dengan sewajarnya.

Adanya peng pengakuan dari perguruan tinggi/universitas bahwa beberapa anak yang diharuskan melaksanakan sejumlah tugas dengan standar yang berbeda. Perbandingan dengan anak lain tidak diberikan standar terlalu tinggi

Menggunakan bermacam-macam metode termasuk seluruh pekerjaan kelas dan jenis kerja kelompok yang berbeda-beda

Merespon dengan positif terhadap pembelajaran di kelas dan tidak mengikuti bahan kurikulum secara kaku.

Menawarkan bantuan tambahan jika diperlukan kepada tiap individu dan kelompok kecil, tetapi bantuan dibatasi hanya pada perubahan terkecil dan dengan cara yang tidak mengganggu dan menarik diri jika anak tidak memerlukan bantuan.

Menemukan cara kreatif untuk menjamin semua anak ambil bagian dalam semua aktifitas.

Menawarkan pilihan-pilihan jika diperlukan

Menawarkan berbagai pilihan jika diperlukan

Mengidentifikasi berbagai cara untuk menganalisis dan mencatat kemajuan anak

Merencanakan program bersama-sama

Mengetahui kekuatan satu sama lain

Bertindak sebagai moderator, saling berkonsultasi dan bernegoisasi

Membangun konsensus

Bergiliran ketika bekerja sama

Kurikulum dalam pendidikan inklusif hendaknya disesusikan dengan kebutuhan anak. Selama ini anak dipaksakan harus mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu sekolah hendaknya memberikan kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak yang memiliki berbagai kemampuan, bakan dan minat.

Bagi anak yang membutuhkan layanan khusus disediakan dukungan berkesinambungan yang berkisar dari bantuan minimal di kelas reguler hingga progam pelajaran tambahan di sekolah itu dan bila diperlukan diperluan dengan penyediaan bantuan guru pembimbing khusus.

Adaptasi Kurikulum :

Untuk mengadaptasi kurikulum antara lain didasarkan pada:

Kebutuhan siswa secara individual.

Pengetahuan tentang teori belajar secara umum.

Pengetahuan tentang perlunya interaksi dan komunikasi untuk pembelajaran.

Pengetahuan tentang apa yang harus dipertimbangkan ketika mebuat penyesuaian.

Pengatahuan bagaimana kondisi khusus dan kecacatan dapat mempengaruhi belajar

Pengetahuan tentang pentingnya melakuksn penysuaian lingkngan.etahuan yang diperoleh dari hasil penelitian

Kondisi lingkungan dan budaya setempat

Kompetensi Guru

Memahami visi, misi dan tujuan pendidikan untuk semua

Memahami dan terampil menenali karakteristik anak

Mampu dan terampil melaksanakan asesmen, diagnosis dan evaluasi bidang pendidikan dan pengajaran

Memahami, menguasai isi materi, dan terampil praktek mengajar

Memahami dan terampil menyusun perencanaan dan pengelolan pambelajaran

Terampil dalam pengelolaan perilaku dan interaksi sosial siswa

Mampu mengadakan komunikasi dan kemitraan kolaborasi

Peranan Orangtua

Memberikan kesadaran kepada orang tua akan efek positif, tentang bantuan yang diberikan orang tua di rumah, sehingga tidak ada perbedaan antara rumah dan sekolah

Bahwa apa yang dilakukan orang tua berperan penting dalam pembelajaran dan perkembangan anak di rumah dan di sekolah

Mengundang orang tua untuk berdiskusi dan berpartisipasi tentang pekerjaan di sekolah, pekerjaan rumah, dan cara yang dapat dilakukan orang tua, sehingga relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Membantu orang tua untuk melihat cara anak berinteraksi dengan lingkungan akan mempengaruhi perkembangan sosial dan akademik.

Mengembangkan wawasan guru dan sekolah tentang kehidupan anak sehari-hari, mengurangi masalah psikologis sehingga kerjasama orang tua, guru agar pengalaman anak terintegrasi serta brmakna.

Baru-baru ini, yaitu tanggal 18 s/d 21 Desember 2006, beberapa daerah tingkat II dari Propinsi Aceh Darusalam mengadakan studi banding ke kota Payakumbuh untuk melihat dari dekat bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusif di kota tersebut dan panyajian materi tentang konsep-konsep pendidikan inklusif yang disampaikan secara kolaborasi oleh para praktisi dan pihak akademisi dari Jurusan PLB FIP UNP Padang

Kota Payakumbuh adalah salah satu kota di Sumatera Barat yang telah melaksanakan pendidikan inklusif (pendidikan untuk semua) dan telah diakui baik di tingkat nasioal maupun internasional.

Salah satu kunci keberhasilan kota Payakumbuh dalam melaksanakan pendidikan inklusif adalah adanya komitmen mulai dari walikota, kepala dinas pendidikan, kepala pusat sumber, praktisi di lapangan, akademisi dan semua pihak terhadap visi, misi dan tujuan pendidikan inklusif. Kesan para peserta dari Aceh tersebut:“ Ternyata lingkung inklusif itu menciptakan nuansa yang ramah terhadap pembelajaran untuk semua anak “

*Tarmansyah : Dosen Jurusan PLB FIP UNP Padang

Penulis Naskah,

Drs. Tarmansyah, Sp.Th, M.Pd



Tidak ada komentar: