Sabtu, 16 Mei 2009

PENDIDIKAN UNTUK SEMUA (PENDIDIKAN INKLUSIF) KESEPAKATAN MASYARAKAT DUNIA TERHADAP PENDIDIKAN

Oleh. Tarmansyah

Pendidikan Untuk Semua atau pendidikan inklusif, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi semua, anak-anak, remaja dan orang dewasa. Mereka dapat mengambil manfaatnya dari kesempatan pendidikan tersebut. Pendidikan untuk semua dirancang untuk dapat memenuhi kebutuhan minimal pendidikan dasar.

Untuk memenuhi kebutuhan belajar pada jenjang pendidikan dasar tersebut, diperlukan komitmen bersama dalam menata ulang pendidikan dasar yang selama ini dilaksanakan. Dalam penataan ulang tersebut diperlukan visi yang diperluas dengan melibatkan berbagai tingkatan sumber daya, struktur lembaga, kurikulum dan system yang menjembatani sistem pendidikan yang berlaku sekarang. Sejalan dengan penyesuaian tersebut, perlu dibangun dan dikembangkan praktek pembelajaran yang sudah berjalan selama ini.

Kesetaraan dan akses pendidikan dasar harus dipromosikan secara universal kepada semua pihak yang terkait. Pendidikan dasar harus diberikan untuk semua anak, remaja dan dewasa yang belum memperoleh pendidikan. Sekolah harus menerima semua anak dengan melibatkan siswa yang bearagam, serta memanfaatkan semua sumber yang ada di lingkungan sekolah.

Pendidikan dasar dicanangkan secara nasional yang difokuskan pada wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Pertanyaannya adalah: Apakah nantinya kesempatan-kesempatan pendidikan yang diperluas tersebut akan diterjemahkan menjadi pembangunan yang bermakna atau tidak untuk individu dan masyarakat ?. Hal tersebut sangat tergantung pada apakah mereka benar-benar belajar sebagai hasil dari kesempatan tersebut, yaitu apakah kesempatan-kesempatan tersebut menggabungkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dalam hidup dan kehidupan mereka, untuk mengantarkan anak-anak bangsa menuju kemandirian dalam hidup dan kehidupan sehingga dapat menikmati hasil pembangunan.



Dalam pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (pendidikan untuk semua), perlu memperluas sarana dan cakupan pendidikan dasar. Pada dasarnya pendidikan harus dimulai dari buaian sampai liang lahad, maksudnya belajar dimulai sejak lahir. Sementara ini pendidikan paling dini mulai antara tiga-empat tahun (PAUD), itupun baru dilaksanakan di kota-kota besar, berarti pendidikan anak terlambat rata-rata tiga tahun. Padahal selama tiga tahun banyak pengalaman pembelajaran yang bisa diperoleh anak tersebut. Dalam hal ini peranan orangtua dan masyarakat sangat mendukung proses perkembangan anak pada masa usia dini.

Pendidikan yang utama seyogianya dilaksanakan dalam keluarga sebagai jembatan bagi seorang anak untuk mengikuti pendidikan di luar keluarga yaitu sekolah. Dalam melaksanakan pendidikan, baik dalam keluarga maupun dalam sekolah, hendaknya didasarkan atas kebutuhan atau kemampuan masing individu anak. Kebutuhan belajar anak beragam berbeda antara satu anak dengan anak lainnya, dengan demikian pembelajaran harus dipenuhi melalui sistem pendekatan yang beragam pula. Asesmen perkembangan merupakan panduan untuk mengetahui kemampuan dan ketidak mampuan individu anak.

Panduan tersebut harus diinformasikan dan dikomunikasikan melalui aksi sosial agar dapat digunakan untuk membantu menyampaikan isu-isu pengetahuan tentang cara-cara mendidik, baik kepada orangtua, masyarakat dan para pendidik. Dalam hal ini pendidikan dilaksanakan untuk semua, oleh orangtua yang melaksanakan pendidikan dalam keluarga dan guru yang melaksanakan pendidikan dilingkungan sekolah. Apabila pendidikan anak hanya diserahkan kepada lembaga formal atau guru di sekolah, maka hasil yang diperoleh lebih dominan pada aspek perkembangan kognitif atau pengetahuan. Sementara perkembangan yang menjadi kebutuhan individu anak adalah holistik, selain aspek pengetahuan juga aspek ketaqwaan kepada Tuhan akhlak mulya, budi luhur, keterampilan, berkebangsaan.

Sebagai ilustrasi, sering kita jumpai dalam kehidupan di masyarakat, ketika seseorang dihadapkan kepada suatu permasalahan, tidak serta merta menganalisis secara holistik (melalui proses kecerdasan intelektual, akhlak mulya, budi luhur/kecerdasan emosional dan kecerdasan sepiritual), masalah diselesaikan secara instant, ada juga yang menyelesaikan masalahnya dengan hanya mengandalkan kekuatan fisik. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan upaya pengembangan berbagai kemampuan individu secara ter integrasi dan berkesinambungan, sehinga individu berkembang secara sempurna. Dalam hal ini lingkuangan masyarakat/orangtua mempunyai peran yang penting dalam proses perolehan pengalaman belajar bagi anak sejak usia dini.

Belajar tidak terjadi secara terpisah. Oleh karena itu perlu adanya upaya meningkatkan lingkungan untuk belajar, masyarakat harus menjamin bahwa semua anak memperoleh jaminan kesehatan, maka anak-anak harus mendapatkan gizi yang cukup, layanan kesehatan dan pembinaan dalam perkembangan emosi, sosial dan fisik, sehingga anak-anak dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan mendapat manfaat dari pendidikan yang mereka peroleh.

Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan atau Dinas Pendidikan, mempunyai kewajiban dalam melaksanakan pendidikan dasar (sembilan tahun) untuk semua anak, namun lembaga tersebut tentunya tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan, misalnya sumber daya manusia, finansial, kelengkapan kelembagaan dalam menuntaskan program tersebut. Maka diperlukan jalinan kemitraan dengan lembaga/instansi/organisasi terkait di semua level. Sehingga terjalin kerjasama yang harmonis, kuat, terpadu dan berkesinambungan.

Dengan terbinanya jalinan kemitraan yang kuat, dapat dikembangkan konteks kebijakan yang mendukung program pendidikan untuk semua (eduction for all). Kebijakan yang mendukung dalam sektor sosial, budaya dan ekonomi sangat diperlukan untuk merealisasikan sepenuhnya pelaksanaan pendidikan dasar untuk meningkatkan hidup dan kehidupan individu dan masyarakat.

Pendidikan untuk semua, tidak akan tercapai kecuali apabila system pendidikannya menempatkan program pendidikan inklusif bagi semua anak yang belajar, baik melalui jalur formal, non formal maupun informal.

Dalam upaya mewujudkan terealisasinya pendidikan untuk semua, tentu yang paling berkompeten dalam hal ini adalah dinas pendidikan. Program yang direncanakan harus didasarkan kepada data yang ada, berapa jumlah siswa yang telah terdaftar di sekolah jenjang pendidikan dasar?. Melalui upaya pendataan anak yang tidak bersekolah, mungkin terdaftar namun tidak belajar karena kemiskinan, jender, kecacatan, perbedaan budaya, etnis atau penderita HIV/AIDS, anak jalanan serta mereka yang termarjinalisasi.

Data tersebut hendaknya mencerminkan: Siapakah mereka?, Dimana tempat tinggal mereka?, Mengapa mereka tidak bersekolah ?. Berdasarkan data tersebut dapat diambil langkah untuk membuat kebijakan yang memudahkan mereka untuk masuk sekolah dan tetap sekolah.

Salah satu kebijakan yang memudahkan semua anak masuk sekolah adalah; mempromosikan sekolah-sekolah yang inklusi ramah terhadap pembelajaran, program pendidikan individual bagi anak yang berkebutuhan khusus dan tidak diskriminasi terhadap semua anak. Ini berarti perlu menggunakan pendekatan yang berorientasi pada bahwa semua orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidkan yang bekualitas.

Selanjutnya pihak sekolah dan masyarakat harus pro aktif mendukung program pendidikan untuk semua, yaitu secara aktif mencari anak-anak yang tidak bersekolah dan mencari solusi agar mereka dapat bersekolah serta mengupayakan agar mereka tetap bersekolah. Secara terpadu dan berkesinambungan antara institusi pemerintah setempat, komite atau asosiasi orangtua siswa dan guru, bahkan para siwa sendiri dapat melakukan pemetaan di masyarakat.

Kenyataan di lapangan, banyak guru dan juga orangtua siswa tidak menghendaki sekolah mereka dibarengi oleh anak-anak yang bermasalah atau kesulitan belajar karena kemiskinan, kecacatan, perbedaan etnis, atau terlibat narkoba. Sebagai guru dan orangtua

pada dasarnya harus turut bertanggungjawab terhadap pendidikan, tidak hanya anaknya sendiri, namun juga anak-anak tetangga. Para guru seharusnya juga mempunyai kainginan dan dapat memandang keanekaragaman di dalam sebuah kelas sebagai satu kesempatan bukan sebagai masalah.

Prof. Suyanto (Depdiknas. 2003) pada Simposium Internasional tentang Inklusi dan Penghapusan Hambatan untuk Belajar, Partisipasi dan Perkembangan, mengatakan “ Hambatan terbesar ke arah inklusi lebih disebabkan oleh masyarakat, bukan oleh gangguan medis tentu. Perilaku negatif terhadap perbedaan-perbedaan yang terjadi di masyarakat mengakibatkan diskriminasi dan bisa mengarah pada hambatan serius terhadap pembelajaran. Perilaku ini dapat berbentuk diskriminai sosial, kurangnya kesadaran sosial dan prasangka-prasangka tradisional”

Anak-anak yang terkucil dari pendidikan seringkali tidak terlihat, apabila terlihat mereka tidak diperhitungkan, kalaupun diperhitungkan mereka tidak dilayani. Lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran, sebenarnya membuat yang tidak nampak menjadi nampak dan memastikan semua siswa mendapatkan hak memperoleh pendidikan dengan kualitas yang baik.

Sheldon Shaffer. UNESCO Bangkok (2004), mengemukakan tentang pendidikan inklusif: “ ini berarti bahwa sekolah inklusif dan ramah terhadap anak tidak boleh hanya bepusat pada anak, tetapi juga menjangkau anak secara aktif di masyarakat bukan hanya di sekolah: mereka yang cacat serta mereka yang mengalami hambatan dalam komunikasi, dari jenis kelamin yang kurang beruntung, atau terpengaruh dampak kemiskinan atau HIV/AID, membantu mereka masuk sekolah dan kemudian mamastikan mereka tidak serta merta diasingkan dalam pembelajaran dan keberhasil di sekolah “

Mudjito AK, Msi (Depdiknas), dalam Konfernsi ICEVI Regional Asia Timur, Jominten (2/2005). Menyampaikan pandangannya tentang pendidikan Inkluf di Indonesia, sebagai berikut; “ Jauh sebelum manusia ada di bumi mengungkapkan perhatian mengenai pendidikan inklusif sebagai satu cara untuk menciptakan kesempatan yang sama untuk semua anak, remaja dan dewasa, kami telah mempunyai konsep mendasar tentang inklusi di Indonesia, dimana simbol Negara kami adalah Bhineka Tunggal Ika, dalam bahasa sangsekerta berarti Kesatuan dalam Perbedaan. Gelombang gerakan pendidikan inklusif telah mengingatkan kita bahwa esensi dari inklusi seharusnya diaplikasikan dalam pendidikan.

Saat ini kita sedang menyamakan cara pandang dalam pendidikan inklusif. Kita akan bahagia melihat anak-anak dengan perbedaan kemampuan dan karakter menjadi satu kesatuan dari bagian kehidupan normal. Kita akan bahagia melihat sekolah reguler sebagai sekolah yang ramah terhadap pembelajaran untuk semua anak. Dalam konteks yang lebih luas sebuah sekolah yang ramah terhadap pembelajaran, dan masyarakat yang ramah, dengan demikian kita semua menuju kearah yang sama menciptakan lingkungan ramah terhadap pembelajaran”

Peranan sekolah dalam pendidikan inklusif ramah terhadap pembelajaran. Agar pendidikan yang ramah menjadi kenyataan, maka pendidikan harus mampu merubah dan menjamin semua pihak untuk membuktikan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tersebut. Maka tugas dan kewajiban sekolah yang menyelenggarakan pendidikan yang ramah, seperti yang dikemukakan Anupan Ahuya (2003) :

Mengubah sikap siswa, guru, orang tua dan masyarakat menjadi sebuah lingkungan yang ramah dalam pembelajaran.

Menjamin semua siswa mempunyai akses terhadap pendidikan dan mengikutinya secara rutin

Menjamin semua siswa diberi kurikulum penuh yang relevan dengan kemampuan dan menantang sehingga tercipta kondisi pembelajaran yang aktif

Membuat rencana kelas untuk seluruhnya

Menjamin dukungan dan bantuan yang tersedia (teman sebaya, guru, spesialis, orang tua dan masyarakat)

Menjamin semua siswa menyelesaikan sekolah dan mereka yang putus sekolah diberikan kesempatan untuk meneruskan sekolah.

Memperbaiki pencapaian dan kesuksesan semua siswa pada semua level

Menjamin pelatihan aktif berbasis sekolah

Menggunakan metode yang pleksibel dan mengubah kelompok belajar

Menjamin terlaksananya pembelajaran yang aktif

Sekolah inklusif ramah terhadap pembelajaran harus didasari oleh keyakinan bahwa semua anak dapat belajar, semua anak berbeda satu sama lain. Perbedaan yang terjadi harus dihargai, dengan demikian dalam pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama guru, orang tua dan masyarakat.

Sekolah yang akrab terhadap anak, memfokuskan pada partisipasi dan pembelajaran tiap anak di sekolah daripada memfokuskan pada mata pelajaran dan ujian. Sekolah yang akrab terhadap guru, memfokuskan pada pembelajaran guru untuk mengajar semua anak lebih efektif dan menyenangkan. Guru juga belajar hal baru dari anak: Anak dan guru belajar bersama sebagai suatu komunitas belajar. Anak berada pada pusat pembelajaran dan didorong secara aktif untuk berpartisipasi dalam pembelajaran. Pembelajaran juga dalam upaya memenuhi kebutuhan dan minat guru, sehingga mereka berkeinginan dan mampu memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak.

Lingkungan yang inklusif dan akrab terhadap pembelajaran, didasarkan atas visi dan nilai yang dirumuskan secara bersama antara keluarga guru dan masyarakat, mereka terlibat dalam pembelajaran. Pembelajaran harus relevan dengan kehidupan sehari-hari anak, anak memegang tanggung jawab atas pembelajarannya.

Keterlibatan orangtua sangat membantu keberhasilan pelaksanaan pendidikan untuk semua. Dengan demikian perlu mendorong partisipasi orangtua dalam proses pembelajaran: Organisasi orangtua perlu dibentuk dengan hubungan terstruktur dengan para profesional. Orangtua perlu dilatih dalam perkembangan dan evaluasi program anak usia dini untuk anak mereka sendiri. Orangtua perlu didorong untuk menyiapkan dan mengelola penggunaan bahan ajar yang rendah biaya, termasuk mainan yang dibuat di daerah setempat dan materi tertulis dalam bentuk ceritera tradisional, lagu daerah atau puisi-puisi/ pantun.

Dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pembelajaran untuk semua anak, perlu dikembangkan alat-alat yang tepat untuk mengidentifikasi dan mengases dan mengevaluasi hasil pembelajaran untuk semua anak : Mengembangkan keterampilan screening fungsional pada tingkat sekolah, dan menyediakan fasilitas asesmen untuk memfasilitasi proses identifikasi dengan mudah. Memfokuskan asesmen, perkembangan dan akademik, kemampuan anak harus diakses tidak hanya tes standar tetapi asesmen berkelanjutan dengan menggunakan berbagai pendekatan.

Pusat sumber harus dibangun untuk memberikan dukungan dan layanan terdekat ke sekolah-sekolah dengan seting inklusi. Penyediaan waktu luang digunakan untuk keterampilam khusus bagi anak-anak yang membutuhkannya antara lain, braille, dan orientasi mobilitas untuk anak dengan gangguan penglihatan, bina bicara bagi anak dengan gangguan komunikasi, bina persepsi bunyi bagi anak dengan gangguan pendengaran, terapi okupasi bagi anak dengan gangguan gerak, terapi musik untuk anak dengan ganguan perilaku/emosi dan lain sebagainya.

Dalam menciptakan seting pembelajaran yang ramah di sekolah, diperlukan reformasi sistem formal menjadi sistem yang lebih tebuka. Dalam hal ini sekolah yang beradaptasi kepada kemampuan anak, daripada memaksa anak untuk menyesuaikan kepada sistem pendidikan (kurikulum) yang kaku. Bagaimana guru menyesuaikan program dan melaksanakan praktek pembelajaran terhadap beragam kebutuhan secara fleksibel, sambil mendorong siswa untuk ikut serta untuk belajar dan mencapai potensi mereka secara penuh. Kita bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan pembelajaran dimana semua anak dapat belajar dan merasa dilibatkan dalam komunitas belajar di dalam dan di luar kelas dan sekolah.

Penulis naskah,

Drs. Tarmansyah,Sp.Th, M.Pd

Dosen: Jurusan PLB FIP UNP Padang

Komp. PLB. Jl. Limau Manis Kec Pauh Padang 25164

Telp. (0751) 791422/ 791425/081267806150




Tidak ada komentar: