Jumat, 15 Mei 2009

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SD NEGERI 03 ALAI PADANG UTARA KOTA PADANG

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI

(Studi Pelaksanaan Pendidikan di Sekolah Ujicoba Sistem Pendidikan Inklusi )
ABSTRACT

This study is aimed to give description about the implementation of inclusive education in SDN 03 Alai Padang. The problems encountered in the field are: there is gep between the concept of inclusive education and application in the field, both viewed from the personal aspect of school community and supporting external factors in the implementation of inclusive education in there. Then, the problems are formulated as follow: How is the inclusive education in SD Negeri 03 Alai Padang implemented ?


The formulation of the problem is then made in three research questions: 1) Haw is the inclusive education implemented ? 2) What barriers is faced in the implementation of inclusive education ? 3) What the efforts done to overcome the barriers ?. The kind of study is descriptive that uses qualitative approach. The subyect of study are community of school and education official.

The result of study show the implementation of inclusive education has been yet as expected. The implementation of education in school still oriented on intrgrated education concept. The problems are bureaucracy of managemen, modification of curriculum, teacher, material/pre material and cooperation parents and society.

The effort has been done in stages, for example, there are specific counselor teachers, socialization of inclusive education in environment school.

Recommendation that is given are : school have to make the atmosphere more friendly, the curriculum have to be appropriate with the students’ needs, cooper
Kata Kunci : Pendidikan Inklusif

Pendahuluan

Fenomena Pendidikan Inklusif merujuk pada kebutuhan pendidikan untuk semua anak (Education for All) dengan fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemisahan. Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial-emosional, linguistik atau kondisi lainnya ( Tarmansyah, 2003)

Sekolah reguler dengan orientasi inklusif adalah lembaga yang paling efektif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua. Perlunya perhatian bagaimana sekolah-sekolah dapat dimodifikasi atau disesuaikan untuk meyakinkan bahwa pendidikan inklusi relevan dengan konteks lokal, memasukkan dan mendidik semua peserta didik dengan ramah dan pleksibel, sehingga mereka dapat berpartisipasi ( Hildegun, 2002)

Penerapan sisitem pendidikan inklusi ditujukan untuk pengembangan kebijakan, pengembangan kurikulum, pelatihan guru, kapasitas bangunan atau lokal, dan keterlibatan masyarakat serta kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

Salah satu sekolah yang ditetapkan sebagai sekolah uji coba pendidikan inklusi yang ditunjuk Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Barat adalah Sekolah Dasar Negeri 03 Alai, kecamatan Padang Utara.

Berdasarkan hasil identifikasi dan asesmen pihak SLB YPAC Sumatera Barat, ditetapkan dua orang anak tunanetra dianggap mampu untuk mengikuti pendidikan di SD reguler, maka selanjutnya bekerjasama adengan pihak SD Negeri 03, kedua anak tersebut dapat dicobakan untuk mengikuti pendidikan inklusi bersama anak-anak lainnya di sekolah tersebut.

Kegiatan belajar mengajar telah berlangsung sejak Februari 2003 dan evaluasi belajar telah dilaksanakan dengan hasil yang kurang memuaskan. Nilai rapor ke dua anak tersebut berada di bawah rata-rata.

Orang tua dari salah satu anak tersebut cenderung menyalahkan SLB yang mengirim anak mereka ke sekolah reguler, ketika orang tua tersebut menghadapi berbagai kendala selama anaknya mengikuti kegiatan di sekolah tersebut.

Ada beberapa orang guru di sekolah tersebut yang masih belum dapat menerima kehadiran anak tunanetra di kelasnya, dengan alasan mengganggu kegiatan belajar anak-anak lainnya. Sementara pihak birokrasi masih belum sepenuhnya memperhatkan mekanisme jalannya pelaksanaan pendidikan inklusi di sekolah tersebut.

Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri 03 Alai antara lain:

Guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar mengacu kepada Kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan khusus anak tunanetra

Latar belakang pendidikan guru pembimbing khusus tidak sesuai dengan Spesialisasi yang diambilnya, yaitu spesialisasi pendidikan anak tunarungu

Guru pembimbing khusus belum mempunyai keterampilan dalam menulis dan membaca huruf braille.

Orang tua dari anak tunanetra masih belum dapat menerima sepenuhnya anaknya mengikuti pendidikan di sekolah reguler.

Masih ada guru di sekolah reguler yang belum menerima kehadiran anak tunanetra di sekolahnya.

Orang tua anak-anak di sekolah terebut tidak setuju dengan kehadiran anak tunanetra belajar bersama anak mereka di sekolah tersebut.

Kepala sekolah dan pihak birokrasi belum memahami sepenuhnya visi, misi, tujuan dan tatalaksana sistem pendidikan inklusif.

Belum terbinanya kerjasama kemitraan antara sekolah tersebut dengan Sekolah Luar Biasa yang mengirim anak tersebut.

Berdasarkan fokus penelitian yang berorientasi pada pelakanaan pendidikan inklusif, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:

Bagaimana pelaksanaan kegiatan pendidikan inklusi di SD Negeri 03?

Kendala-kendala apa saja yang dihadapi SD Negeri 03 dalam melaksanakan kegiatan pendidikan inklusi?

Usaha-usaha apakah yang telah dilakukan SD Negeri 03 dalam mengatasi kendala pelaksanaan pendidikan inklusi?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara obyektif tentang pelaksanaan pendidikan inklusi, kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusi, dan usaha-usaha apakah yang telah dilakukan sekolah dalam mengatasi kendala pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri 03 Alai Padang Utara.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan pendidikan inklusif di Sumatera Barat, antara lain adalah:

Sebagai bahan informasi untuk pengembangan kebijaksanaan birokrasi dalam pelaksanaan sistem pendidikan inklusi di daerah

Sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum yang fleksibel sehingga dapat digunakan sesuai dengan kemampuan anak tunanetra dalam sistem pendidikan inklusi.

Sebagai bahan acuan dalam meningkatkan sumber daya tenaga kependidikan dalam sistem pendidikan inklusi.

Sebagai bahan acuan dalam upaya pengembangan pasilitas, sarana dan prasarana serta bangunan yang representati sebagai lembaga pendidikan yang inklusi.

Sebagai bahan acuan dalam pengembangan pola kerjasama kemitraan dalam pengembangan sistem pendidikan inklusi di daerah.

Sebagai bahan acuan dalam menyusun pedoman pelayanan sistem pendidikan inklusi di daerah.

Kajian Pustaka

Sebagai dasar pengembangan Sistem Pendidikan Inklusi di sumatera Barat mengacu kepada akar budaya “Adat basandi sara, sara basandi Kitabullah” dengan melibatkan unsur-unsur tokoh masyarakat yang tergabung dalam tiga tungku sajarangan. Ninik Mamak, Cerdik Pandai, dan Alim Ulama

Beberapa Surat dalam Al Qur’an yang memberikan konsep dasar keyakinan dalam pelaksanaan Sistem Pendidikan Inklusif:

Dalam Alqur’an: Surat Abasa (Ia bermuka masam)

“ (1) Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, (2) karena telah datang seorang buta kepaanya, (3) tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), (4) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaan itu bermanfaat kepadanya...”

Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasullah SAW meminta ajaran-ajaran tentang Islam, lalu Rasullah SAW berpaling dan bermuka masam daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengahrapan agar pembesar Quraisy tersebut masuk Islam. Maka turunlah surat tersebut sebagai teguran Allah kepada RasulNya.

Selanjutnya konsep hak azasi manusia yang tertuang dalam kitab suci Alqur’an, dengan tidak membeda-bedakan antara mereka yang cacat dengan yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Surat An Nur (cahaya): ayat 61:

“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula)bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu...., Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahami,”

Makna yang tersurat pada ayat tersebut, bahwa Allah tidak membedakan kondisi, keadaan dan kemampuan seseorang, yang Allah bedakan adalah keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Kadang kala rasa kawatir apabila menerima mereka yang lemah (cacat) di sekolah reguler karena dianggap merugikan ditinjau dari hakekeat duniawi, dengan alasan apabila sekolah normal menerima anak cacat, maka peringkat sekolah akan menjadi turun dan tidak populer.

Surat An Nisa, ayat 9:

“Dan hendaklah takkut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah da hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”

Dalam hal ini sistem pendidikan inklusif sudah tidak diragukan lagi untuk dilaksanakan dan bagi personal yang melaksanakannya dengan ikhlas tugas ini akan menjadi ladang ibadah (Moch Sholeh, 2002)

Pendidikan inklusif di Indonesia mengacu kepada kebutuhan belajar untuk semua (education for all), dengan suatu fokus spesifik yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemahaman. Prinsip pendidikan inklusif pertama kali diadopsi pada konverensi dunia di Salamanca tentang pendidikan kebtuhan khusus tahun 1994:

Hildegun Olsen (2002 : 3) mengemukakan : “ Inclusive education means that schools should accommodate all children regardless of physical, intelletual, social emotional, linguistic or other condition. This should include disabled and gifted children, street and working children, children from rewmote or nomadic population, children from linguistic, ethnic or cultural minorities and childen from other disavantage or marginalised areas or group “ (The Salamca Statement and Framework for Action on Special Need Education, para. 3)

Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kodisi lainnya. Ini harus menckup anak-anak penyandang cacat dan berbakat, anak-anak jalanan dan pekerja, anak yang berasal dari popolasi terpencil atau yang berpindah-pindah, anak dari kelompok etnis minoritas, linguistik atau buaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termarjinalisasi.

Inti pendidikan inklusif adalah hak azasi manusia atas pendidikan yang dituangkan pada Deklarasi Hak Azasi manusia tahun 1949 yang sama pentingnya adalah hak anak agar tidak didiskriminasikan, hal ini dimuat dalam artikel 2 Konvensi Hak Anak (PBB, 1989). Suatu konsekwensi logis dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak didiskriminasikan dengan dasar kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain lain.

Dokumen-dokumen tersebut menggambarkan konsensus masyarakat dunia mengenai arah masa depan pendidikan bagi individu yang membutuhkan layanan khusus.

Acuan formal yang sudah ada di Indonesia adalah : Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1968, tentang Pendidikan Terpadu bagi anak cacat, Bab I, pasal 1:

Pendidikan Terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan.

Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tahun 2003, tentang pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus (RPP-PK dan PLK) Bab I, pasal 1 ayat (7): Pendidikan Inklusi adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Tujuan pendidikan inklusif mengacu kepada UU No 20, tahun 2003, Sisdiknas Pasal 1, ayat 1 : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulya dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sementara tujuan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang tertuang dalam peraturan pemerintah tahun 2003, tentang pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus (RPP-PK dan PLK) Bab II, pasal 2 : Tujuan Pendidikan :

Pendidikan bagi peserta didik berkelainan bertujuan mengembangkan potensi pesertan didik yang memiliki kelainan fisik, emosional dan atau sosial agar menjadi menusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulya, sehat, berilmu, cekap, kratif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.

Pasal 12 Pendidikdn Terpadu dan Inklusi :

(1) Pendidikan Terpadu dan Inklusi bertujuan memberi kesempatan kepada peserta didik berkelainan untuk mengikuti pendidikan secara terintegrasi melalui sistem persekolahan reguler dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan pendidikan.

(2) Pendidikan Terpadu dan Inklusi dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan dasar, menengah dan tinggi.

(3) Penyelengaraan Pendidikan Terpadu dan Inklusi dapat melibatkan satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan sesuai dengan kemampuan sekolah.

(4) Sekolah yang menyelenggarakan Pendidikan Terpadu dan Inklusi perlu menyediakan tenaga serta sarana dan prasarana khusus yang diperlukan peserta didik berkelainan.

(5) Peserta didik yang mengikuti Pendidikan Terpadu dan Inklusi brhak mendapat penilaian secara khusus sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik yang bersangkutan

(6) Pemerintah mengupayakan insentif bagi sekolah yang menyelengarakan Pendidikan Terpadu dan Inklusi.

(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur oleh Menteri dan atau Pemerintah Daerah.

Pendidikan inklusi merupakan proses menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, dengan memanfaatkan semua sumber yang ada untuk memberikan kesempatan belajar dalam mempersiapkan mereka untuk dapat menjalani hpaidup dan kehidupan.

Peranan sekolah dalam pendidikdn inklusif. Agar inklusi menjadi kenyataan, maka pendidikdn inklusif harus mempu merubah dan menjamin semua pihak untuk membuktikan keberasilan penyelenggaraan pendidikan. Maka tugas dan kewajiban sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah, seperti yang dikemukakan Anupan Ahuya (2003) :

Mengubah sikap siswa, guru, orang tua dan masyarakat

Menjamin semua siswa mempunyai akses terhadap pendidikan dan mengikutinya secara rutin

Menjamin semua siswa diberi kurikulum penuh yang relevan dan menantang

Membuat rencana kelas untuk seluruhny

Menjamin dukungan dan bantuan yang tersedia (teman sebaya, guru, spesialis, orang tua dan masyarakat)

Menjamin semua siswa menyelesaikan sekolah dan mereka yang putus sekolah diberikan kesempatan untuk meneruskan sekolah.

Memperbaiki pencapaian dan kesuksesan semua siswa pada semua level

Menjamin pelatihan aktif berbsis sekolah

Menggunakan metode yang pleksibel dan mengubah kelompok belajar

Menjamin terlaknanya pembelajaran yang aktif

Menjamin adanya skspektasi yang tinggi bagi semua siswa

Sekolah inklusif harus didasari oleh keyakinan bahwa semua anak dapat belajar, semua anak berbeda satu sama lain. Perbedaan yang terjadi harus dihargai, dengan demikian dalam pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama guru, orang tua dan masyarakat.

Sementara menurut PP No. 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi anak cacar, yang dimaksud anak cacat pada Bab I, pasal 1 (b) sebagai berikut:

Anak cacat ialah anak yang mempunyai kelainan jasmani dan atau rohani yang terdiri dari cacat netra, cacat rungu, cacat grahita , cacat daksa, cacat laras dan oleh karenanya dapat mengganggu pertubuhan dan perkembangan baik jasmani, rohani dan atau sosial sehingga tidak dapat mengikuti pendidikan dengan wajar.

Kompetensi guru untuk pendidikan inklusif, mengacu kepada karakteristik inklusi dengan anak yang berusia sama menjadi anggo kelas yang sama, saling tolong menolong dan berbagi pengalaman, mereka mempunyai rasa memikili penglaman keberhasilan, sehinggan mampu mengembangkan sikap toleransi dan sikap empati.

Dalam kegiatan pembelajaran, guru sebagai pasilitator dan motivator, sehingga dapat menyehkan tugas dan tanggung jawab kepada anak itu sendiri dan mendorong terjadinya pembelajaran aktig untuk semua anak.

Miriam D Skjorten (2003 :4) mengemukakan beberapa hal yang harus diupayakan guru dalam pelaksnaan pendidikan inklusi ramah terhadap pembalajaran:

Menunjukan perasaan positif, tunjukkan bahwa anda menyayangi semua anak

Menysuaikan dengn kondisi anak dan ikuti keinginan mereka, bahas dengan anak terebut tentang hal-hal yang berkaitan dengannya dan upayakan untuk bisa berdialog dengan skspresi, pearasaan, teratur dan suara yang ramah.

Berikan pujian dan pengakuan dari hal-hal yang bisa dilakukan anak, bantu anak untuk memfokuskan perhatiannya sehingga anda dapat bersama-sama berkembang di dalam lingkungn sendiri.

Jelaskan secara logis dan prkatis tentang pengalaman anak di dunia luar dengan mengambarkan hal-hal yang dialami bersama-sama dan tunjukkan perasaan dan antusias.

Jabarkan dan jelaskan tentang hal-hal yang anda alami bersama-sama anak, bantu anak untuk mengontrol sendiri dengan menetapkan batasan dengan cara positif mengarahkannya, memberikan alternatif dan dengan merencanakan berbagai hal secara bersama-sama.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan lingkungan inklusif yang ramah terhadap pembelajaran, khususnya guru yang ramah dalam pembelajaran “wellcoming teachers” dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, seperti yang dikemukakan Hildegum Olsen (2002):

Menghargai anak tidak dilihat dari kecacatan atau kebutuhan pendidikan khususnya, namun dilihat dari kemampuan ata potensi yang bisa dikembangkan pada diri anak.

Persamaan yang ada pada siswa lebih penting daripada perbedaan, hinga menggunakan pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Memberikan kurikulum utama termasuk sain dan sain terapan, kelas-kelas praktik, matematika dan bidang akademik lainnya dengan membuat modifikasi yang sederhana dan rendah biaya.

Hak yang sama untuk anak berkebutuhan khusus dengan tujuan konsist ensi karir, minat dan kemampuan

Menjediakan tempat yang sesuai di kelas untuk anak berkebutuhan khusus dan menjamin kondisi untuk mendengar dan melihat dengan baik, sehingga guru bisa dengan mudah membantu mereka.

Memelihara atmosfir tenang dan bermanfaat dimana guru dan anak tidak terbebani atau stres.

Menjamin anak berkebutuhan khusus untuk tidak diabaikan tapi menjadi bagian integral kelas tersebut.

Suatu kelas yang berjalan secara kooperatif dengan tingkat kompetensi yang sewajarnya

Menciptakan suatu atmosfir dimana semua anak menawarkan dan menerima bantuan satu sama lain. Anak yang berkebutuhan khusus juga memberi dan menerima bantuan.

Suatu komunikasi dimana semua anak berpartisipasi di kelas dan memberikan kontribusi kepada mata pelajaran dengan sewajarnya.

Adanya peng pengakuan dari perguruan tinggi/universitas bahwa beberapa anak yang diharuskan melaksanakan sejumlah tugas dengan standar yang berbeda. Perbandingan dengan anak lain tidak diberikan standar terlalu tinggi

Menggunakan bermacam-macam metode termasuk seluruh pekerjaan kelas dan jenis kerja kelompok yang berbeda-beda

Merespon dengan positif terhadap pembelajaran di kelas dan tidak mengikuti bahan kurikulum secara kaku.

Menawarkan bantuan tambahan jika diperlukan kepada tiap individu dan kelompok kecil, tetapi bantuan dibatasi hanya pada perubahan terkecil dan dengan cara yang tidak mengganggu dan menarik diri jika anak tidak memerlukan bantuan.

Menemukan cara kreatif untuk menjamin semua anak ambil bagian dalam semua aktifitas.

Menawarkan pilihan-pilihan jika diperlukan

Menawarkan berbagai pilihan jika diperlukan

Mengidentifikasi berbagai cara untuk menganalisis dan mencatat kemajuan anak

Merencanakan program bersama-sama

Mengetahui kekuatan satu sama lain

Bertindak sebagai moderator, saling berkonsultasi dan bernegoisasi

Membangun konsensus

Bergiliran ketika bekerja sama

Kurikulum dalam pendidikan inklusif hendaknya disesusikan dengan kebutuhan anak. Selama ini anak dipaksakan harus mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu sekolah hendaknya memberikan kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak yang memiliki berbagai kemampuan, bakan dan minat.

Bagi anak yang membutuhkan layanan khusus disediakan dukungan berkesinambungan yang berkisar dari bantuan minimal di kelas reguler hingga progam pelajaran tambahan di sekolah itu dan bila diperlukan diperluan dengan penyediaan bantuan guru pembimbing khusus.

Metode Penelitian

Lokasi Sekolah Dasar Negeri 03 Alai Kecamatan Padang Utara, tepat dipinggir jalan raya JI. Gaja Mada. Sekolah ini adalah gabungan dari lima buah SD Negeri termasuk SD Regrouping. Kondisi gedungnya cukup representatif. Sekolah ini dijadikan sekolah ujicoba Pendidikan Inklusi di kota Padang, yang dilatar belakangi dengan adanya SLB YPAC Sumatera Barat yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, diantaranya ada dua anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra).

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif, hal ini didukung oleh: Suharsimi Arikunto (1993:309) yang mengemukakan:”Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status sesuatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala yang menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan”.

Penelitian kualitatif menurut Rochman Natawidjaya (1995:57) adalah: “Penelitian yang bermaksud menggambarkan atau menerapkan fenomena sebagaimana adanya dengan menggunakan klasifikasi untuk menata fenomena tersebut dalam suatu keseluruhan yang bermakna”.

Subyek dalam penelitian ini adalah personal yang ada di lingkungan SD Negeri 03 Alai yang meliputi: Kepala sekolah, guru kelas, guru pembimbing khusus, guru bidang studi, orang tua, anak tunanetra yang mengikuti pendidikan inklusi, tenaga tata usaha, kepala cabang dinas pendidikan, dan pihak-pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan Pendidikan Inklusi di lingkungan SD Negeri 03 Alai Padang.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara untuk mengumpulkan data penelitian ini Moh. Nazir (1983) mengemukakan bahwa” Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara sipenanya dengan menggunakan pedoman wawancara.

Menurut Imron Arifin (1996:69) bahwa Observasi adalah suatu upaya pengamatan baik langsung maupun tidak langsung dengan tujuan memperoleh konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktifitas organisasi, perasaan, mnotivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya”.

Teknik analisis data mengacu kepada tujuan penelitian yaitu menyusun jawaban terhadap tujuan penelitian yang dilaksanakan. Dalam hal ini Suharsimi Arikunto (1993) mengemukakan bahwa analisis data merupakan proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskam, mengabstraksikan, mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional untuk menampilan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam menyusun jawaban terhadap tujuan penelitian.

Keabsahan data yang akan dihasilkan ditempuh dengan beberapa langkah seperti dikemukakan oleh Lexi. J. Moleong (1998), bahwa keabsahan data yang diperoleh dari lapangan diperiksa melalui kriteria dan teknik tertentu. Maka dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan data. Lexi Moleong (1998:178).

Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian didasarkan atas pertanyaan yang dikemukakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri 03 Alai Padang ?

Kendala-kendala apa yang dihadapi oleh SD Negeri 03 dalam pelaksanaan pendidikan inklusi?

Usaha-usaha apakah yang telah dilakukan oleh SD Negeri 03 dalam mengatasi kendala dalam pelaksanaan pendidikan inklusi?

Dari deskripsi hasil penelitian tersebut, selanjutnya secara berurutan akan dibahas. Adapun pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:

Bahwa pendidikan inklusi berarti sekloah harus mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kondisi lainnya.(Tarmansyah, 2003).

Di SD Negeri 03 Alai Padang sampai saat ini baru satu jenis gangguan yang diterima yaitu gangguan penglihatan sebanyak dua orang. Sementara pihak sekolah belum berupaya untuk menerima anak dengan gangguan lainnya.

Kepmen No 002/U/1968 tentang pendidikan terpadu bagi anak cacat. Bab 1 Pasal 1 : Pendidikan terpadu ialah model penyelenggaraan pendidikan program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangutan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka SD Negeri 03 Alai Padang dalam kegiatannya memberikan layanan pendidikan kepada anak dengan gangguan penglihatan, dengan mengacu kepada kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut, maka sekolah tersebut dalam pelaksanaannya menyelenggarakan pendidikan terpadu, belum menyelenggarakan pendidikan inklusi sesuai dengan konsep yang ada. Pihak sekolah belum mempunyai pedoman atau petunjuk pelaksanaan sistem pendidikan inklusi secara formal.

Tujuan pendidikan inklusi yang tercantum dalam RPP.Pasal 12. Antara lain: (1) pendidikan Terpadu dan Inklusi bertujuan memberi kesempatan kepada peserta didik berkelainan untuk mengikuti pendidik secara terintegrasi melalui sistem persekolahan reguler dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan pendidikan.

(4) Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi perlu menyediakan tenaga serta sarana dan prasarana khusus yang diperlukan peserta didik berkelainan. Untuk peserta didik berkelainan yang mengikuti pendidikan di SD Negeri 03, Tenaga yang disediakan adalah guru pembimbing khusus, permasalahannya guru tersebut berletar belakang pendidikan tunarungu, sehingga tidak memiliki keterampilan dalam penanganan anak tunananetra, namun sudah berusaha mempelajari braille dan orientasi mobilitas, selanjutnya pihak sekolah belum menyediakan sarana, prasarana khusus, baik untuk kegiatan belajar mengajar, maupun untuk latiahn orientasi mobilitas. Namun sebuah ruangan khusus sudah disediakan untuk memberikan layanan individual.

Kompetensi guru yang terlibat dalam sistem pendidikan inklusi, seperti adengan kebutuhan anak, memberikan pujian dan pengakuan kepada anak, memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan perasaan, tidak semua anak terlibat, persamaan hak sesuai dengan kebutuhan.

Dalam hal ini berdasarkan deskripsi hasil penelitian menunjukkan guru-guru, baik guru kelas maupun guru pembimbing khusus belum mencerminkan suasana guru yang ramah (wellcoming school), mereka belum mendapatkan sosialisasi dan pelatihan tentang bagaimana menjadi guru yang ramah.

Menyediakan tempat yang sesuai di kelas untuk anak berkebutuhan khusus dan menjamin kondisi anak mamapu menerima informasi dari guru. Menciptakan suatu atmosfir dimana semua anak menawarkan dan menerima bantuan satu sama lain. Menggunakan berbagai macam metode pendekatan sesuai dengan kebutuhan anak dan lingkungannya, merencanakan program bersama-sama ( Miriam. D, 2002)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurikulum yang digunakan guru adalah kurikulum reguler, guru masih belum memahami cara mengasesmen kemampuan anak dengan gangguan penglihatan, kurikulum belum domodifikasi oleh guru sesuai dengan kebutuhan anak, demikian juga metode yang digunakan guru dalam mengajar sifatnya masih klasikal, belum memberikan layanan individual.

Menurut Heldegum Olesn (2003) ; Bagi anak yang membutuhkan layanan pendidikan khusus disediakan dukungan yang berkesinambungan berupa bantuan minimal di kelas reguler. Untuk pembelajaran diberikan secara individual sesuai dengan kebutuhannya.

Anak tunanetra yang mengikuti pendidikan di sekolah tersebut, tidak mendapatkan layanan latihan menulis braille dan latihan orientasi mobilitas. Guru pembimbing khusus yang ada tidak mempunyai keterampilan tersebut, karena latar belakang pendidikanya spesislisasi tunarungu.

Kaitannya dengan keberhasilan manajemen Sekolah menurut Siagian (1987 : 2) Kemampuan dan kemahiran seorang pejabat pimpinan pengambil keputusan yang rasional, logis, realstik dan prgmatis merupakan salah satu tolok ukur utama dalam mengukur keberhasilan. Keberhasilan yang diperoleh sekolah belum optimal, antara lain belum adanya aturan formal yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.

Simpulan dan saran

Pelaksanaan pendidikan inklusif di SD Negeri 03 Alai Padang, masih belum terlaksanan dengan baik, yaitu; masih dalam bentuk sistem pendidikan terpadu. Kendala yarng dihadapi oleh warga sekolah maupun pihak birokrasi, yaitu; belum adanya acuan formal tentang pelaksanaan pendidikan inklusif. Usaha warga sekolah dan pihak birokrasi sudah ada yaitu; mengadakan guru pembimbing khusus di sekolah, mengikuti kegiatan sosialisasi pendidikan inklusif.

Adaptasi Kurikulum :

Untuk mengadaptasi kurikulum antara lain didasarkan pada:

Kebutuhan siswa secara individual.

Pengetahuan tentang teori belajar secara umum.

Pengetahuan tentang perlunya interaksi dan komunikasi untuk pembelajaran.

Pengetahuan tentang apa yang harus dipertimbangkan ketika mebuat penyesuaian.

Pengatahuan bagaimana kondisi khusus dan kecacatan dapat mempengaruhi belajar

Pengetahuan tentang pentingnya melakuksn penysuaian lingkngan.etahuan yang diperoleh dari hasil penelitian

Kondisi lingkungan dan budaya setempat

Kompetensi Guru

Memahami visi, misi dan tujuan pendidikan inklusif

Memahami dan terampil menenali karakteristik anak

Mampu dan terampil melaksanakan asesmen, diagnosis dan evaluasi bidang pendidikan dan pengajaran

Memahami, menguasai isi materi, dan terampil praktek mengajar

Memahami dan terampil menyusun perencanaan dan pengelolan pambelajaran

Terampil dalam pengelolaan perilaku dan interaksi sosial siswa

Mampu mengadakan komunikasi dan kemitraan kolaborasi

Peranan Orangtua

Memberikan kesadaran kepada orang tua akan efek positif, tentang bantuan yang diberikan orang tua di rumah, sehingga tidak ada perbedaan antara rumah dan sekolah

Bahwa apa yang dilakukan orang tua berperan penting dalam pembelajaran dan perkembangan anak di rumah dan di sekolah

Mengundang orang tua untuk berdiskusi dan berpartisipasi tentang pekerjaan di sekolah, pekerjaan rumah, dan cara yang dapat dilakukan orang tua, sehingga relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Membantu orang tua untuk melihat cara anak berinteraksi dengan lingkungan akan mempengaruhi perkembangan sosial dan akademik.

Mengembangkan wawasan guru dan sekolah tentang kehidupan anak sehari-hari, mengurangi masalah psikologis, sehingga kerjasama orang tua, guru agar pengalaman anak terintegrasi secara bermakna.

DAFTAR PUSTAKAN

Asmar, Ali. (1998) Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Sekolah, Padang : Proyek SMU Kanwil Depdikbud Sumatera Barat

Depdikbud. (1996) Petunjuk Administrasi SMU, Jakarta : Dirjen PDM

Depdiknas (2003) Undung-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Depdiknas

Depdiknas (2004) Rancangan Peraturan Pemerintah PKKh dan PLH, Jakarta: Depdiknas

Hildegum Olsen, (2003) Pendidikan Inklusif suatu Strategi manuju Pendidikan untuk Semua (Materi Lokakarya) Mataram : Direktorat PSLB

Imron Arifin (1996) Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan, Malang : Kalimahat Press

Lexi. J. Moleong, (1988) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya

Miriam.D. Skjorten, (2002), Peran Universitas dalam Mempromosikan Pendidikan Untuk Semua dalam Laingkungan yang Akrab dan Inklusif, Mataram : Direktorat PSLB

Moh. Natsir, (1983), Metodologi Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia

Moch Soleh, (2002) Proses Menciptakan Pendidikan Inklusif dan Lingkungan Pembelajaran yang Akrab di Sekolah Dasar, Mataram : Direktorat PSLB

Rochman Natawidjaya, (1995), Penelitian Bagi Guru PLB, Jakarta: Depdikbud

Suharsimi Arikunto, (1993) Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta

Siagian, (1997) Teori dan Praktik Pengabilan Keputusan, Jakarta : CV Haji Masagung

Tarmansyah, (2003), Penyiapan Tenaga Kependidikan dalam Kerangka Pendidikan Inklusif, Surabaya : Makalah Temu Ilmiah Nasional

.................., (2003) Pendidikan Inklusif di Sumatera Barat, Padang: Depdiknas Prop Sumbar

1 komentar:

andro bayu g k mengatakan...

Bagaimana pengelolaan (manajemen) pendidikan inklusi yg ideal?