Sabtu, 16 Mei 2009

ADA SEKOLAH INKLUSIF DAN TIDAK INKLUSIF Merangkul Perbedaan dalam Mewujudkan Lingkungan Ramah terhadap Pembelajaran


Oleh. Drs Tarmansyah, Sp.Th, M.Pd

Pendidikan inklusif adalah falsafah dalam perubahan paradigma pendidikan yaitu dengan melibatkan semua anak untuk mendapatkan layanan pendidikan di sekolah. Berdasarkan kesepakatan internasional, bahwa semua sekolah dapat menerima semua anak tanpa diskriminasi. Indonesia telah meratifikasa dan mendeklarasikan hal tersebut di Bandung pada loka karya Nasional yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2004, Indonesia menuju pendidikan inklusif.

Falsafah pendidikan inklusif mengacu kepada semua anak mempunyai hak untuk belajar dan semua anak dapat belajar : “ Tanpa memandang kondisi fisik, sosial, emosional, linguistik atau kondisi lainnya : anak penyandaang kecacatan dan berbakat, anak jalanan dan pekerja, anak dari populasi terpisah atau nomadik, anak dari minoritas linguistik, etnis atau budaya dan anak dari area atau kelompok kurang beruntung atau termajinalisasi “ UNESCO, Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus, 1994, p.6.

Kompendium : Perjanjian, Hukum dan Peraturan Manjamin Semua Anak Memperoleh Kesamaan Hak untuk Kualitas Pendidikan dalam seting Inklusif, yang dikembangkan oleh Braillo Norway dan IDP Norway atas nama UNESCO Jakarta dan PLAN Indonesia.

Konvensi Hak Anak, PBB. Hak Setiap Anak : Untuk dilahirkan, untuk memiliki nama dan kewarganegaraan; Untuk memiliki keluarga yang menyayangi dan mengasihi; Untuk hidup dalam komunitas yang aman, damai dan lingkungan yang sehat; Untuk mendapatkan makanan yang cukup dan tubuh yang sehat dan aktif; Untuk mendapat pendidikan yang baik dan mengembangkan potensinya; Untuk diberikan kesempatan bermain waktu santai; Untuk dilindungi dari penyiksaan, eksploitasi, penyiasiaan, kekerasan dan dari mara bahaya; Untuk dipertahankan dan diberikan bantuan oleh pemerinrtah; Agar bias mengekspresikan pendapat sendiri.

Pasal 2 : Non-diskriminasi : Semua hak-hak berlaku bagi semua anak tanpa pengecualian. Ini merupakan kewajiban negara untuk melindungi anak dari bentuk diskriminasi apapun dan untuk mengambil tindakan positif untuk mempromosikan hak-hak mereka. Pasal 12 : Pendapat anak : Anak mempunyai hak untuk mengungkapkan pendapatnya secara bebas dan untuk pendapatnya tersebut dipertimbangan dalam hal-hal atau prosedur yang mempengruhi anak. Pasal 13 : Anak mempunyai hak untuk mengungkapkan pandangannya, memperoleh informasi, membuat ide-ide atau informasi yang diketahua tanpa batasan. Pasal 23 : Seorang anak cacat mempunyai hak atas perawatan, pendidikan dan pelatihan khusus untuk membantunya menikmati kehidupan yang penuh dan layak dengan martabat dan memperoleh tingkat terbesar atas kepercayaan diri dan kemungkinan integrasi sosial. Pasal 28 : Anak mempunyai hak atas pendidikan dan tugas negara adalah untuk menjamin bahwa pendidikan dasar adalah bebas biaya dan wajib, untuk mendorong brntuk-bentuk berbeda dari pendidikan menengah yan aksesibel bagi setiap anak dan untuk membuat pendidikan tinggi tersedia bagi semua menurut dasar kapasitasnya. Mata pelajaran sekolah harus konsisten dengan hak-hak dan martabat anak. Negara mengikutsertakan kerjasama internasional untuk melaksanakan hak ini.

Semua anak di Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan, hal ini telah kita fahami bersama seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945. Pasal 31: (1) Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sitem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurngnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Berdasarkan ketentuan peraturan dan perundang-undangan, maka tidak ada lagi alasan untuk melakukan diskriminasi, baik terhadap sekolah maupun terhadap anak dan guru yang terlibat dalam seting pendidikan inklusif.

Sering kita dengar di lapangan ada label “sekolah inklusif”, “anak inklusi”, atau kepada guru pembimbing khusus dengan sebutan “guru inklusi”. Jadi masih adanya labelisasi dalam sekolah dengan seting inklusi, sehingga nampaknya masih ekslusif. Seperti di bagian depan dijelaskan bahwa inklusi adalah falsafah atau konsep dalam pendidikan yang melibatkan semua anak (education for all).

Memang untuk menghadapi suatu perubahan memerlukan waktu yang cukup panjang. Dengan adanya perubahan dalam paradigma pendidikan menuju inklusi, tidak serta merta dapat diterima oleh semua pihak, ada yang menerima perubahan dengan positif, ada pula yang menilai perubahan sebagai ancaman.

Ada pandangan sementara masyarakat, bahwa dengan dikembang luaskannya pendidikan seting inklusi, maka keberadaan SLB akan kehilangan peranannya sebagai suatu lembaga pendidikan. Sesunguhnya dengan dikembangkanya paradigma pendidikan untuk semua, peran SLB menjadi lebih luas dan spesifik, yaitu menjadi pusat sumber bagi sekolah-sekolah reguler yang ada disekitarnya. Secara operasional SLB berfungsi sebagai pusat asesmen bagi anak berkebutuhan khusus, kesulitan belajar, penyimpangan perilaku dan pendidikan usia dini bagi anak berkebutuhan khusus.

Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan ,menyebutkan bahwa SDLB, SMPLB, SMALB, masih tercantum di dalamnya dan keberadaanya setara dengan standarisasi jenjang pendidikan reguler.

Sebagai informasi di negara-negara yang sudah maju seperti Norwegia, Jepang, Singapura, sekolah khusus atau SLB masih sangat berperan dalam mengembangkan pendidikan untuk semua.

Kembali kepada topik permasalahan di atas, bagaimana kita harus mengantisipasi kondisi tersebut ? Sebenarnya kurang tepat apabila kita memberikan label “sekolah inklusi, guru inklusi atau anak inklusi”. Hal ini dikhawatiran timbul istilah baru yaitu; SD Inklusi, SMP Inkusi, SMA Inklusi, padahal seharusnya tidak demikian.

Mengapa hal tersebut diangkat ke permukaan ? Pasalnya, kewajiban yang tercantum dalam salah satu pasal PP. No 19 Tahun 2005, yaitu Pasal 59, yang mengamanatkan “wajib belajar” merupakan prioritas utama program pemerintah daerah. Saat ini wajib belajar telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah, maka semua anak akan terjaring wajib belajar, termasuk di dalamnya anak-anak berkebutuhan khusus atau anak yang termarjinalisasi dimanapun mereka berada. Mereka bukan “anak inklusi”, mereka adalah anak bangsa yang mempunyai hak sama seperti halnya hak bagi semua anak. Konsekwensinya permerintah daerah harus menyediakan “guru pembimbing khusus”/ bukan guru inklusi.

Bagaimana upaya sekolah untuk mengantisipasi pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, dimana semua anak harus diterima di sekolah-sekolah terdekat ?.

Dalam upaya mewujudkan percepatan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun untuk semua anak (education for all). Semua anak harus diterima di sekolah terdekat dimana anak tersebut berada, termasuk anak-anak yang termajinalisasi atau berkebutuhan khusus. Bagaimana sekolah mempersiapkan program tersbut ?

Strategi pengembangan lingkungan sekolah untuk semua yang ramah terhadap pembelajaran, dalam mewujudkan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mewujud strategi tersebut :

Mengembangkan pemahaman yang jelas tentang implementasi pendidikan untuk semua : Mengembangkan sekolah yang dapat memenuhi kebutuhan semua siswa. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pada serangkaian prinsip yang dinyatakan secara jelas, mengacu kepada visi, misi dan tujuan yang dirumuskan secara bersama oleh warga sekolah.

Melakukan identifikasi terhadap semua sumber daya manusia yang ada, dan pembiayaan yang dibutuhkan. Membangun kemitraan dengan semua stakeholder yang terkait, dalam mendukung terwujudnya lingkungan sekolah untuk semua yang ramah terhadap pembelajaran.

Inisiatif untuk merancang strategi dalam mengelola perubahan dimulai dari sekolah masing-masing, karena setiap sekolah mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain: Dimulai dengan apapun yang tersedia di sekolah dan mendukung program strategi perubahan yang akan dilakukan. Menampung berbagai pendapat dari berbagai fihak yang terkait, guru, orang tua, komite, masyarakat, instansi/lembaga terkait yang ada dilingkungan sekolah.

Selanjutnya warga sekolah melakukan analisis situasional sekolah, atau evaluasi diri untuk menganalisis aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam melakukan rencana perubahan. Pimpinan sekolah membangun hubungan pendukung dengan sumber yang ada dan para akhli dari berbagi institusi/lembaga.

Memang diperlukan pedoman dan kebijakan yang jelas dari pemerintah pusat maupun daerah: Mengadakan diskusi atau rapat kerja mengenai pendidikan untuk semua (inklusi) untuk membangun konsensus dengan pihak birokrat pengambil keputusan. Prinsip-prinsip inklusi yang ada perlu diinterpretasikan dalam konteks masing-masing daerah. Inkusi sulit untuk distandarisasi, dengan demikian pelaksanaanya akan berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, bahkan antara satu sekolah dengan sekolah lain bisa saja berbeda, tergantung komitmen yang dibangun di masing-masing daerah atau sekolah.

Melibatkan semua sumber daya warga sekolah untuk bekerja dalam formulasi kebijakan yang telah dirumuskan bersama : Melibatkan semua anak merumuskan kebijakan, perencanaan dan perkembangan program. Diharapkan untuk melibatkan berbagai akhli dalam berbagai spesialisasi (ortopedagog, konselor, psikolog, terapis). Merumuskan kebijakan yang pleksibel untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan semua anak.

Tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah, dalam hal ini dinas pendidikan. Adanya alur struktur yang jelas dan koordinasi yang sinergis antara dinas pendidikan propinsi dan dinas pendidikan kota atau kabupaten. Inklusi juga harus dicerminkan oleh kinerja personal manajemen birokrasi, yaitu pelayanan manajerial yang ramah dan menyenangkan bagi semua pihak, berkolaborasi dalam kesetaraan dan kesamaan visi, misi serta tujuan.

Kemitraan harus dipupuk sehingga menjadi bermakna: Kemitraan difokuskan kepada orang tua dan masyarakat dalam pendidikan anak-anak mereka. Bahwa pendidikan merupakan hak yang mendasar bagi semua anak. Mendukung formasi kemitraan antara sekolah, komite sekolah, alim ulama, ninik mamak, LSM dan kelompok profesional serta akademisi.

Secara berkesinambungan para pejabat pemerintah meningkatkan pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan dalam perkembangan pendidikan untuk semua, baik perkembangan di tingkat regional, nasional, maupun internasional.

Melakukan survey internal : Melaksanakan survey yang komprehensif secara periodik untuk mengidentifikasi semua anak baik yang berada di sekolah maupun yang lebih luas, tingkat kota/kabupaten atau tingkat propinsi, untuk memberikan database yang diperlukan. Dalam hal ini harus melibatkan personal yang profesional dan terlatih.

Membangun kesadaran dan menciptakan sikap positif terhadap pendidikan untuk semua: Kampanye penyadaran tentang hak anak harus terus menerus dilakukan. Melaksanakan program penyadaran dengan partisipasi aktif dari semua fihak, termesuk mereka yang membutuhkan layanan pendidikan khusus.

Mengawali perubahan menuju pendidikan untuk semua dengan mobilisasi opini, membangun konsensus diantara masyarakat umum melalui seminar, lokakarya dan proyeksi. Memanfatkan media cetak dan elektronik untuk mempersiapkan persepsi masyarakat yang pro-aktif, termasuk para orangua.

Menata ulang fungsi SLB : Mendesain ulang semua sekolah luar biasa atau praktek-praktek layanan pendidikan kebutuhan khusus, dengan tujuan mendukung pendidikan untuk semua (pendidikan inklusif)

Membuat kurikulum pendukung dan bahan ajar untuk semua anak : Rencanakan untuk mengakomodasi berbagai cakupan gaya belajar anak. Mempersiapkan system yang responsife dan menerima keragaman. Kurikulum fleksibel memenuhi kebutuhan belajar kepada semua anak.

Melaksanakan pelatihan untuk guru : Mendesain ulang pelatihan guru, untuk beberapa guru regular pada level pra-servic dan in-service. Mengalihkan peranan guru PLB menjadi guru sumber atau konsultan utuk semua anak di sekolah. Membentuk tim pendukung guru pada setiap sekolah untuk menyediakan dukungan di tempat.

Mendorong partisipasi orangtua dalam proses pembelajaran : Organisasi orangtua perlu dibentuk dengan hubungan terstuktur dengan para professional. Orangtua perlu dilatih dalam perkembangan dan evaluasi program anak sedini mungkin untuk anak mereka sendiri.

Simpulan, bahwa inklusi merupakan falsafah pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak untuk mengikuti pendidikan pada semua jenjang. Tidak ada istilah sekolah inklusi, guru inklusi, tetapi yang ada adalah lingkungan sekolah yang ramah dalam pembelajaran, dan guru yang ramah dalam pembelajaran. Adapun institusinya atau sekolahnya, maupun gurunya tidak mengalami perubahan nama atau label, yang berubah adalah cara pandang warga sekolah terhadap pelaksanaan pendidikan, dan cara pandang guru terhadap pembalajaran.

.

Penulis naskah,

Drs. Tarmansyah,Sp.Th, M.Pd

Dosen:Jurusan PLB FIP UNP Padang

Komp. PLB. Jl. Limau Manis Kec. Pauh Padang 25164

Tlp. (075) 791422/791425 /081267806150



Baca selengkapnya...

BIMBINGAN PERKEMBANGAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA

Oleh : Tarmansyah *)

LATAR BELAKANG

Secara umum layanan bimbingan dan konseling adalah membantu siswa menemukan pribadinya, dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.

Bimbingan juga membantu siswa dalam rangka mengenal lingkungan dengan maksud agar peserta didik mengenal secara obyektif lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai kondisi lingkungan tersebut secara positif dan dinamis.

Pengenalan lingkungan tersebut meliputi lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan alam, dan masyarakat sekitar serta lingkungan yang lebih luas. Diharapkan dapat menunjang sebesar-besarnya untuk mengembangkan diri secara mantap dan berkesinambungan.

Samapai saat ini belum banyak literatur tentang layanan bimbingan dan konseling bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Ditinjau dari segi pencegahan dan perbaikan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, layanan diarahkan untuk penyembuhan dan memperbaiki perilaku-perilaku menyimpang yang terjadi pada individu anak.

Anak-anak berkebutuhan khusus dengan karakteristik yang unik, memerlukan penanganan secara terpadu melalui berbagai pendekatan, baik secara medis, pedagogis, psikologis.

Layanan bimbingan merupakan salah satu teknik yang dilakukan oleh guru maupun psikolog, untuk merubah perilaku individu anak berkebutuhan khusus, Teknik ini sering digunakan karena keberhasilannya mudah diamati dan mudah diterapkan. Misalnya ketika ada karakteristik perilaku yang akan dirubah, melalui bimbingan dengan perilaku yang telah berhasil dirubah.

Bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus secara mendasar bertujuan: Pertama; mendukung dan mempromosikan perilaku anak yang sesuai dengan situasi dan kondisi, yaitu perilaku yang diterima oleh lingkungan dan bermanfaat untuk perkembangan individu anak. Kedua; menekan atau menghilangkan munculnya perilaku yang tidak sesuai, yaitu perilaku yang cenderung tidak diterima oleh masyarakat dan akan merugikan perkembangan individu anak

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan kemampuan dan keterampilan guru pendidikan khusus dalam membarikan layanan bimbingan kepada siswa binaannya agar mereka dapat menunjukkan perilaku yang kondusif.

Salah satu upaya untuk memberikan wawasan dan keterampilan kepada guru-guru pendidikan khusus, terutama guru-guru yang menangani anak tunagrahita, yaitu dengan mengadakan Seminar dan Lokakarya Layanan Bimbingan bagi Anak Tunagrahita yang diikuti oleh guru-guru SLB di Padang

TUJUAN

Seminar Lokakarya ini bertujuan memberikan salah satu alternatif layanan bimbingan kepada anak berkebutuhan khusus :

1. Menambah alternatif referensi bagi guru-guru SLB, khususnya guru yang mengajar anak tunagrahita
2. Membantu memahami konsep penyimpangan perilaku khusus bagi anak luar biasa
3. Membantu memahami prinsip-prinsip dasar perilaku yang dapat dibimbing oleh guru
4. Membantu memahami dan menguasai cara-cara memberikan layanan bimbingan kepada siswa tunagrahita
5. Membantu memahami dan menguasai cara-cara mengevaluasi layanan bimbingan

RUANG LINGKUP

Berbagai permasalahan yang sering dijumpai oleh guru-guru dalam menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah: Sunardi (1995) mengemukakan permasalahan anak-anak dengan gangguan penyesuaian emosi dan sosial :

Ketidak mampuan mengendalikan diri:

berkelahi, memukul, menyerang orang lain

pemarah

tidak patuh/menentang

merusak milik orang lain

tidak kooperatif

tidak pernah diam

menggaduh

tidak memperhatikan

perhatian mudah terganggu

bicara kasar

Problem kepribadian

1. cemas, takut, tegang
2. sangat pemalu
3. menyendiri, tak berteman
4. mudah tersinggung
5. terlalu perasa/sensitive
6. sedih depresi
7. rendah diri, tak berharga
8. kurang percaya diri
9. mudah bingung
10. menyembunyikan diri
11. sering menangis
12. sangat tertutup

Sikap kurang matang

1. perhatian pendek, tidak dapat konsentrasi
2. melamun/bengong
3. lemah koordinasi
4. kesulitan memperhatikan
5. pasif, tidak berinisiatif, mudah dipengaruhi
6. mengantuk
7. mudah bosan
8. ceroboh

Gangguan pemusatan perhatian

1. inattention (kurang perhatian), melamun, mudah bosan, tampak bodoh, mengulang-ulang tugas
2. impulsive ( cepat merespon dan tidak akurat, ambatan dalam mempertahankan respon, kurang dapat menunda kegembiraan)
3. hiperaktif (gerakan yang tidak konsisten, tidak mau tetap duduk, selalu seperti keadaan akan pergi…)

Prinsip dalam memberikan teknik layanan bimbingan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus yang beragam seperti:

Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ). Dengan teknik ini sebahagian anak akan menerima bimbingan melalui kata-kata, memori, mengingat kembali secara lisan atau tulisan.

Logika atau matematika, dengan teknik ini sebagian anak memanfaatkan kemampuan berpikir dan belajar melalui pemikiran dan penghitungan. Mereka dengan mudah bisa mengenali pola abstrak, dan melakukan pengukuran yang tepat.

Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian), dengan teknik ini sebagian anak dapat menerima pola bimbingan melalui seni seperti menggambar, lukisan atau patung. Mereka bisa membaca peta, grafik, dan diagram degan mudah.

Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang), dengan teknik ini sebagian anak dapat menerima bimbingan melalui gerakan tubuh, permainan, dan drama.

Musik atau irama, pada alur ini anak lebih mudah menerima bimbingan melalui bunyi atau irama.

Antar pribadi, pada teknik ini anak lebih mudah dibimbing secara bersamaan atau kelompok. Mereka menyenangi kerja kelompok, mudah memahami situasi sosial dan mereka bisa menjalin hubungan dengan orang lain dengan mudah.

Belajar sendiri, pada tipe ini anak lebih senang belajar sendiri. Mereka lebih terkonsentrasi dan mudah memahami layanan bimbingan n dalam keadaan sepi.

Jika seorang guru mampu memberikan bimbingan kepada semua anak dengan memperhatikan tipe belajar mereka, maka guru tersebut akan melihat hasil pembelajaran yang lebih bermutu.

TEKNIK LAYANAN BIMBINGAN INTERAKTIF

1. Tunjukkan perasaan positif

Tunjukkan bahwa guru berminat pada siswa, bahwa kita bertanggung jawab untuk mengurusnya, akan bekerjasama dengannya, dan akan membantunya untuk memperoleh kesenangan belajar di sekolah.

2. Beradaptasi dengan siswa.

Sesuaikan cara bekerja kita sebagai guru dengan siswa, misalnya akui dan perhatikan inisiatif mereka, sedapat mungkin kita harus memperhatikan cara belajar mereka secara individual.

3. Berbicaralah dengan siswa

Kaitkan pengajaran kita dengan minat siswa, dan ajaklah mereka untuk berpartisipasi dalam dialog dan isi serta tema yang kita sajikan sehingga mereka terlibat secara pribadi.

4. Berikan pujian dan penghargaan

Berilah pujian dan penghargaan kepada setiap siswa dan kepada seluruh siswa apabila apabila siswa berupaya untuk bekerja sama atau berusaha untuk lebih baik.

5. Bantu siswa untuk memfokuskan perhatiannya

Pastikan bahwa siswa anda merasakan mendapat perhatian penuh dari anda, berikan saran dan bekerjasamalah dengan mereka. Perhatian dan pengalaman bersama merupakan sebuah prasyarat untuk berkomunikasi.

6. Buatlah pengalaman siswa lebih bermakna.

Buatlah pembelajaran lebih bermakna tidak hanya yang terkait dengan apa yang kita bahas tetapi juga dengan menunjukkan keterlibatan kita dengan subjek secara pribadi. Ini lebih menanamkan pemahaman kepada siswa, bahwa ada hal yang lebih penting dari hal lainnya seperti; nilai-nilai, norma-norma dan tradisi.

7. Jabarkan dan jelaskan

Bantu siswa mengaitkan mata pelajaran yang mereka pelajari dengan pelajaran dan aktivitas lainnya.

8. Bantu siswa mencapai disiplin diri.

Bantu siswa beradaptasi secara akademik dan pribadi terhadap lingkungan dan aktivitas sekolah dengan membuat

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN INTERAKTIF

ANTARA GURU DENGAN SISWA

NO


KOMPETENSI BIMBINGAN


PROGRAM BIMBINGAN


METODA/TEKNIK LAYANAN

1


Anak mempunyai kepercayaan sepenuhnya kepada guru.


Guru memberikan kasih sayang kepada anak

Guru memperlihatkan tanggung jawabnya kepada anak

Guru selalu mengadakan kerjasama dengan anak dalam berbagai kegiatan

Guru senantiasa memberikan bantuan kepada anak

Guru menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, baik di kelas maupun di lingkungan sekolah.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

2


Anak dapat beradaptasi dengan guru


Guru menyesuaikan cara bekerjanya dengan kemampuan siswa

Guru mengakui inisiatif siswa

Guru memperhatikan cara belajar siswa secara individu


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

3


Anak merasa bebas dan menyenangkan berbicara dengan guru


Guru mengkaitkan cara pembelajaran dengan minat siswa

Guru mengajak anak untuk berpartisipasi dalam dialog

Guru mengupayakan membuat tema yang disajikan dengan melibatkan semua anak

Guru melibatkan anak secara pribadi


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

4


Anak merasa dihargai oleh guru dan teman-temannya


Guru selalu memberikan pujian/penghargaan kepada anak yang berbuat “baik/positif”

Guru selalu memberikan pengertian kepada semua anak, bahwa semua anak harus menghargai pekerjaan teman yang lain

Guru mendorong anak agar selalu berkerjasama dalam kebaikan


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

5


Anak dapat memfokuskan perhatiannya kepada pelajaran, atau obyek tertentu


Guru senantiasa harus memperhatikan semua anak secara penuh saat pembalajaran

Guru selalu memberikan saran/arahan kepada anak

Guru selalu mengajak bekerjasama dengan anak dalam kegiatan pembelajaran

Guru menjadikan pengalaman-pengalaman belajar bersama menjadi bahan dalam berkomunikasi dengan anak


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

6


Harga diri anak merasa lebih meningkat (Percaya diri)


Guru menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan

Guru mengemukakan pengalaman pribadi berkaitan dengan materi pembelajaran

Guru senantiasa menyampaikan hal-hal yang menyangkut : nilai-nilai, norma dan tradisi dalam kehidupan masyarakat.


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

7


Anak merasakan bahwa pelajaran yang diterima bermanfaat dalam kehidupannya


Guru membantu siswa mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan anak-anak

Guru menjelaskan bahwa semua kehidupan di masyarakat dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan diri dalam kehidupan.


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

8


Anak mempunyai disiplin diri dalam melakukan kegiatan, baik perorangan maupun kelompok


Guru membantu siswa untuk membuat aturan/tata tertib dalam kehidupannya

Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk berpendapat tentang disiplin

Guru mengupayakan disiplin sekolah dibuat oleh siswa secara bersama-sama

Guru membimbing anak untuk membuat disiplin dalam keluarga


Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri

LAYANAN BIMBINGAN INTERAKTIF ANTARA SISWA DENGAN SISWA

Tunjukkan perasaan positif

Perhatikan perasaan positif yang diungkapkan oleh satu siswa kepada siswa lain.

Berikan komentar dan pengakuan yang fositif bila siswa menunjukkan perasaan fositif dan menerima satu sama lain.

Bahaslah tema “ menunjukkan perasaan positif “ di kelas.

Kemukakan bagaimana rasanya bila mengungkapkan perasaan negatif atau penolakan

Minta siswa untuk menciptakan iklim emosional yang menyenangkan di kelas melalui diskusi kelompok, dramatisasi, permainan dan lain-lain.

Bantu siswa saling menyesuaikan diri

Bantu siswa saling menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keadaan satu sama lain dengan berdiskusi dalam kelompok dengan menyesuaikan diri.

Bantu mereka berkerjasama dengan membuat mereka sadar demikian pentingnya menyesuaikan diri dengan cara orang lain bekerja, minat, dan karakter. Empati dan saling menyesuaikan diri merupakan prasyarat untuk bekerjasama.

Bantu siswa menyadari bagaimana kerjasama terganggu jika semua orang bertindak sesuka hati dan bagaimana kerjasama berjalan bila semua orang menyesuaikan diri dan saling berbagi.

Bahas tema “ kerjasama “ dalam diskusi kelas.

3. Bantu siswa membicarakan pengalaman bersama.

Aturlah agar para siswa dapat membicarakan tentang apa yang sedang diajarkandan dan apa yang mereka alami bersama. Cara termudah untuk melibatkan semua siswa adalah dengan cara membagi mereka dalam kelompok-kelompok kecil sehingga setiap pribnadi punya kesempatan untuk berbicara.

Bantu siswa agar bergiliran membantu pengalaman atau pendapatnya satu sama lain. Ini juga lebih mudah dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil.

Juga beberapa siswa lebih aktif dari yang lain, maka guru harus menjadi moderator, sehingga siswa yang pendiam dan pemalu juga diarahkan untuk mengemukakan pendapat dan pengalamannya.

Bantu siswa memahami bahwa mengemukakan pendapat itu penting dan jangan diam saja atau mengekor saja.

4. Dorong siswa untuk mengekpresikan penerimaan, pujian dan penghargaan.

Penerimaan dan penghargaan dari guru adalah contoh penting, mengingat siswa beragam dan berbeda-beda.

Penting untuk mengkomunikasikan mengapa sesuatu itu positif dan berhak atas penghargaan dan pujian

Bahas dengan siswa tentang pentingnya mengenai saling memberikan dorongan untuk mengungkapkan penghargaan dalam interaksi di sekolah.

Bantu siswa memahami bagaimana rasanya mendapat respon positif dari seseorang dibanding mendapat respon negatif.

Dramatisasi merupakan cara yang terbaik untuk mengilustrasikan.

5. Bantu siswa memfokuskan perhatiannya pada kegiatan bersama

Bantu siswa mengarahkan perhatiannya pada apa yang sedang mereka lakukan.

Bantu siswa untuk saling mendengarkan dan mencoba dan memahami yang sedang dikomunikasikan oleh siswa lain.

6. Bantu siswa berbagi pengalaman dengan cara yang bermakna

Dorong siswa untuk menceritakan apa yang telah dialaminya atau ingin mereka ceritakan kepada kelompoknya serta menceritakan perasaannya tentang pengalamannya itu.

Gunakan dramtisasi atau bermain peran, agar makna verbal dan emosional yang diekpresikannya menjadi hidup.

7. Bantu siswa saling mengungkapkan dan menjelaskan pendapat dan pengalamannya.

Bantu siswa memperluas cakupan caranya berkomunikasi dengan menceritakan minatnya dan mengaitkan minat tersebut pada orang lain, tempat lain dan kurun waktu lain.

8. Bantu siswa mengembangkan disiplin diri

Bahas dengan siswa pentingnya mematuhi peraturan tertentu dan rutinitas tertentu bila mereka berda dalam kelas dan di tempat laindi lingkungan sekolahnya.

Biarkan siswa sebagai suatu kelompok untuk ambil bagian dalam menentukan cara mereka bekerjasama.

Biarkan para siswa sebagai sebuah kelas, berkelompok atau berpasangan, merencanakan cara memecahkan masalah bersama, siapa yang akan melakukan apa, dan bagaimana mereka akan meraih keberhasilan bersama.

Berikan pujian dan pengakuan apabila mereka dapat bekerjasama, saling tenggang rasa, dan saling menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing dengan tujuan umum bersama

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN INTERAKTIF

ANTARA SISWA DENGAN SISWA

NO


KOMPETENSI BIMBINGAN


PROGRAM BIMBINGAN


METODA/TEKNIK LAYANAN

1


Siswa menujukkan perasaan positif terhadap siswa lain


Guru memperhatikan perasaan positif yang diungkapkan oleh satu siswa kepada siswa lain.

Guru memberikan komentar dan pengakuan yang fositif bila siswa menunjukkan perasaan fositif dan menerima satu sama lain.

Guru membahas tema “ menunjukkan perasaan positif “ di kelas.

Guru mengemukakan bagaimana rasanya bila mengungkapkan perasaan negatif atau penolakan

Guru meminta siswa untuk menciptakan iklim emosional yang menyenangkan di kelas melalui diskusi kelompok, dramatisasi, permainan dan lain-lain.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

2


Siswa mampu saling menyesuaikan diri dengan teman


Guru membantu siswa saling menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keadaan satu sama lain dengan berdiskusi dalam kelompok dengan menyesuaikan diri.

Guru membantu mereka berkerjasama dengan membuat mereka sadar demikian pentingnya menyesuaikan diri dengan cara orang lain bekerja, minat, dan karakter. Empati dan saling menyesuaikan diri merupakan prasyarat untuk bekerjasama.

Guru membimbing siswa agar menyadari bagaimana kerjasama terganggu jika semua orang bertindak sesuka hati dan bagaimana kerjasama berjalan bila semua orang menyesuaikan diri dan saling berbagi.

Guru membahas tema “ kerjasama “ dalam diskusi kelas.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

3


Siswa mampu menyampaikan pengalamannya secara bersama-sama


Guru mengatur agar para siswa dapat membicarakan tentang apa yang sedang diajarkandan dan apa yang mereka alami bersama. Cara termudah untuk melibatkan semua siswa adalah dengan cara membagi mereka dalam kelompok-kelompok kecil sehingga setiap pribadi punya kesempatan untuk berbicara.

Guru membantu siswa agar bergiliran mengungkapkan pengalaman atau pendapatnya satu sama lain. Ini juga lebih mudah dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil.

Apabila ada beberapa siswa lebih aktif dari yang lain, maka guru harus menjadi moderator, sehingga siswa yang pendiam dan pemalu juga diarahkan untuk mengemukakan pendapat dan pengalamannya.

Guru membimbing siswa memahami bahwa mengemukakan pendapat itu penting dan jangan diam saja atau mengekor saja.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

4


Siswa mampu mengekspresikan ketika menerima pujian dan penghargaan.


Guru menyampaikan bahwa penerimaan dan penghargaan dari guru adalah contoh penting, mengingat siswa beragam dan berbeda-beda.

Guru mengkomunikasikan mengapa sesuatu itu positif dan berhak atas penghargaan dan pujian

Guru membahas dengan siswa tentang pentingnya saling memberikan dorongan untuk mengungkapkan penghargaan dalam interaksi di sekolah.

Guru membimbing siswa agar memahami bagaimana rasanya mendapat respon positif dari seseorang dibanding mendapat respon negatif.

Guru bersama siswa mendramatisasikan untuk mengilustrasikan mengekspresikan ketika menerima pujian dan penghargaan.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

5


Siswa mampu memfokuskan perhatiannya pada kegiatan bersama


Guru membimbing siswa mengarahkan perhatiannya pada apa yang sedang mereka lakukan.

Guru membimbing siswa untuk saling mendengarkan dan mencoba dan memahami yang sedang dikomunikasikan oleh siswa lain.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

6


Siswa mampu berbagi pengalaman dengan cara yang bermakna


Guru memberikan dorongan kepada siswa untuk menceritakan apa yang telah dialaminya atau ingin mereka ceritakan kepada kelompoknya serta menceritakan perasaannya tentang pengalamannya itu.

Guru mendramatisasikan atau bermain peran, agar makna verbal dan emosional yang diekpresikannya menjadi hidup.


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

7


Siswa dapat saling mengungkapkan dan menjelaskan pendapat dan pengalamannya


Guru membimbing siswa untuk memperluas cakupan caranya berkomunikasi dengan menceritakan minatnya dan mengaitkan minat tersebut pada orang lain, tempat lain dan kurun waktu lain



8


Siswa mampu mengembangkan disiplin diri


Guru membimbing siswa tentang pentingnya mematuhi peraturan tertentu dan rutinitas tertentu bila mereka berda dalam kelas dan di tempat laindi lingkungan sekolahnya.

Guru memberi kesempatan kepada siswa sebagai suatu kelompok untuk ambil bagian dalam menentukan cara mereka bekerjasama.

Guru memberi kesempatan kepada para siswa sebagai sebuah kelas, berkelompok atau berpasangan, merencanakan cara memecahkan masalah bersama, siapa yang akan melakukan apa, dan bagaimana mereka akan meraih keberhasilan bersama.

Guru memberikan pujian dan pengakuan apabila mereka dapat bekerjasama, saling tenggang rasa, dan saling menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing dengan tujuan umum bersama


-Verbal atau linguistik ( berbicara atau berbahasa ).

-Logika atau matematika

-Visual atau spasial (penglihatan atau orientasi bagian),

-Tubuh atau kinestetik (gerakan otot/tulang),

-Musik atau irama,

-Antar pribadi,

-Belajar sendiri,

EVALUASI

1. Penilaian Unjuk Kerja ( Performance )

Penilaian unjuk kerja adalah penilian berdasarkan hasil pengamatam penilai tehadap aktivitas siswa. Penilaian dilakukan terhadap unjuk kerja, tingkah laku atau interaksi siswa. Cara penilaian ini lebih otentik dari pada tertulis, sebab apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Semakin sering guru mengamati unjuk kerja siswa, semakin terpercaya hasil penilaian kemampuan siswa.

Penilaian dengan cara ini lebih tepat digunakan untuk menilai kemampuan siswa, dalam berpidato, membaca puisi, diskusi, pemecahan masalah dalam satu kelompok, menari memainkan alat musik dan melakukan aktivitas berbagai cabang olah raga, menggunakan alat laboratorium dan mengoperasikan suatu alat.

Langkah-langkah Yang Diperlukan Dalam Membuat Instrument Penilaian Unjuk Kerja

Tuliskan kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.

Usahakan kemampuan yang dinilai tidak terlalu banyak sehingga semua dapat diamati

Urutkan kemampuan yang akan dinilai

Bila menggunakan skala rentang perlu disediakan kriteria untuk setiap pilihan ( sangat kompeten, kompeten, agak kompeten, tidak kompeten )

Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah cara mengamati dan memberikan skor terhadap unjuk kerja siswa. Penilaian sebaiknya dilakukan oleh dua orang sehingga hasilnya lebih akurat.

Penilaian yang menggunakan skala rentang memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu karena kategori nilai lebih dari dua.

2. Penilaian Produk

Penilaian produk tidak hanya melihat hasil akhirnya saja tetapi juga melihat proses pembuatannya. Contohnya dalam siswa mewarnai gambar, bagaimana ia menggunakan pensil warna, bagian mana yang lebih dulu diberi warna, bagaimana penyelesaian akhirnya. Pengembangan produk ada tiga tahap

Tahap persiapan meliputi; menilai kemampuan siswa merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan dan mendesain produk.

Tahap pembuatan produk meliputi, menilai kemampuan siswa menyeleksi dan menggunakan bahan, alat dan tehnik

Tahap penilaian meliputi, menilai kemampuan siswa membuat produk sesuai dengan kegunaan dan memenuhi kriteria keindahan.

Untuk produk penilaian biasanya menggunakan cara holistic, atau analitik. Cara holistic yang berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal. Cara analitik dilakukan mulai dari persiapan sampai pada tahap proses dan hasil akhir.

2. Penilaian portofolio

Portofolio merupakan kumpulan karya (hasil kerja) siswa dalam satu periode. Kumpulan karya ini menggambarkan taraf kemampuan/ kompetensi yang telah dicapai seorang siswa. Hal penting yang menjadi ciri portofolio adalah karya tersebut dapat diperbaiki jika siswa menghendakinya. Dengan demikian portofolio dapat digunakan melihatkan perkembangan kemajuan belajar siswa. Perkembangan tersebut tidak dapat dilihat dari hasil pengujian. Kumpulan karya siswa itu menggambarkan perkembangan berbagai kompetensi. Disamping itu, kumpulan karya yang berkelanjutan lebih memperkuat hubungan antar pembelajaran dengan penilaian. Pengumpulan dan penilaian karya siswa yang terus menerus sebaiknya dijadikan titik central program pengajaran, karena penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran. Karya tersebut diberi tanggal sehingga terlihat perbedaan kwalitas dari waktu ke waktu.

Portofolio dapat digunakan untuk melihat perkembangan siswa dalam ilmu-ilmu sosial seperti menganalisis masalah, pelajaran bahasa seperti menulis karangan dan matematika seperti pemecahan masalah matematika.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat fortofolio

Pastikan bahwa tiap siswa merasa memiliki portofolio, beri siswa penjelasan tentang kegunaan portofolio, yaitu tidak semata-mata merupakan kumpulan hasil karya siswa yang digunakan guru untuk penilaian akan tetapi juga digunakan oleh siswa itu sendiri untuk mengetahui kemampuan, ketrampilan dan minatnya. Proses ini tidak akan terjadi secara spontan tetapi membutuhkan waktu bagi siswa untuk belajar meyakini hasil penilaian mereka sendiri.

Tentukan sampel yang akan dikumpulkan bersama siswa. Kemungkinan sampel yang dikumpulkan masing-masing siswa akan berbeda.

Kumpulkan karya siswa dalam satu map atau folder.

Bahas dan tentukan kriteria penilaian karya siswa bersama mereka, sebaiknya dilakukan sebelum siswa membuat karya tersebut. Sehingga mereka tahu apa harapan guru dan mereka akan berusaha mencapai standar itu. Misalnya menilai karya karangan dalam pelajaran Bahasa, penggunaan tata bahasa, kosa kata, kelengkapan gagasan dan sistematika penulisan.

Mintalah siswa menilai karyanya secara berkesinambungan. Guru dapat membimbing siswa bagaimana cara menilai dengan memberi keterangan tentang kelebihan dan kekurangan karya tersebut, dan bagaimana cara memperbaikinya. Hal ini dapat dilakukan pada saat membahas portofolio.

Apabila nilainya jelek, siswa diberi kesempatan lagi untuk memperbaikinya. Tetapi harus ditentukan waktu berapa lama memperbaikinya.

Jadwalkan pertemuan untuk membahas portopolio. Akan lebih baik kalau orang tua ikut diundang dan beri penjelasan tentang maksud dan tujuan portofolio, sehingga mereka dapat membantu dan memotivasi anaknya.

Penilaian tunggal tidak cukup untuk memberikan gambaran tentang kemampuan, ketrampilan, pengetahuan dan sikap seseorang. Lagi pula hasil tes tidak mutlak dan abadi karena siswa terus berkembang sesuai dengan pengalaman belajar yang dialaminya.

Drs. Tarmansyah, M.Pd




Baca selengkapnya...

INKLUSI PARADIGMA PENDIDIKAN DALAM MENYUKSESKAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN (EDUCATION FOR ALL)

Oleh

Drs. Tarmansyah, Sp.Th, M.Pd*

Pendidikan untuk semua (Education for all) merupakan tindak lanjut kesepakatan masyarakat dunia dalam kerangka aksi Dakar di Senegal tahun 2000, bahwa pendidikan untuk semua merupakan program jangka panjang Internasional tahun 2002 – 2015. Indonesia sebagai negara yang ikut terlibat dalam kesepakatan tersebut, bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan untuk semua.

Paradigma pendidikan di Indonesia menuju pendidikan inklusif (pendidikan untuk semua) yang telah dideklarasikan di Bandung dalam Lokakarya Nasional Pendidikan Inklusif tanggal 8 – 14 Agustus 2004. Dalam deklarasi tersebut tertuang tujuh mandat yang menjadi komitmen bagi semua pihak agar peduli terhadap anak-anak yang mengalami kebutuhan khusus : 1) menjamin setiap anak berkelainan mendapat kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan, 2) menjamin semua anak untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu tanpa perlakuan yang diskriminatif, 3) menyelenggarakan pendidikan untuk semua (inklusi) yang ditunjang kerjasama yang sinergi, 4) menciptakan lingkungan yang mendukung, 5) menjamin kebebasan bagi anak berkebutuhan pendidikan khusus, berinteraksi dengan siapapun, kapanpun dan dilingkungan manapun dengan meminimalkan hambatan, 6) mensosialisasikan pendidikan untuk semua, 7) menyusun rencana aksi dan pembiayaan untuk pemenuhan aksesibilitas.

Penegasan kembali tentang pendidikan untuk semua (pendidikan inklusif) yang disepakati dalam Simposium Internasional tentang : Inclision and Removal of Barries to Learning Participastion and Development, tanggal 26 – 29 September 2005 di Bukittinggi. Simposium yang diikuti lebih dari 30 negara tersebut memberikan dukungan dan mendorong terwujudnya pendidikan untuk semua di seluruh dunia.

Angka partisipasi pendidikan bagi anak yang membutuhkan pendidikan khusus secara prespektif masih sangat rendah (Data Direktorat PSLB tahun 2004/2005. Jumlah siswa SLB seluruh Indonesia 57.449 anak). Jika prevalensi anak berkebutuhan pendidikan khusus 5 % saja ( di AS menggunakan angka prevalensi 11,1 %) dari anak usia sekolah di Indonesia tahun 2004 diperkirakan 40 juta, maka sekitar 2 juta dari mereka adalah anak berkebutuhan pendidikan khusus. Kalau yang bersekolah di SLB/SDLB berjumlah 57.449 anak, berarti baru sekitar 3 % anak ditangani di SLB/SDLB. Jadi sekitar 97 % anak berkebutuhan khusus berada dalam seting non SLB/SDLB (mungkin mereka berada di sekolah reguler atau dirumah sendiri tanpa sekolah). Mereka belum mendapatkan layanan pendidikan, dengan demikian pelaksanaan wajib belajar pendididikan dasar sembilan tahun untuk semua anak, perlu mendapat perhatian semua pihak.

Kaitannya dengan kebutuhan tenaga guru pendidikan kebutuhan khusus: Jumlah guru pendidikan kebutuhan khusus atau guru SLB/SDLB di Indonesia menurut data Direktorat PSLB (2004/2005) sebanyak 15.615 orang. Dari jumlah tersebut yang berkualifikasi DII (SGPLB) berjumlah 6.833 orang (sekitar 43 %), D.III/SM berjumlah 742 orang (sekitar 6 %), S1 PLB berjumlah 4.140 orang (sekitar 26 %), dan lain-lain 3.900 orang (sekitar 25 %). Dari gambaran tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan tenaga guru pendidikan kebutuhan khusus dengan kualifikasi minimal S1, masih cukup tinggi, sekurang-kurangnya masih dibutuhkan 4.140 orang guru pendidikan kebutuhan khusus, belum lagi kebutuhan guru pembimbing khusus di sekolah-sekolah reguler untuk jenjang SD/MI dan SMP/MTsn, dalam upaya mendukung suksesnya penuntasan pendidikan untuk semua (wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun)

Fenomena Pendidikan Inklusif merujuk pada kebutuhan pendidikan untuk semua anak (Education for All) dengan fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemisahan. Pendidikan untuk semua berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial-emosional, linguistik atau kondisi lainnya.

Sekolah reguler jenjang pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTsn) dengan orientasi inklusi adalah lembaga yang paling efektif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua. Perlunya perhatian bagaimana sekolah-sekolah dapat dimodifikasi atau disesuaikan untuk meyakinkan bahwa pendidikan inklusif relevan dengan konteks lokal, memasukkan dan mendidik semua peserta didik dengan ramah dan pleksibel, sehingga mereka dapat berpartisipasi.

Penerapan sisitem pendidikan untuk semua ditujukan dalam pengembangan kebijakan, pengembangan kurikulum, pelatihan guru, kapasitas bangunan atau lokal, dan keterlibatan masyarakat serta kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

Sebagai dasar pengembangan pendidikan untuk semua di Sumatera Barat mengacu kepada akar budaya “Adat basandi sara, sara basandi Kitabullah” dengan melibatkan unsur-unsur tokoh masyarakat yang tergabung dalam tiga tungku sajarangan. Ninik Mamak, Cerdik Pandai, dan Alim Ulama

Beberapa Surat dalam Al Qur’an yang memberikan konsep keyakinan dalam pelaksanaan sistem pendidikan untuk semua:

Dalam Alqur’an: Surat Abasa (bermuka masam)

“ (1) Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, (2) karena telah datang seorang buta kepaanya, (3) tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), (4) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaan itu bermanfaat kepadanya...”

Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasullah SAW meminta ajaran-ajaran tentang Islam, lalu Rasullah SAW berpaling dan bermuka masam daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengahrapan agar pembesar Quraisy tersebut masuk Islam. Maka turunlah surat tersebut sebagai teguran Allah kepada RasulNya.

Selanjutnya konsep hak azasi manusia yang tertuang dalam kitab suci Alqur’an, dengan tidak membeda-bedakan antara mereka yang cacat dengan yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Surat An Nur (cahaya): ayat 61:

“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula)bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu...., Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahami,”

Makna yang tersurat pada ayat tersebut, bahwa Allah tidak membedakan kondisi, keadaan dan kemampuan seseorang, yang Allah bedakan adalah keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Kadang kala rasa kawatir apabila menerima mereka yang lemah (cacat) di sekolah reguler karena dianggap merugikan ditinjau dari hakekeat duniawi, dengan alasan apabila sekolah normal menerima anak cacat, maka peringkat sekolah akan menjadi turun dan tidak populer.

Surat An Nisa, ayat 9:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah da hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”

Dalam hal ini sistem pendidikan inklusif sudah tidak diragukan lagi untuk dilaksanakan dan bagi personal yang melaksanakannya dengan ikhlas, tugas ini akan menjadi ladang ibadah insya Allah.

Pendidikan inklusif di Indonesia mengacu kepada kebutuhan belajar untuk semua (education for all), dengan suatu fokus spesifik yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemahaman. Prinsip pendidikan inklusif pertama kali diadopsi pada konverensi dunia di Salamanca tentang pendidikan kebtuhan khusus:

Hildegun Olsen (2002 : 3) mengemukakan : “ Inclusive education means that schools should accommodate all children regardless of physical, intelletual, social emotional, linguistic or other condition. This should include disabled and gifted children, street and working children, children from rewmote or nomadic population, children from linguistic, ethnic or cultural minorities and childen from other disavantage or marginalised areas or group “ (The Salamca Statement and Framework for Action on Special Need Education, para. 3)

Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kodisi lainnya. Ini harus menckup anak-anak penyandang cacat dan berbakat, anak-anak jalanan dan pekerja, anak yang berasal dari popolasi terpencil atau yang berpindah-pindah, anak dari kelompok etnis minoritas, linguistik atau buaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termarjinalisasi.

Inti pendidikan inklusif (pendidikan untuk semua) adalah hak azasi manusia atas pendidikan yang dituangkan pada Deklarasi Hak Azasi manusia tahun 1949 yang sama pentingnya adalah hak anak agar tidak didiskriminasikan, hal ini dimuat dalam artikel 2 Konvensi Hak Anak (PBB, 1989). Suatu konsekwensi logis dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak didiskriminasikan dengan dasar kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain lain.

Dokumen-dokumen tersebut menggambarkan konsensus masyarakat dunia mengenai arah masa depan pendidikan bagi individu yang membutuhkan layanan khusus.

Peranan sekolah dalam pendidikdn inklusif. Agar inklusi menjadi kenyataan, maka pendidikdn inklusif harus mampu merubah dan menjamin semua pihak untuk membuktikan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Maka tugas dan kewajiban sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah, seperti yang dikemukakan Anupan Ahuya (2003) :

Mengubah sikap siswa, guru, orang tua dan masyarakat

Menjamin semua siswa mempunyai akses terhadap pendidikan dan mengikutinya secara rutin

Menjamin semua siswa diberi kurikulum penuh yang relevan dan menantang

Membuat rencana kelas untuk seluruhny

Menjamin dukungan dan bantuan yang tersedia (teman sebaya, guru, spesialis, orang tua dan masyarakat)

Menjamin semua siswa menyelesaikan sekolah dan mereka yang putus sekolah diberikan kesempatan untuk meneruskan sekolah.

Memperbaiki pencapaian dan kesuksesan semua siswa pada semua level

Menjamin pelatihan aktif berbsis sekolah

Menggunakan metode yang pleksibel dan mengubah kelompok belajar

Menjamin terlaknanya pembelajaran yang aktif

Menjamin adanya skspektasi yang tinggi bagi semua siswa

Sekolah inklusif ramah terhadap pembelajaran harus didasari oleh keyakinan bahwa semua anak dapat belajar, semua anak berbeda satu sama lain. Perbedaan yang terjadi harus dihargai, dengan demikian dalam pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama guru, orang tua dan masyarakat.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan lingkungan inklusif yang ramah terhadap pembelajaran, khususnya guru yang ramah dalam pembelajaran “wellcoming teachers” dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, seperti yang dikemukakan Hildegum Olsen (2002):

Menghargai anak tidak dilihat dari kecacatan atau kebutuhan pendidikan khususnya, namun dilihat dari kemampuan ata potensi yang bisa dikembangkan pada diri anak.

Persamaan yang ada pada siswa lebih penting daripada perbedaan, hinga menggunakan pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Memberikan kurikulum utama termasuk sain dan sain terapan, kelas-kelas praktik, matematika dan bidang akademik lainnya dengan membuat modifikasi yang sederhana dan rendah biaya.

Hak yang sama untuk anak berkebutuhan khusus dengan tujuan konsist ensi karir, minat dan kemampuan

Menjediakan tempat yang sesuai di kelas untuk anak berkebutuhan khusus dan menjamin kondisi untuk mendengar dan melihat dengan baik, sehingga guru bisa dengan mudah membantu mereka.

Memelihara atmosfir tenang dan bermanfaat dimana guru dan anak tidak terbebani atau stres.

Menjamin anak berkebutuhan khusus untuk tidak diabaikan tapi menjadi bagian integral kelas tersebut.

Suatu kelas yang berjalan secara kooperatif dengan tingkat kompetensi yang sewajarnya

Menciptakan suatu atmosfir dimana semua anak menawarkan dan menerima bantuan satu sama lain. Anak yang berkebutuhan khusus juga memberi dan menerima bantuan.

Suatu komunikasi dimana semua anak berpartisipasi di kelas dan memberikan kontribusi kepada mata pelajaran dengan sewajarnya.

Adanya peng pengakuan dari perguruan tinggi/universitas bahwa beberapa anak yang diharuskan melaksanakan sejumlah tugas dengan standar yang berbeda. Perbandingan dengan anak lain tidak diberikan standar terlalu tinggi

Menggunakan bermacam-macam metode termasuk seluruh pekerjaan kelas dan jenis kerja kelompok yang berbeda-beda

Merespon dengan positif terhadap pembelajaran di kelas dan tidak mengikuti bahan kurikulum secara kaku.

Menawarkan bantuan tambahan jika diperlukan kepada tiap individu dan kelompok kecil, tetapi bantuan dibatasi hanya pada perubahan terkecil dan dengan cara yang tidak mengganggu dan menarik diri jika anak tidak memerlukan bantuan.

Menemukan cara kreatif untuk menjamin semua anak ambil bagian dalam semua aktifitas.

Menawarkan pilihan-pilihan jika diperlukan

Menawarkan berbagai pilihan jika diperlukan

Mengidentifikasi berbagai cara untuk menganalisis dan mencatat kemajuan anak

Merencanakan program bersama-sama

Mengetahui kekuatan satu sama lain

Bertindak sebagai moderator, saling berkonsultasi dan bernegoisasi

Membangun konsensus

Bergiliran ketika bekerja sama

Kurikulum dalam pendidikan inklusif hendaknya disesusikan dengan kebutuhan anak. Selama ini anak dipaksakan harus mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu sekolah hendaknya memberikan kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak yang memiliki berbagai kemampuan, bakan dan minat.

Bagi anak yang membutuhkan layanan khusus disediakan dukungan berkesinambungan yang berkisar dari bantuan minimal di kelas reguler hingga progam pelajaran tambahan di sekolah itu dan bila diperlukan diperluan dengan penyediaan bantuan guru pembimbing khusus.

Adaptasi Kurikulum :

Untuk mengadaptasi kurikulum antara lain didasarkan pada:

Kebutuhan siswa secara individual.

Pengetahuan tentang teori belajar secara umum.

Pengetahuan tentang perlunya interaksi dan komunikasi untuk pembelajaran.

Pengetahuan tentang apa yang harus dipertimbangkan ketika mebuat penyesuaian.

Pengatahuan bagaimana kondisi khusus dan kecacatan dapat mempengaruhi belajar

Pengetahuan tentang pentingnya melakuksn penysuaian lingkngan.etahuan yang diperoleh dari hasil penelitian

Kondisi lingkungan dan budaya setempat

Kompetensi Guru

Memahami visi, misi dan tujuan pendidikan untuk semua

Memahami dan terampil menenali karakteristik anak

Mampu dan terampil melaksanakan asesmen, diagnosis dan evaluasi bidang pendidikan dan pengajaran

Memahami, menguasai isi materi, dan terampil praktek mengajar

Memahami dan terampil menyusun perencanaan dan pengelolan pambelajaran

Terampil dalam pengelolaan perilaku dan interaksi sosial siswa

Mampu mengadakan komunikasi dan kemitraan kolaborasi

Peranan Orangtua

Memberikan kesadaran kepada orang tua akan efek positif, tentang bantuan yang diberikan orang tua di rumah, sehingga tidak ada perbedaan antara rumah dan sekolah

Bahwa apa yang dilakukan orang tua berperan penting dalam pembelajaran dan perkembangan anak di rumah dan di sekolah

Mengundang orang tua untuk berdiskusi dan berpartisipasi tentang pekerjaan di sekolah, pekerjaan rumah, dan cara yang dapat dilakukan orang tua, sehingga relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Membantu orang tua untuk melihat cara anak berinteraksi dengan lingkungan akan mempengaruhi perkembangan sosial dan akademik.

Mengembangkan wawasan guru dan sekolah tentang kehidupan anak sehari-hari, mengurangi masalah psikologis sehingga kerjasama orang tua, guru agar pengalaman anak terintegrasi serta brmakna.

Baru-baru ini, yaitu tanggal 18 s/d 21 Desember 2006, beberapa daerah tingkat II dari Propinsi Aceh Darusalam mengadakan studi banding ke kota Payakumbuh untuk melihat dari dekat bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusif di kota tersebut dan panyajian materi tentang konsep-konsep pendidikan inklusif yang disampaikan secara kolaborasi oleh para praktisi dan pihak akademisi dari Jurusan PLB FIP UNP Padang

Kota Payakumbuh adalah salah satu kota di Sumatera Barat yang telah melaksanakan pendidikan inklusif (pendidikan untuk semua) dan telah diakui baik di tingkat nasioal maupun internasional.

Salah satu kunci keberhasilan kota Payakumbuh dalam melaksanakan pendidikan inklusif adalah adanya komitmen mulai dari walikota, kepala dinas pendidikan, kepala pusat sumber, praktisi di lapangan, akademisi dan semua pihak terhadap visi, misi dan tujuan pendidikan inklusif. Kesan para peserta dari Aceh tersebut:“ Ternyata lingkung inklusif itu menciptakan nuansa yang ramah terhadap pembelajaran untuk semua anak “

*Tarmansyah : Dosen Jurusan PLB FIP UNP Padang

Penulis Naskah,

Drs. Tarmansyah, Sp.Th, M.Pd



Baca selengkapnya...

MENCIPTAKAN LINGKUNGAN INKLUSIF RAMAH TERHADAP PEMBELAJARAN JENJANG PENDIDIKAN DASAR (Dalam Menyukseskan Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar

Oleh. Drs. Tarmansyah, Sp.Th,M.Pd

Untuk menyukseskan pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun atau pendidikan untuk semua anak, diperlukan suatu strategi yang mendukung sehingga tidak menimbulkan ketidak nyamanan, baik bagi anak, maupun bagi guru, ketika semua anak diterima di sekolah.

Kita bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan pembelajaran dimana semua anak dapat belajar dan merasa dilibatkan dalam komunitas belajar di dalam dan di luar kelas dan sekolah.

Melibatkan semua anak yang tersisihkan atau yang biasanya tidak diterima di sekolah. Mereka adalah anak-anak penyandang kecacatan, anak yang mengalami gangguan komunikasi, anak yang berisiko putus sekolah karena sakit, kemiskinan, anak jalanan, prestasi belajarnya dibawah rata-rata kelas, dan anak perempuan atau laki-laki yang seharusnya bersekolah tetapi tidak sekolah, karena harus bekerja di rumah, atau harus bekerja untuk membantu kehidupan keluarga, atau anak yang tertimpa bencana alam.

Ada anak yang masuk sekolah tetapi merasa tesisihkan dalam pembelajaran di kelas, misalnya anak yang biasanya duduk paling belakang, menyendiri dan kemungkinan akan putus sekolah, karena mereka bukan berasal dari komunitas yang sama. Dalam hal ini perlu diciptakan lingkungan sekolah yang akrab dan ramah terhadap pembelajaran, “Child-fiendly and Teacher-fiendly”

Lingkungan sekolah yang akrab dan ramah terhadap anak dalam pembelajaran, yaitu memfokuskan pada partisipasi dan pembelajaran untuk setiap anak di sekolah, daripada hanya memfokuskan kepada mata pelajaran dan ujian. Lingkungan sekolah yang akrab dan ramah terhadap guru, yaitu memfokuskan pada efektifitas pembelajaran guru utuk mengajar semua anak, pembelajaran yang menyenangkan. Pada dasarnya guru juga belajar hal-hal yang baru dari anak.

Untuk menciptakan lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran adalah : Anak dan guru belajar bersama sebagai suatu komunitas belajar. Anak berada pada pusat pembelajaran dan didorong secara aktif untuk berpartisipasi dalam pembelajaran. Memenuhi kebutuhan dan minat guru, sehingga mereka ingin dan mampu memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak. Pembelajaran hendaknya relevan dengan kehidupan sehari-hari anak; Anak memegang tanggung jawab atas pembelajarannya.

Dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah terhadap pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pada visi dan nilai bersama. Dengan melibatkan semua anak tanpa diskriminasi. Semua anak mempunyai hak untuk belajar dan semua anak dapat belajar, “tanpa memandang kondisi fisik, sosial, emosional, linguistik atau kondisi lainnya: anak penyandang kecacatan dan berbakat, anak jalanan dan pekerja, anak dari populasi terpisah atau nomadik, anak dari minoritas linguistik, etnis atau budaya dan anak dari area atau kelompok kurang beruntung atau termajinalisasi “ (UNESCO, Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus 1994, p.6)

Berdasarkan hal tersebut terdapat perbedaan yang dihadapi dalam pembelajaran, dengan demikian diperlukan berbagai cara dalam pembelajaran. Tidak hanya dengan cara klasikal atau mengambil materi dari buku lalu disajikan untuk semua anak. Cara tersebut bagaimana mengajar anak dengan kebutuhan dan gaya belajar yang berbeda-beda.

Oleh karena itu dengan menciptakan lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran penting. Tidak hanya untuk perkembangan semua anak, tetapi untuk mengembangkan profesional.

Kekutan yang mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif di Sumatera Barat: Pada dasarnya masyarakat Sumatera Barat telah memiliki karakter yang cukup inklusif dan solidaritas tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Adat basandi sara, sara basandi kitabullah. Dalam memutuskan sesuatu selalu demokrasi dengan memegang teguh pada pilar tiga tungku sajarangan, dan yang lebih mendasar adalah peranan bundo kandung yang mengangkat harkat derajat kaum ibu dalam kegiatan kemasyarakatan.

Pemerintah secara nasional telah meratifikasi resolusi internasional yang mendukung pendidikan inklusif. Indonesia pada bulan Agustus 2004 di Bandung telah menyepakati melaksanakan pendidikan untuk semua (pendidikan inklusif). Pada dasarnya implementasi inklusi harus dimulai dari hati individu yang paling dalam, karena prilaku inklusi adalah intuisi dari sanubari setiap manusia secara alami atau fitrah Illahayah yang rakhman-rachiim atau kasih-sayang. Roh yang mendasari pendidikan inklusif adalah ” Kasih-sayang”

Saat ini telah banyak LSM yang aktif mempromosikan anak-anak dari kelompok yang termarjinalisasi, antara lain anak jalanan, bencana alam, dan korban penyalah gunaan narkoba, anak-anak suku terasing/terpencil (LSM yang memberikan layanan pendidikan pada anak-anak di pedalaman kepulauan Mentawai).

Di Kota Payakumbuh telah berkembang sekolah-sekolah reguler mulai SD, SMP, SMA/SMK yang melaksanakan pendidikan dengan seting inklusi. Inovasinya tumbuh dari sekolah, partisipasi guru-guru dan didukung oleh pemerintah daerah. Penghargaanpun datang, baik dari tingkat nasional maupun internasional, dan pada bulan Desember Kota Payakumbuh dijadikan lokasi studi banding tentang pelaksanaan pendidikan inklusi oleh beberapa daerah dari Nanggro Aceh Darusalam.

Inisiatif pengembangan pendidikan inklusif di daerah-daerah di Indonesia dimulai dari kepedulian masyarakat dan warga sekolah, selanjutnya pemerintah memfasilitasi dalam mengembangkan kegiatan selanjutnya, misalnya di Sukabumi Jawa Barat, beberapa sekolah dasar dengan seting inklusi telah mendapat perhatian dari UNESCO.

Sekolah-sekolah regular dengan seting inklusi di Sumatera Barat, telah mendapatkan guru pembimbing khusus. Berbagai pelatihan tentang pendidikan inklusif baik untuk pihak birokrasi, akademisi dan praktisi di lapangan telah dilakukan oleh pemerintah daerah maupun pusat, dan secara bertahap lebih ditingkatkan. Secara sederhana pendidikan inklusi di Sumatera Barat telah terlaksana.

Tantangan yang masih harus dihadapi dalam pendidikan inklusif dialami oleh daerah-daerah di seluruh Indonesia, antara lain :

Pertumbuhan populasi penduduk yang relatip cepat, sehigga layanan pendidikan harus dapat memenuhi kebutuhan jumlah penduduk. Populasi tersebut menyebar secara tidak merata, kondisi politik ekonomi yang belum kondusif, sehingga inovasi masyarakat kurang berkembang. Bencana alam dan konflik yang berkepanjangan, perbedaan budaya/keyakinan. Meningkatnya biaya pndidikan, menurunnya nilai uang sehingga alokasi dana belum mencukupi.

Belum adanya kesesuaian antara pendidikan dasar dengan pendidikan tinggi, LPTK belum mempersiapkan tenaga yang siap melayani pendidikan untuk semua. Terkadang LPTK tertingggal dalam perkembangan teknologinya oleh pendidikan dasar.

Kenyataan yang ada dilapangan saat ini, pendidikan segregasi/ SLB masih dipertahankan. Paradigma inklusi sebagai suatu ancaman, hal ini dilakukan karena alasan sosial, finansial, etnis, dan kemampuan komunikasi. Pada masa mendatang keberadaan urSumber” atau “Pusat Asesmen dan Intervensi Dini”, sebagai langkah awal bagi anak berkebutuhan khusus untuk dapat mengikuti pendidikan dalam seting inklusi. Selanjutnya antara Pendidikan Kebutuhan Khusus dengan sekolah-sekolah reguler yang ada disekitarnya bekerjasama dalam memberikan layanan pendidikan secara profesional.

Kurangnya data yang dapat diandalkan tentang kecenderungan jumlah anak yang membutuhkan layanan pendidikan khusus. Hal ini disebabkan karena belum dilaksanakannya asesmen individual terhadap anak. Belum adanya standar tentang hal-hal yang mendasari atau kriteria anak yang mampu didik dalam seting inklusi. Bagaimana dengan kriteria anak mampu latih, atau anak yang hanya perlu rawat saja.

Kekhawatiran dan keterbatasan dalam melaksanakan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan semua anak secara terbatas. Guru menganggap bahwa metode yang berpusat pada anak dalam pembelajaran, banyak memakan waktu. Kurikulum yang ada saat ini kurang pleksibel untuk memenuhi kebutuhan semua individu anak.

Guru-guru saat ini umumnya masih belum mendapatkan training dan pengalaman untuk memperkenalkan fleksibilitas dalam kurikulum dan untuk dapat bekerja dengan semua anak. Terbatsnya bahan ajar yang sesuai dengan perkembangan individu bagi semua anak.

Kemampuan personal yang ada umumnya belum terampil dalam melaksanakan asesmen dalam pembelajaran anak. Kebanykan sekolah nampaknya masih menganut kepercayaan bahwa keberhasilan pendidikan merupakan fungsi dan kinerja intelektual dalam mata pelajaran, tanpa melihat perkembangan individu anak secara holistik atau menyeluruh (intelektuan, mental, emosional, bahasa, sosial, komunikasi, fisik, keterampilan).

Pendidikan untuk semua pada dasarnya dapat dikerjakan dengan mudah apabila masyarakat percaya bahwa hak atas pendidikan merupakan hak azasi manusia.

Dalam upaya mewujudkan percepatan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, tentunya untuk semua anak (education for all). Semua anak harus diterima di sekolah terdekat dimana anak tersebut berada, termasuk anak-anak yang termajinalisasi atau berkebutuhan khusus. Bagaimana sekolah mempersiapkan program tersbut ?

Strategi pengembangan lingkungan sekolah untuk semua yang ramah terhadap pembelajaran, dalam mewujudkan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mewujud strategi tersebut :

Mengembangkan pemahaman yang jelas tentang implementasi pendidikan untuk semua : Mengembangkan sekolah yang dapat memenuhi kebutuhan semua siswa. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pada serangkaian prinsip yang dinyatakan secara jelas, mengacu kepada visi, misi dan tujuan yang dirumuskan secara bersama oleh warga sekolah.

Melakukan identifikasi terhadap semua sumber daya manusia yang ada, dan pembiayaan yang dibutuhkan. Membangun kemitraan dengan semua stakeholder yang terkait, dalam mendukung terwujudnya lingkungan sekolah untuk semua yang ramah terhadap pembelajararan.

Inisiatif untuk merancang strategi dalam mengelola perubahan dimulai dari sekolah masing-masing, karena setiap sekolah mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain: Dimulai dengan apapun yang tersedia di sekolah dan mendukung program strategi perubahan yang akan dilakukan. Menampung berbagai pendapat dari berbagai fihak yang terkait, guru, orang tua, kmite, masyarakat, instansi/lembaga terkait yang ada dilingkungan sekolah.

Selanjutnya warga sekolah melakukan analisis situasional sekolah, atau evaluasi diri untuk menganalisis aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam melakukan rencana perubahan. Pimpinan sekolah membangun hubungan pendukung dengan sumber yang ada dan para akhli dari berbagi institusi/lembaga.

Memang diperlukan pedoman dan kebijakan yang jelas dari pemerintah pusat mauun daerah: Mengadakan diskusi atau rapat kerja mengenai pendidikan untuk semua (inklusi) untuk membangun consensus dengan pihak birokrat pengambil keputusan. Prinsip-prinsip inklusi yang ada perlu diinterpretasikan dalam konteks masing-masing daerah. Inkusi sulit untuk distandarisasi, dengan demikian pelaksanaanya akan berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, bahkan antara satu sekolah dengan sekolah lain bias saja berbeda, tergantung komitmen yang dibangun di masing-masing daerah atau sekolah.

Melibatkan semua sumber daya warga sekolah untuk bekerja dalam formulasi kebijakan yang telah dirumuskan bersama : Melibatkan semua anak merumuskan kebijakan, perencanaan dan perkembangan program. Diharapkan untuk melibatkan berbagai akhli dalam berbagai spesialisasi gangguan (ortopedagog). Merumuskan kebijakan yang pleksibel untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan semua anak.

Tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah, dalam hal ini dinas pendidikan. Adanya alur struktur yang jelas dan koordinasi yang sinergis antara dinas pendidikan propinsi dan dinas pendidikan kota atau kabupaten. Inklusi juga harus dicerminkan oleh kinerja personal manajemen birokrasi. Pelayanan manajerial yang ramah dan menyenangkan bagi semua pihak.

Kemitraan harus dipupuk sehingga menjadi bermakna: Kemitraan difokuskan kepada orang tua dan masyarakat dalam pendidikan anak- anak mereka. Bahwa pendidikan merupakan hak yang mendasar bagi semua anak. Mendukung formasi kemitraan antara sekolah, komite sekolah, ninik mamak, LSM dan kelompok profesional serta akademisi.

Secara berkesinambungan para pejabat pemerintah meningkatkan pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan dalam perkembangan pendidikan untuk semua, baik perkembangan di tingkat nasional, maupun internasional.

Melakukan survey internal : Melaksanakan survey yang komprehensif secara periodic untuk mengidentifikasi semua anak baik yang berada di sekolah maupun yang lebih luas, tingkat kota/kabupaten atau tingkat propinsi, untuk memberikan database yang diperlukan. Dalam hal ini harus melibatkan personal yang profesional dan terlatih.

Membangun kesadaran dan menciptakan sikap positif terhadap pendidikan untuk semua: Kampanye penyadaran tentang hak anak harus terus menerus dilakukan. Melaksanakan program penyadaran dengan partisipasi aktif dari semua fihak, termesuk mereka yang membutuhkan layanan pendidikan khusus.

Mengawali perubahan menuju pendidikan untuk semua dengan mobilisasi opini, membangun consensus diantara masyarakat umum melalui seminar, lokakarya dan proyeksi. Memanfatkan media cetak dan elektronik untuk mempersiapkan persepsi masyarakat yang pro-aktif, termasuk para orangua.

Menata ulang fungsi SLB : Mendesain ulang semua sekolah luar biasa atau praktek-praktek layanan pendidikan kebutuhan khusus, dengan tujuan mendukung pendidikan untuk semua (pendidikan inklusif)

Membuat kurikulum pendukung dan bahan ajar untuk semua anak : Rencanakan untuk mengakomodasi berbagai cakupan gaya belajar anak. Mempersiapkan system yang responsife dan menerima keragaman. Kurikulum fleksibel memenuhi kebutuhan belajar kepada semua anak.

Melaksanakan pelatihan untuk guru : Mendesain ulang pelatihan guru, untuk beberapa guru regular pada level pra-servic dan in-service. Mengalihkan peranan guru PLB menjadi guru sumber atau konsultan utuk semua anak di sekolah. Membentuk tim pendukung guru pada setiap sekolah untuk menyediakan dukungan di tempat.

Mendorong partisipasi orangtua dalam proses pembelajaran : Organisasi orangtua perlu dibentuk dengan hubungan terstuktur dengan para professional. Orangtua perlu dilatih dalam perkembangan dan evaluasi program anak sedini mungkin untuk anak mereka sendiri.

Orangtua perlu didorong untuk menyiapkan dan mengelola penggunaan bahan ajar yang rendah biaya, termasuk mainan yang dibuat di daerah setempat dan materi tertulis dalam bentuk ceritera tradisional, legenda, lagu dan puisi.

Kesimpukan : Kita bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan pembeljaran dimana semua anak dapat belajar dan merasa dilibatkan dalam komunitas pembelajaran di dalam dan diluar kelas dan sekolah.

Penulis naskah,

Drs. Tarmansyah,Sp.Th, M.Pd

Dosen:Jurusan PLB FIP UNP Padang



Baca selengkapnya...

Kegiantan inklusi di SMP 23 Padang SUMBAR





Baca selengkapnya...

PENDIDIKAN UNTUK SEMUA (PENDIDIKAN INKLUSIF) KESEPAKATAN MASYARAKAT DUNIA TERHADAP PENDIDIKAN

Oleh. Tarmansyah

Pendidikan Untuk Semua atau pendidikan inklusif, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi semua, anak-anak, remaja dan orang dewasa. Mereka dapat mengambil manfaatnya dari kesempatan pendidikan tersebut. Pendidikan untuk semua dirancang untuk dapat memenuhi kebutuhan minimal pendidikan dasar.

Untuk memenuhi kebutuhan belajar pada jenjang pendidikan dasar tersebut, diperlukan komitmen bersama dalam menata ulang pendidikan dasar yang selama ini dilaksanakan. Dalam penataan ulang tersebut diperlukan visi yang diperluas dengan melibatkan berbagai tingkatan sumber daya, struktur lembaga, kurikulum dan system yang menjembatani sistem pendidikan yang berlaku sekarang. Sejalan dengan penyesuaian tersebut, perlu dibangun dan dikembangkan praktek pembelajaran yang sudah berjalan selama ini.

Kesetaraan dan akses pendidikan dasar harus dipromosikan secara universal kepada semua pihak yang terkait. Pendidikan dasar harus diberikan untuk semua anak, remaja dan dewasa yang belum memperoleh pendidikan. Sekolah harus menerima semua anak dengan melibatkan siswa yang bearagam, serta memanfaatkan semua sumber yang ada di lingkungan sekolah.

Pendidikan dasar dicanangkan secara nasional yang difokuskan pada wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Pertanyaannya adalah: Apakah nantinya kesempatan-kesempatan pendidikan yang diperluas tersebut akan diterjemahkan menjadi pembangunan yang bermakna atau tidak untuk individu dan masyarakat ?. Hal tersebut sangat tergantung pada apakah mereka benar-benar belajar sebagai hasil dari kesempatan tersebut, yaitu apakah kesempatan-kesempatan tersebut menggabungkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dalam hidup dan kehidupan mereka, untuk mengantarkan anak-anak bangsa menuju kemandirian dalam hidup dan kehidupan sehingga dapat menikmati hasil pembangunan.



Dalam pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (pendidikan untuk semua), perlu memperluas sarana dan cakupan pendidikan dasar. Pada dasarnya pendidikan harus dimulai dari buaian sampai liang lahad, maksudnya belajar dimulai sejak lahir. Sementara ini pendidikan paling dini mulai antara tiga-empat tahun (PAUD), itupun baru dilaksanakan di kota-kota besar, berarti pendidikan anak terlambat rata-rata tiga tahun. Padahal selama tiga tahun banyak pengalaman pembelajaran yang bisa diperoleh anak tersebut. Dalam hal ini peranan orangtua dan masyarakat sangat mendukung proses perkembangan anak pada masa usia dini.

Pendidikan yang utama seyogianya dilaksanakan dalam keluarga sebagai jembatan bagi seorang anak untuk mengikuti pendidikan di luar keluarga yaitu sekolah. Dalam melaksanakan pendidikan, baik dalam keluarga maupun dalam sekolah, hendaknya didasarkan atas kebutuhan atau kemampuan masing individu anak. Kebutuhan belajar anak beragam berbeda antara satu anak dengan anak lainnya, dengan demikian pembelajaran harus dipenuhi melalui sistem pendekatan yang beragam pula. Asesmen perkembangan merupakan panduan untuk mengetahui kemampuan dan ketidak mampuan individu anak.

Panduan tersebut harus diinformasikan dan dikomunikasikan melalui aksi sosial agar dapat digunakan untuk membantu menyampaikan isu-isu pengetahuan tentang cara-cara mendidik, baik kepada orangtua, masyarakat dan para pendidik. Dalam hal ini pendidikan dilaksanakan untuk semua, oleh orangtua yang melaksanakan pendidikan dalam keluarga dan guru yang melaksanakan pendidikan dilingkungan sekolah. Apabila pendidikan anak hanya diserahkan kepada lembaga formal atau guru di sekolah, maka hasil yang diperoleh lebih dominan pada aspek perkembangan kognitif atau pengetahuan. Sementara perkembangan yang menjadi kebutuhan individu anak adalah holistik, selain aspek pengetahuan juga aspek ketaqwaan kepada Tuhan akhlak mulya, budi luhur, keterampilan, berkebangsaan.

Sebagai ilustrasi, sering kita jumpai dalam kehidupan di masyarakat, ketika seseorang dihadapkan kepada suatu permasalahan, tidak serta merta menganalisis secara holistik (melalui proses kecerdasan intelektual, akhlak mulya, budi luhur/kecerdasan emosional dan kecerdasan sepiritual), masalah diselesaikan secara instant, ada juga yang menyelesaikan masalahnya dengan hanya mengandalkan kekuatan fisik. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan upaya pengembangan berbagai kemampuan individu secara ter integrasi dan berkesinambungan, sehinga individu berkembang secara sempurna. Dalam hal ini lingkuangan masyarakat/orangtua mempunyai peran yang penting dalam proses perolehan pengalaman belajar bagi anak sejak usia dini.

Belajar tidak terjadi secara terpisah. Oleh karena itu perlu adanya upaya meningkatkan lingkungan untuk belajar, masyarakat harus menjamin bahwa semua anak memperoleh jaminan kesehatan, maka anak-anak harus mendapatkan gizi yang cukup, layanan kesehatan dan pembinaan dalam perkembangan emosi, sosial dan fisik, sehingga anak-anak dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan mendapat manfaat dari pendidikan yang mereka peroleh.

Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan atau Dinas Pendidikan, mempunyai kewajiban dalam melaksanakan pendidikan dasar (sembilan tahun) untuk semua anak, namun lembaga tersebut tentunya tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan, misalnya sumber daya manusia, finansial, kelengkapan kelembagaan dalam menuntaskan program tersebut. Maka diperlukan jalinan kemitraan dengan lembaga/instansi/organisasi terkait di semua level. Sehingga terjalin kerjasama yang harmonis, kuat, terpadu dan berkesinambungan.

Dengan terbinanya jalinan kemitraan yang kuat, dapat dikembangkan konteks kebijakan yang mendukung program pendidikan untuk semua (eduction for all). Kebijakan yang mendukung dalam sektor sosial, budaya dan ekonomi sangat diperlukan untuk merealisasikan sepenuhnya pelaksanaan pendidikan dasar untuk meningkatkan hidup dan kehidupan individu dan masyarakat.

Pendidikan untuk semua, tidak akan tercapai kecuali apabila system pendidikannya menempatkan program pendidikan inklusif bagi semua anak yang belajar, baik melalui jalur formal, non formal maupun informal.

Dalam upaya mewujudkan terealisasinya pendidikan untuk semua, tentu yang paling berkompeten dalam hal ini adalah dinas pendidikan. Program yang direncanakan harus didasarkan kepada data yang ada, berapa jumlah siswa yang telah terdaftar di sekolah jenjang pendidikan dasar?. Melalui upaya pendataan anak yang tidak bersekolah, mungkin terdaftar namun tidak belajar karena kemiskinan, jender, kecacatan, perbedaan budaya, etnis atau penderita HIV/AIDS, anak jalanan serta mereka yang termarjinalisasi.

Data tersebut hendaknya mencerminkan: Siapakah mereka?, Dimana tempat tinggal mereka?, Mengapa mereka tidak bersekolah ?. Berdasarkan data tersebut dapat diambil langkah untuk membuat kebijakan yang memudahkan mereka untuk masuk sekolah dan tetap sekolah.

Salah satu kebijakan yang memudahkan semua anak masuk sekolah adalah; mempromosikan sekolah-sekolah yang inklusi ramah terhadap pembelajaran, program pendidikan individual bagi anak yang berkebutuhan khusus dan tidak diskriminasi terhadap semua anak. Ini berarti perlu menggunakan pendekatan yang berorientasi pada bahwa semua orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidkan yang bekualitas.

Selanjutnya pihak sekolah dan masyarakat harus pro aktif mendukung program pendidikan untuk semua, yaitu secara aktif mencari anak-anak yang tidak bersekolah dan mencari solusi agar mereka dapat bersekolah serta mengupayakan agar mereka tetap bersekolah. Secara terpadu dan berkesinambungan antara institusi pemerintah setempat, komite atau asosiasi orangtua siswa dan guru, bahkan para siwa sendiri dapat melakukan pemetaan di masyarakat.

Kenyataan di lapangan, banyak guru dan juga orangtua siswa tidak menghendaki sekolah mereka dibarengi oleh anak-anak yang bermasalah atau kesulitan belajar karena kemiskinan, kecacatan, perbedaan etnis, atau terlibat narkoba. Sebagai guru dan orangtua

pada dasarnya harus turut bertanggungjawab terhadap pendidikan, tidak hanya anaknya sendiri, namun juga anak-anak tetangga. Para guru seharusnya juga mempunyai kainginan dan dapat memandang keanekaragaman di dalam sebuah kelas sebagai satu kesempatan bukan sebagai masalah.

Prof. Suyanto (Depdiknas. 2003) pada Simposium Internasional tentang Inklusi dan Penghapusan Hambatan untuk Belajar, Partisipasi dan Perkembangan, mengatakan “ Hambatan terbesar ke arah inklusi lebih disebabkan oleh masyarakat, bukan oleh gangguan medis tentu. Perilaku negatif terhadap perbedaan-perbedaan yang terjadi di masyarakat mengakibatkan diskriminasi dan bisa mengarah pada hambatan serius terhadap pembelajaran. Perilaku ini dapat berbentuk diskriminai sosial, kurangnya kesadaran sosial dan prasangka-prasangka tradisional”

Anak-anak yang terkucil dari pendidikan seringkali tidak terlihat, apabila terlihat mereka tidak diperhitungkan, kalaupun diperhitungkan mereka tidak dilayani. Lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran, sebenarnya membuat yang tidak nampak menjadi nampak dan memastikan semua siswa mendapatkan hak memperoleh pendidikan dengan kualitas yang baik.

Sheldon Shaffer. UNESCO Bangkok (2004), mengemukakan tentang pendidikan inklusif: “ ini berarti bahwa sekolah inklusif dan ramah terhadap anak tidak boleh hanya bepusat pada anak, tetapi juga menjangkau anak secara aktif di masyarakat bukan hanya di sekolah: mereka yang cacat serta mereka yang mengalami hambatan dalam komunikasi, dari jenis kelamin yang kurang beruntung, atau terpengaruh dampak kemiskinan atau HIV/AID, membantu mereka masuk sekolah dan kemudian mamastikan mereka tidak serta merta diasingkan dalam pembelajaran dan keberhasil di sekolah “

Mudjito AK, Msi (Depdiknas), dalam Konfernsi ICEVI Regional Asia Timur, Jominten (2/2005). Menyampaikan pandangannya tentang pendidikan Inkluf di Indonesia, sebagai berikut; “ Jauh sebelum manusia ada di bumi mengungkapkan perhatian mengenai pendidikan inklusif sebagai satu cara untuk menciptakan kesempatan yang sama untuk semua anak, remaja dan dewasa, kami telah mempunyai konsep mendasar tentang inklusi di Indonesia, dimana simbol Negara kami adalah Bhineka Tunggal Ika, dalam bahasa sangsekerta berarti Kesatuan dalam Perbedaan. Gelombang gerakan pendidikan inklusif telah mengingatkan kita bahwa esensi dari inklusi seharusnya diaplikasikan dalam pendidikan.

Saat ini kita sedang menyamakan cara pandang dalam pendidikan inklusif. Kita akan bahagia melihat anak-anak dengan perbedaan kemampuan dan karakter menjadi satu kesatuan dari bagian kehidupan normal. Kita akan bahagia melihat sekolah reguler sebagai sekolah yang ramah terhadap pembelajaran untuk semua anak. Dalam konteks yang lebih luas sebuah sekolah yang ramah terhadap pembelajaran, dan masyarakat yang ramah, dengan demikian kita semua menuju kearah yang sama menciptakan lingkungan ramah terhadap pembelajaran”

Peranan sekolah dalam pendidikan inklusif ramah terhadap pembelajaran. Agar pendidikan yang ramah menjadi kenyataan, maka pendidikan harus mampu merubah dan menjamin semua pihak untuk membuktikan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tersebut. Maka tugas dan kewajiban sekolah yang menyelenggarakan pendidikan yang ramah, seperti yang dikemukakan Anupan Ahuya (2003) :

Mengubah sikap siswa, guru, orang tua dan masyarakat menjadi sebuah lingkungan yang ramah dalam pembelajaran.

Menjamin semua siswa mempunyai akses terhadap pendidikan dan mengikutinya secara rutin

Menjamin semua siswa diberi kurikulum penuh yang relevan dengan kemampuan dan menantang sehingga tercipta kondisi pembelajaran yang aktif

Membuat rencana kelas untuk seluruhnya

Menjamin dukungan dan bantuan yang tersedia (teman sebaya, guru, spesialis, orang tua dan masyarakat)

Menjamin semua siswa menyelesaikan sekolah dan mereka yang putus sekolah diberikan kesempatan untuk meneruskan sekolah.

Memperbaiki pencapaian dan kesuksesan semua siswa pada semua level

Menjamin pelatihan aktif berbasis sekolah

Menggunakan metode yang pleksibel dan mengubah kelompok belajar

Menjamin terlaksananya pembelajaran yang aktif

Sekolah inklusif ramah terhadap pembelajaran harus didasari oleh keyakinan bahwa semua anak dapat belajar, semua anak berbeda satu sama lain. Perbedaan yang terjadi harus dihargai, dengan demikian dalam pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama guru, orang tua dan masyarakat.

Sekolah yang akrab terhadap anak, memfokuskan pada partisipasi dan pembelajaran tiap anak di sekolah daripada memfokuskan pada mata pelajaran dan ujian. Sekolah yang akrab terhadap guru, memfokuskan pada pembelajaran guru untuk mengajar semua anak lebih efektif dan menyenangkan. Guru juga belajar hal baru dari anak: Anak dan guru belajar bersama sebagai suatu komunitas belajar. Anak berada pada pusat pembelajaran dan didorong secara aktif untuk berpartisipasi dalam pembelajaran. Pembelajaran juga dalam upaya memenuhi kebutuhan dan minat guru, sehingga mereka berkeinginan dan mampu memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak.

Lingkungan yang inklusif dan akrab terhadap pembelajaran, didasarkan atas visi dan nilai yang dirumuskan secara bersama antara keluarga guru dan masyarakat, mereka terlibat dalam pembelajaran. Pembelajaran harus relevan dengan kehidupan sehari-hari anak, anak memegang tanggung jawab atas pembelajarannya.

Keterlibatan orangtua sangat membantu keberhasilan pelaksanaan pendidikan untuk semua. Dengan demikian perlu mendorong partisipasi orangtua dalam proses pembelajaran: Organisasi orangtua perlu dibentuk dengan hubungan terstruktur dengan para profesional. Orangtua perlu dilatih dalam perkembangan dan evaluasi program anak usia dini untuk anak mereka sendiri. Orangtua perlu didorong untuk menyiapkan dan mengelola penggunaan bahan ajar yang rendah biaya, termasuk mainan yang dibuat di daerah setempat dan materi tertulis dalam bentuk ceritera tradisional, lagu daerah atau puisi-puisi/ pantun.

Dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pembelajaran untuk semua anak, perlu dikembangkan alat-alat yang tepat untuk mengidentifikasi dan mengases dan mengevaluasi hasil pembelajaran untuk semua anak : Mengembangkan keterampilan screening fungsional pada tingkat sekolah, dan menyediakan fasilitas asesmen untuk memfasilitasi proses identifikasi dengan mudah. Memfokuskan asesmen, perkembangan dan akademik, kemampuan anak harus diakses tidak hanya tes standar tetapi asesmen berkelanjutan dengan menggunakan berbagai pendekatan.

Pusat sumber harus dibangun untuk memberikan dukungan dan layanan terdekat ke sekolah-sekolah dengan seting inklusi. Penyediaan waktu luang digunakan untuk keterampilam khusus bagi anak-anak yang membutuhkannya antara lain, braille, dan orientasi mobilitas untuk anak dengan gangguan penglihatan, bina bicara bagi anak dengan gangguan komunikasi, bina persepsi bunyi bagi anak dengan gangguan pendengaran, terapi okupasi bagi anak dengan gangguan gerak, terapi musik untuk anak dengan ganguan perilaku/emosi dan lain sebagainya.

Dalam menciptakan seting pembelajaran yang ramah di sekolah, diperlukan reformasi sistem formal menjadi sistem yang lebih tebuka. Dalam hal ini sekolah yang beradaptasi kepada kemampuan anak, daripada memaksa anak untuk menyesuaikan kepada sistem pendidikan (kurikulum) yang kaku. Bagaimana guru menyesuaikan program dan melaksanakan praktek pembelajaran terhadap beragam kebutuhan secara fleksibel, sambil mendorong siswa untuk ikut serta untuk belajar dan mencapai potensi mereka secara penuh. Kita bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan pembelajaran dimana semua anak dapat belajar dan merasa dilibatkan dalam komunitas belajar di dalam dan di luar kelas dan sekolah.

Penulis naskah,

Drs. Tarmansyah,Sp.Th, M.Pd

Dosen: Jurusan PLB FIP UNP Padang

Komp. PLB. Jl. Limau Manis Kec Pauh Padang 25164

Telp. (0751) 791422/ 791425/081267806150




Baca selengkapnya...

Jumat, 15 Mei 2009

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SD NEGERI 03 ALAI PADANG UTARA KOTA PADANG

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI

(Studi Pelaksanaan Pendidikan di Sekolah Ujicoba Sistem Pendidikan Inklusi )
ABSTRACT

This study is aimed to give description about the implementation of inclusive education in SDN 03 Alai Padang. The problems encountered in the field are: there is gep between the concept of inclusive education and application in the field, both viewed from the personal aspect of school community and supporting external factors in the implementation of inclusive education in there. Then, the problems are formulated as follow: How is the inclusive education in SD Negeri 03 Alai Padang implemented ?


The formulation of the problem is then made in three research questions: 1) Haw is the inclusive education implemented ? 2) What barriers is faced in the implementation of inclusive education ? 3) What the efforts done to overcome the barriers ?. The kind of study is descriptive that uses qualitative approach. The subyect of study are community of school and education official.

The result of study show the implementation of inclusive education has been yet as expected. The implementation of education in school still oriented on intrgrated education concept. The problems are bureaucracy of managemen, modification of curriculum, teacher, material/pre material and cooperation parents and society.

The effort has been done in stages, for example, there are specific counselor teachers, socialization of inclusive education in environment school.

Recommendation that is given are : school have to make the atmosphere more friendly, the curriculum have to be appropriate with the students’ needs, cooper
Kata Kunci : Pendidikan Inklusif

Pendahuluan

Fenomena Pendidikan Inklusif merujuk pada kebutuhan pendidikan untuk semua anak (Education for All) dengan fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemisahan. Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial-emosional, linguistik atau kondisi lainnya ( Tarmansyah, 2003)

Sekolah reguler dengan orientasi inklusif adalah lembaga yang paling efektif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua. Perlunya perhatian bagaimana sekolah-sekolah dapat dimodifikasi atau disesuaikan untuk meyakinkan bahwa pendidikan inklusi relevan dengan konteks lokal, memasukkan dan mendidik semua peserta didik dengan ramah dan pleksibel, sehingga mereka dapat berpartisipasi ( Hildegun, 2002)

Penerapan sisitem pendidikan inklusi ditujukan untuk pengembangan kebijakan, pengembangan kurikulum, pelatihan guru, kapasitas bangunan atau lokal, dan keterlibatan masyarakat serta kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

Salah satu sekolah yang ditetapkan sebagai sekolah uji coba pendidikan inklusi yang ditunjuk Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Barat adalah Sekolah Dasar Negeri 03 Alai, kecamatan Padang Utara.

Berdasarkan hasil identifikasi dan asesmen pihak SLB YPAC Sumatera Barat, ditetapkan dua orang anak tunanetra dianggap mampu untuk mengikuti pendidikan di SD reguler, maka selanjutnya bekerjasama adengan pihak SD Negeri 03, kedua anak tersebut dapat dicobakan untuk mengikuti pendidikan inklusi bersama anak-anak lainnya di sekolah tersebut.

Kegiatan belajar mengajar telah berlangsung sejak Februari 2003 dan evaluasi belajar telah dilaksanakan dengan hasil yang kurang memuaskan. Nilai rapor ke dua anak tersebut berada di bawah rata-rata.

Orang tua dari salah satu anak tersebut cenderung menyalahkan SLB yang mengirim anak mereka ke sekolah reguler, ketika orang tua tersebut menghadapi berbagai kendala selama anaknya mengikuti kegiatan di sekolah tersebut.

Ada beberapa orang guru di sekolah tersebut yang masih belum dapat menerima kehadiran anak tunanetra di kelasnya, dengan alasan mengganggu kegiatan belajar anak-anak lainnya. Sementara pihak birokrasi masih belum sepenuhnya memperhatkan mekanisme jalannya pelaksanaan pendidikan inklusi di sekolah tersebut.

Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri 03 Alai antara lain:

Guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar mengacu kepada Kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan khusus anak tunanetra

Latar belakang pendidikan guru pembimbing khusus tidak sesuai dengan Spesialisasi yang diambilnya, yaitu spesialisasi pendidikan anak tunarungu

Guru pembimbing khusus belum mempunyai keterampilan dalam menulis dan membaca huruf braille.

Orang tua dari anak tunanetra masih belum dapat menerima sepenuhnya anaknya mengikuti pendidikan di sekolah reguler.

Masih ada guru di sekolah reguler yang belum menerima kehadiran anak tunanetra di sekolahnya.

Orang tua anak-anak di sekolah terebut tidak setuju dengan kehadiran anak tunanetra belajar bersama anak mereka di sekolah tersebut.

Kepala sekolah dan pihak birokrasi belum memahami sepenuhnya visi, misi, tujuan dan tatalaksana sistem pendidikan inklusif.

Belum terbinanya kerjasama kemitraan antara sekolah tersebut dengan Sekolah Luar Biasa yang mengirim anak tersebut.

Berdasarkan fokus penelitian yang berorientasi pada pelakanaan pendidikan inklusif, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:

Bagaimana pelaksanaan kegiatan pendidikan inklusi di SD Negeri 03?

Kendala-kendala apa saja yang dihadapi SD Negeri 03 dalam melaksanakan kegiatan pendidikan inklusi?

Usaha-usaha apakah yang telah dilakukan SD Negeri 03 dalam mengatasi kendala pelaksanaan pendidikan inklusi?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara obyektif tentang pelaksanaan pendidikan inklusi, kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusi, dan usaha-usaha apakah yang telah dilakukan sekolah dalam mengatasi kendala pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri 03 Alai Padang Utara.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan pendidikan inklusif di Sumatera Barat, antara lain adalah:

Sebagai bahan informasi untuk pengembangan kebijaksanaan birokrasi dalam pelaksanaan sistem pendidikan inklusi di daerah

Sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum yang fleksibel sehingga dapat digunakan sesuai dengan kemampuan anak tunanetra dalam sistem pendidikan inklusi.

Sebagai bahan acuan dalam meningkatkan sumber daya tenaga kependidikan dalam sistem pendidikan inklusi.

Sebagai bahan acuan dalam upaya pengembangan pasilitas, sarana dan prasarana serta bangunan yang representati sebagai lembaga pendidikan yang inklusi.

Sebagai bahan acuan dalam pengembangan pola kerjasama kemitraan dalam pengembangan sistem pendidikan inklusi di daerah.

Sebagai bahan acuan dalam menyusun pedoman pelayanan sistem pendidikan inklusi di daerah.

Kajian Pustaka

Sebagai dasar pengembangan Sistem Pendidikan Inklusi di sumatera Barat mengacu kepada akar budaya “Adat basandi sara, sara basandi Kitabullah” dengan melibatkan unsur-unsur tokoh masyarakat yang tergabung dalam tiga tungku sajarangan. Ninik Mamak, Cerdik Pandai, dan Alim Ulama

Beberapa Surat dalam Al Qur’an yang memberikan konsep dasar keyakinan dalam pelaksanaan Sistem Pendidikan Inklusif:

Dalam Alqur’an: Surat Abasa (Ia bermuka masam)

“ (1) Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, (2) karena telah datang seorang buta kepaanya, (3) tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), (4) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaan itu bermanfaat kepadanya...”

Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasullah SAW meminta ajaran-ajaran tentang Islam, lalu Rasullah SAW berpaling dan bermuka masam daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengahrapan agar pembesar Quraisy tersebut masuk Islam. Maka turunlah surat tersebut sebagai teguran Allah kepada RasulNya.

Selanjutnya konsep hak azasi manusia yang tertuang dalam kitab suci Alqur’an, dengan tidak membeda-bedakan antara mereka yang cacat dengan yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Surat An Nur (cahaya): ayat 61:

“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula)bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu...., Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahami,”

Makna yang tersurat pada ayat tersebut, bahwa Allah tidak membedakan kondisi, keadaan dan kemampuan seseorang, yang Allah bedakan adalah keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Kadang kala rasa kawatir apabila menerima mereka yang lemah (cacat) di sekolah reguler karena dianggap merugikan ditinjau dari hakekeat duniawi, dengan alasan apabila sekolah normal menerima anak cacat, maka peringkat sekolah akan menjadi turun dan tidak populer.

Surat An Nisa, ayat 9:

“Dan hendaklah takkut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah da hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”

Dalam hal ini sistem pendidikan inklusif sudah tidak diragukan lagi untuk dilaksanakan dan bagi personal yang melaksanakannya dengan ikhlas tugas ini akan menjadi ladang ibadah (Moch Sholeh, 2002)

Pendidikan inklusif di Indonesia mengacu kepada kebutuhan belajar untuk semua (education for all), dengan suatu fokus spesifik yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemahaman. Prinsip pendidikan inklusif pertama kali diadopsi pada konverensi dunia di Salamanca tentang pendidikan kebtuhan khusus tahun 1994:

Hildegun Olsen (2002 : 3) mengemukakan : “ Inclusive education means that schools should accommodate all children regardless of physical, intelletual, social emotional, linguistic or other condition. This should include disabled and gifted children, street and working children, children from rewmote or nomadic population, children from linguistic, ethnic or cultural minorities and childen from other disavantage or marginalised areas or group “ (The Salamca Statement and Framework for Action on Special Need Education, para. 3)

Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kodisi lainnya. Ini harus menckup anak-anak penyandang cacat dan berbakat, anak-anak jalanan dan pekerja, anak yang berasal dari popolasi terpencil atau yang berpindah-pindah, anak dari kelompok etnis minoritas, linguistik atau buaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termarjinalisasi.

Inti pendidikan inklusif adalah hak azasi manusia atas pendidikan yang dituangkan pada Deklarasi Hak Azasi manusia tahun 1949 yang sama pentingnya adalah hak anak agar tidak didiskriminasikan, hal ini dimuat dalam artikel 2 Konvensi Hak Anak (PBB, 1989). Suatu konsekwensi logis dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak didiskriminasikan dengan dasar kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain lain.

Dokumen-dokumen tersebut menggambarkan konsensus masyarakat dunia mengenai arah masa depan pendidikan bagi individu yang membutuhkan layanan khusus.

Acuan formal yang sudah ada di Indonesia adalah : Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1968, tentang Pendidikan Terpadu bagi anak cacat, Bab I, pasal 1:

Pendidikan Terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan.

Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tahun 2003, tentang pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus (RPP-PK dan PLK) Bab I, pasal 1 ayat (7): Pendidikan Inklusi adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Tujuan pendidikan inklusif mengacu kepada UU No 20, tahun 2003, Sisdiknas Pasal 1, ayat 1 : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulya dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sementara tujuan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang tertuang dalam peraturan pemerintah tahun 2003, tentang pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus (RPP-PK dan PLK) Bab II, pasal 2 : Tujuan Pendidikan :

Pendidikan bagi peserta didik berkelainan bertujuan mengembangkan potensi pesertan didik yang memiliki kelainan fisik, emosional dan atau sosial agar menjadi menusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulya, sehat, berilmu, cekap, kratif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.

Pasal 12 Pendidikdn Terpadu dan Inklusi :

(1) Pendidikan Terpadu dan Inklusi bertujuan memberi kesempatan kepada peserta didik berkelainan untuk mengikuti pendidikan secara terintegrasi melalui sistem persekolahan reguler dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan pendidikan.

(2) Pendidikan Terpadu dan Inklusi dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan dasar, menengah dan tinggi.

(3) Penyelengaraan Pendidikan Terpadu dan Inklusi dapat melibatkan satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan sesuai dengan kemampuan sekolah.

(4) Sekolah yang menyelenggarakan Pendidikan Terpadu dan Inklusi perlu menyediakan tenaga serta sarana dan prasarana khusus yang diperlukan peserta didik berkelainan.

(5) Peserta didik yang mengikuti Pendidikan Terpadu dan Inklusi brhak mendapat penilaian secara khusus sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik yang bersangkutan

(6) Pemerintah mengupayakan insentif bagi sekolah yang menyelengarakan Pendidikan Terpadu dan Inklusi.

(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur oleh Menteri dan atau Pemerintah Daerah.

Pendidikan inklusi merupakan proses menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, dengan memanfaatkan semua sumber yang ada untuk memberikan kesempatan belajar dalam mempersiapkan mereka untuk dapat menjalani hpaidup dan kehidupan.

Peranan sekolah dalam pendidikdn inklusif. Agar inklusi menjadi kenyataan, maka pendidikdn inklusif harus mempu merubah dan menjamin semua pihak untuk membuktikan keberasilan penyelenggaraan pendidikan. Maka tugas dan kewajiban sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah, seperti yang dikemukakan Anupan Ahuya (2003) :

Mengubah sikap siswa, guru, orang tua dan masyarakat

Menjamin semua siswa mempunyai akses terhadap pendidikan dan mengikutinya secara rutin

Menjamin semua siswa diberi kurikulum penuh yang relevan dan menantang

Membuat rencana kelas untuk seluruhny

Menjamin dukungan dan bantuan yang tersedia (teman sebaya, guru, spesialis, orang tua dan masyarakat)

Menjamin semua siswa menyelesaikan sekolah dan mereka yang putus sekolah diberikan kesempatan untuk meneruskan sekolah.

Memperbaiki pencapaian dan kesuksesan semua siswa pada semua level

Menjamin pelatihan aktif berbsis sekolah

Menggunakan metode yang pleksibel dan mengubah kelompok belajar

Menjamin terlaknanya pembelajaran yang aktif

Menjamin adanya skspektasi yang tinggi bagi semua siswa

Sekolah inklusif harus didasari oleh keyakinan bahwa semua anak dapat belajar, semua anak berbeda satu sama lain. Perbedaan yang terjadi harus dihargai, dengan demikian dalam pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama guru, orang tua dan masyarakat.

Sementara menurut PP No. 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi anak cacar, yang dimaksud anak cacat pada Bab I, pasal 1 (b) sebagai berikut:

Anak cacat ialah anak yang mempunyai kelainan jasmani dan atau rohani yang terdiri dari cacat netra, cacat rungu, cacat grahita , cacat daksa, cacat laras dan oleh karenanya dapat mengganggu pertubuhan dan perkembangan baik jasmani, rohani dan atau sosial sehingga tidak dapat mengikuti pendidikan dengan wajar.

Kompetensi guru untuk pendidikan inklusif, mengacu kepada karakteristik inklusi dengan anak yang berusia sama menjadi anggo kelas yang sama, saling tolong menolong dan berbagi pengalaman, mereka mempunyai rasa memikili penglaman keberhasilan, sehinggan mampu mengembangkan sikap toleransi dan sikap empati.

Dalam kegiatan pembelajaran, guru sebagai pasilitator dan motivator, sehingga dapat menyehkan tugas dan tanggung jawab kepada anak itu sendiri dan mendorong terjadinya pembelajaran aktig untuk semua anak.

Miriam D Skjorten (2003 :4) mengemukakan beberapa hal yang harus diupayakan guru dalam pelaksnaan pendidikan inklusi ramah terhadap pembalajaran:

Menunjukan perasaan positif, tunjukkan bahwa anda menyayangi semua anak

Menysuaikan dengn kondisi anak dan ikuti keinginan mereka, bahas dengan anak terebut tentang hal-hal yang berkaitan dengannya dan upayakan untuk bisa berdialog dengan skspresi, pearasaan, teratur dan suara yang ramah.

Berikan pujian dan pengakuan dari hal-hal yang bisa dilakukan anak, bantu anak untuk memfokuskan perhatiannya sehingga anda dapat bersama-sama berkembang di dalam lingkungn sendiri.

Jelaskan secara logis dan prkatis tentang pengalaman anak di dunia luar dengan mengambarkan hal-hal yang dialami bersama-sama dan tunjukkan perasaan dan antusias.

Jabarkan dan jelaskan tentang hal-hal yang anda alami bersama-sama anak, bantu anak untuk mengontrol sendiri dengan menetapkan batasan dengan cara positif mengarahkannya, memberikan alternatif dan dengan merencanakan berbagai hal secara bersama-sama.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan lingkungan inklusif yang ramah terhadap pembelajaran, khususnya guru yang ramah dalam pembelajaran “wellcoming teachers” dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, seperti yang dikemukakan Hildegum Olsen (2002):

Menghargai anak tidak dilihat dari kecacatan atau kebutuhan pendidikan khususnya, namun dilihat dari kemampuan ata potensi yang bisa dikembangkan pada diri anak.

Persamaan yang ada pada siswa lebih penting daripada perbedaan, hinga menggunakan pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Memberikan kurikulum utama termasuk sain dan sain terapan, kelas-kelas praktik, matematika dan bidang akademik lainnya dengan membuat modifikasi yang sederhana dan rendah biaya.

Hak yang sama untuk anak berkebutuhan khusus dengan tujuan konsist ensi karir, minat dan kemampuan

Menjediakan tempat yang sesuai di kelas untuk anak berkebutuhan khusus dan menjamin kondisi untuk mendengar dan melihat dengan baik, sehingga guru bisa dengan mudah membantu mereka.

Memelihara atmosfir tenang dan bermanfaat dimana guru dan anak tidak terbebani atau stres.

Menjamin anak berkebutuhan khusus untuk tidak diabaikan tapi menjadi bagian integral kelas tersebut.

Suatu kelas yang berjalan secara kooperatif dengan tingkat kompetensi yang sewajarnya

Menciptakan suatu atmosfir dimana semua anak menawarkan dan menerima bantuan satu sama lain. Anak yang berkebutuhan khusus juga memberi dan menerima bantuan.

Suatu komunikasi dimana semua anak berpartisipasi di kelas dan memberikan kontribusi kepada mata pelajaran dengan sewajarnya.

Adanya peng pengakuan dari perguruan tinggi/universitas bahwa beberapa anak yang diharuskan melaksanakan sejumlah tugas dengan standar yang berbeda. Perbandingan dengan anak lain tidak diberikan standar terlalu tinggi

Menggunakan bermacam-macam metode termasuk seluruh pekerjaan kelas dan jenis kerja kelompok yang berbeda-beda

Merespon dengan positif terhadap pembelajaran di kelas dan tidak mengikuti bahan kurikulum secara kaku.

Menawarkan bantuan tambahan jika diperlukan kepada tiap individu dan kelompok kecil, tetapi bantuan dibatasi hanya pada perubahan terkecil dan dengan cara yang tidak mengganggu dan menarik diri jika anak tidak memerlukan bantuan.

Menemukan cara kreatif untuk menjamin semua anak ambil bagian dalam semua aktifitas.

Menawarkan pilihan-pilihan jika diperlukan

Menawarkan berbagai pilihan jika diperlukan

Mengidentifikasi berbagai cara untuk menganalisis dan mencatat kemajuan anak

Merencanakan program bersama-sama

Mengetahui kekuatan satu sama lain

Bertindak sebagai moderator, saling berkonsultasi dan bernegoisasi

Membangun konsensus

Bergiliran ketika bekerja sama

Kurikulum dalam pendidikan inklusif hendaknya disesusikan dengan kebutuhan anak. Selama ini anak dipaksakan harus mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu sekolah hendaknya memberikan kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak yang memiliki berbagai kemampuan, bakan dan minat.

Bagi anak yang membutuhkan layanan khusus disediakan dukungan berkesinambungan yang berkisar dari bantuan minimal di kelas reguler hingga progam pelajaran tambahan di sekolah itu dan bila diperlukan diperluan dengan penyediaan bantuan guru pembimbing khusus.

Metode Penelitian

Lokasi Sekolah Dasar Negeri 03 Alai Kecamatan Padang Utara, tepat dipinggir jalan raya JI. Gaja Mada. Sekolah ini adalah gabungan dari lima buah SD Negeri termasuk SD Regrouping. Kondisi gedungnya cukup representatif. Sekolah ini dijadikan sekolah ujicoba Pendidikan Inklusi di kota Padang, yang dilatar belakangi dengan adanya SLB YPAC Sumatera Barat yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, diantaranya ada dua anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra).

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif, hal ini didukung oleh: Suharsimi Arikunto (1993:309) yang mengemukakan:”Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status sesuatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala yang menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan”.

Penelitian kualitatif menurut Rochman Natawidjaya (1995:57) adalah: “Penelitian yang bermaksud menggambarkan atau menerapkan fenomena sebagaimana adanya dengan menggunakan klasifikasi untuk menata fenomena tersebut dalam suatu keseluruhan yang bermakna”.

Subyek dalam penelitian ini adalah personal yang ada di lingkungan SD Negeri 03 Alai yang meliputi: Kepala sekolah, guru kelas, guru pembimbing khusus, guru bidang studi, orang tua, anak tunanetra yang mengikuti pendidikan inklusi, tenaga tata usaha, kepala cabang dinas pendidikan, dan pihak-pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan Pendidikan Inklusi di lingkungan SD Negeri 03 Alai Padang.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara untuk mengumpulkan data penelitian ini Moh. Nazir (1983) mengemukakan bahwa” Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara sipenanya dengan menggunakan pedoman wawancara.

Menurut Imron Arifin (1996:69) bahwa Observasi adalah suatu upaya pengamatan baik langsung maupun tidak langsung dengan tujuan memperoleh konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktifitas organisasi, perasaan, mnotivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya”.

Teknik analisis data mengacu kepada tujuan penelitian yaitu menyusun jawaban terhadap tujuan penelitian yang dilaksanakan. Dalam hal ini Suharsimi Arikunto (1993) mengemukakan bahwa analisis data merupakan proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskam, mengabstraksikan, mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional untuk menampilan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam menyusun jawaban terhadap tujuan penelitian.

Keabsahan data yang akan dihasilkan ditempuh dengan beberapa langkah seperti dikemukakan oleh Lexi. J. Moleong (1998), bahwa keabsahan data yang diperoleh dari lapangan diperiksa melalui kriteria dan teknik tertentu. Maka dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan data. Lexi Moleong (1998:178).

Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian didasarkan atas pertanyaan yang dikemukakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri 03 Alai Padang ?

Kendala-kendala apa yang dihadapi oleh SD Negeri 03 dalam pelaksanaan pendidikan inklusi?

Usaha-usaha apakah yang telah dilakukan oleh SD Negeri 03 dalam mengatasi kendala dalam pelaksanaan pendidikan inklusi?

Dari deskripsi hasil penelitian tersebut, selanjutnya secara berurutan akan dibahas. Adapun pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:

Bahwa pendidikan inklusi berarti sekloah harus mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kondisi lainnya.(Tarmansyah, 2003).

Di SD Negeri 03 Alai Padang sampai saat ini baru satu jenis gangguan yang diterima yaitu gangguan penglihatan sebanyak dua orang. Sementara pihak sekolah belum berupaya untuk menerima anak dengan gangguan lainnya.

Kepmen No 002/U/1968 tentang pendidikan terpadu bagi anak cacat. Bab 1 Pasal 1 : Pendidikan terpadu ialah model penyelenggaraan pendidikan program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangutan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka SD Negeri 03 Alai Padang dalam kegiatannya memberikan layanan pendidikan kepada anak dengan gangguan penglihatan, dengan mengacu kepada kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut, maka sekolah tersebut dalam pelaksanaannya menyelenggarakan pendidikan terpadu, belum menyelenggarakan pendidikan inklusi sesuai dengan konsep yang ada. Pihak sekolah belum mempunyai pedoman atau petunjuk pelaksanaan sistem pendidikan inklusi secara formal.

Tujuan pendidikan inklusi yang tercantum dalam RPP.Pasal 12. Antara lain: (1) pendidikan Terpadu dan Inklusi bertujuan memberi kesempatan kepada peserta didik berkelainan untuk mengikuti pendidik secara terintegrasi melalui sistem persekolahan reguler dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan pendidikan.

(4) Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi perlu menyediakan tenaga serta sarana dan prasarana khusus yang diperlukan peserta didik berkelainan. Untuk peserta didik berkelainan yang mengikuti pendidikan di SD Negeri 03, Tenaga yang disediakan adalah guru pembimbing khusus, permasalahannya guru tersebut berletar belakang pendidikan tunarungu, sehingga tidak memiliki keterampilan dalam penanganan anak tunananetra, namun sudah berusaha mempelajari braille dan orientasi mobilitas, selanjutnya pihak sekolah belum menyediakan sarana, prasarana khusus, baik untuk kegiatan belajar mengajar, maupun untuk latiahn orientasi mobilitas. Namun sebuah ruangan khusus sudah disediakan untuk memberikan layanan individual.

Kompetensi guru yang terlibat dalam sistem pendidikan inklusi, seperti adengan kebutuhan anak, memberikan pujian dan pengakuan kepada anak, memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan perasaan, tidak semua anak terlibat, persamaan hak sesuai dengan kebutuhan.

Dalam hal ini berdasarkan deskripsi hasil penelitian menunjukkan guru-guru, baik guru kelas maupun guru pembimbing khusus belum mencerminkan suasana guru yang ramah (wellcoming school), mereka belum mendapatkan sosialisasi dan pelatihan tentang bagaimana menjadi guru yang ramah.

Menyediakan tempat yang sesuai di kelas untuk anak berkebutuhan khusus dan menjamin kondisi anak mamapu menerima informasi dari guru. Menciptakan suatu atmosfir dimana semua anak menawarkan dan menerima bantuan satu sama lain. Menggunakan berbagai macam metode pendekatan sesuai dengan kebutuhan anak dan lingkungannya, merencanakan program bersama-sama ( Miriam. D, 2002)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurikulum yang digunakan guru adalah kurikulum reguler, guru masih belum memahami cara mengasesmen kemampuan anak dengan gangguan penglihatan, kurikulum belum domodifikasi oleh guru sesuai dengan kebutuhan anak, demikian juga metode yang digunakan guru dalam mengajar sifatnya masih klasikal, belum memberikan layanan individual.

Menurut Heldegum Olesn (2003) ; Bagi anak yang membutuhkan layanan pendidikan khusus disediakan dukungan yang berkesinambungan berupa bantuan minimal di kelas reguler. Untuk pembelajaran diberikan secara individual sesuai dengan kebutuhannya.

Anak tunanetra yang mengikuti pendidikan di sekolah tersebut, tidak mendapatkan layanan latihan menulis braille dan latihan orientasi mobilitas. Guru pembimbing khusus yang ada tidak mempunyai keterampilan tersebut, karena latar belakang pendidikanya spesislisasi tunarungu.

Kaitannya dengan keberhasilan manajemen Sekolah menurut Siagian (1987 : 2) Kemampuan dan kemahiran seorang pejabat pimpinan pengambil keputusan yang rasional, logis, realstik dan prgmatis merupakan salah satu tolok ukur utama dalam mengukur keberhasilan. Keberhasilan yang diperoleh sekolah belum optimal, antara lain belum adanya aturan formal yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.

Simpulan dan saran

Pelaksanaan pendidikan inklusif di SD Negeri 03 Alai Padang, masih belum terlaksanan dengan baik, yaitu; masih dalam bentuk sistem pendidikan terpadu. Kendala yarng dihadapi oleh warga sekolah maupun pihak birokrasi, yaitu; belum adanya acuan formal tentang pelaksanaan pendidikan inklusif. Usaha warga sekolah dan pihak birokrasi sudah ada yaitu; mengadakan guru pembimbing khusus di sekolah, mengikuti kegiatan sosialisasi pendidikan inklusif.

Adaptasi Kurikulum :

Untuk mengadaptasi kurikulum antara lain didasarkan pada:

Kebutuhan siswa secara individual.

Pengetahuan tentang teori belajar secara umum.

Pengetahuan tentang perlunya interaksi dan komunikasi untuk pembelajaran.

Pengetahuan tentang apa yang harus dipertimbangkan ketika mebuat penyesuaian.

Pengatahuan bagaimana kondisi khusus dan kecacatan dapat mempengaruhi belajar

Pengetahuan tentang pentingnya melakuksn penysuaian lingkngan.etahuan yang diperoleh dari hasil penelitian

Kondisi lingkungan dan budaya setempat

Kompetensi Guru

Memahami visi, misi dan tujuan pendidikan inklusif

Memahami dan terampil menenali karakteristik anak

Mampu dan terampil melaksanakan asesmen, diagnosis dan evaluasi bidang pendidikan dan pengajaran

Memahami, menguasai isi materi, dan terampil praktek mengajar

Memahami dan terampil menyusun perencanaan dan pengelolan pambelajaran

Terampil dalam pengelolaan perilaku dan interaksi sosial siswa

Mampu mengadakan komunikasi dan kemitraan kolaborasi

Peranan Orangtua

Memberikan kesadaran kepada orang tua akan efek positif, tentang bantuan yang diberikan orang tua di rumah, sehingga tidak ada perbedaan antara rumah dan sekolah

Bahwa apa yang dilakukan orang tua berperan penting dalam pembelajaran dan perkembangan anak di rumah dan di sekolah

Mengundang orang tua untuk berdiskusi dan berpartisipasi tentang pekerjaan di sekolah, pekerjaan rumah, dan cara yang dapat dilakukan orang tua, sehingga relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Membantu orang tua untuk melihat cara anak berinteraksi dengan lingkungan akan mempengaruhi perkembangan sosial dan akademik.

Mengembangkan wawasan guru dan sekolah tentang kehidupan anak sehari-hari, mengurangi masalah psikologis, sehingga kerjasama orang tua, guru agar pengalaman anak terintegrasi secara bermakna.

DAFTAR PUSTAKAN

Asmar, Ali. (1998) Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Sekolah, Padang : Proyek SMU Kanwil Depdikbud Sumatera Barat

Depdikbud. (1996) Petunjuk Administrasi SMU, Jakarta : Dirjen PDM

Depdiknas (2003) Undung-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Depdiknas

Depdiknas (2004) Rancangan Peraturan Pemerintah PKKh dan PLH, Jakarta: Depdiknas

Hildegum Olsen, (2003) Pendidikan Inklusif suatu Strategi manuju Pendidikan untuk Semua (Materi Lokakarya) Mataram : Direktorat PSLB

Imron Arifin (1996) Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan, Malang : Kalimahat Press

Lexi. J. Moleong, (1988) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya

Miriam.D. Skjorten, (2002), Peran Universitas dalam Mempromosikan Pendidikan Untuk Semua dalam Laingkungan yang Akrab dan Inklusif, Mataram : Direktorat PSLB

Moh. Natsir, (1983), Metodologi Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia

Moch Soleh, (2002) Proses Menciptakan Pendidikan Inklusif dan Lingkungan Pembelajaran yang Akrab di Sekolah Dasar, Mataram : Direktorat PSLB

Rochman Natawidjaya, (1995), Penelitian Bagi Guru PLB, Jakarta: Depdikbud

Suharsimi Arikunto, (1993) Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta

Siagian, (1997) Teori dan Praktik Pengabilan Keputusan, Jakarta : CV Haji Masagung

Tarmansyah, (2003), Penyiapan Tenaga Kependidikan dalam Kerangka Pendidikan Inklusif, Surabaya : Makalah Temu Ilmiah Nasional

.................., (2003) Pendidikan Inklusif di Sumatera Barat, Padang: Depdiknas Prop Sumbar
Baca selengkapnya...